JATENGPOS.CO.ID, SEMARANG — Anggota Komisi A Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jawa Tengah Amir Darmanto meminta Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) sebagai pengawas lembaga penyiaran publik agar selalu mengedepankan bahasa persatuan dan kesatuan.
“Saya mengingatkan penggunaan frekuensi harus selalu mengedepankan bahasa persatuan dan kesatuan, tidak berisi adu domba. Memang, itu tugasnya KPID. Jangan sampai lembaga penyiaran sebagai wadah pemecah belah bangsa,”katanya dalam keterangannya, Jumat (24/11) di Kota Semarang.
Dia mengatakan bahwa saat ini salah satu problematika pelaksanaan lembaga penyiaran publik, baik televisi, radio dan sejenisnya adalah terkait netralitasnya.
“Pembahasan terhadap intoleransi, radikalisme, kebhinekaan seringkali menjadi ulasan awak media ketika ingin menggali lebih dalam tentang situasi dan kondisi bangsa, ketika mereka mewawancarai narasumber yang akhirnya terekam dan tersaji dengan jelas ketika disajikan oleh media massa,”jelasnya.
Lebih lanjut, Amir mengatakan bahwa sebagaimana tujuan utamanya adalah memanfaatkan teknik dari media sehingga dapat mencapai pembaca, pemirsa maupun pendengarnya dalam jumlah yang tidak terhingga.
“Apa yang disajikan dan disampaikan oleh media tentang sesuatu kejadian bukan merupakan sesuatu hal yang polos, tetapi lebih memperhitungkan akibat dan pengaruh pemberitaan tersebut terhadap pembaca, penonton maupun pendengarnya,”ungkap politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini.
Sebagaimana Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 Tentang Penyiaran, kata Amir, secara lembaga merupakan penyelenggara penyiaran yang dalam melaksanakan tugas dan fungsi serta tanggungjawabnya berpedoman pada peraturan perudang-undangan yang berlaku.
“Lembaga penyiaran sebagai media komonikasi massa yang mempunyai peran penting dalam kehidupan sosial, budaya, politik dan ekonomi, memiliki kebebesan dan tanggungjawab dalam menjalankan fungsinya sebagai media informasi, pendidikan, hiburan serta kontrol dan perekat sosial,”ujarnya.
Secara khusus, Amir juga meminta lembaga penyiaran mengutamakan konten lokal. Dengan begitu, masyarakat bisa ikut berperan serta dalam peningkatan potensi di daerahnya. Selain itu, juga ditekankan soal perizinan radio atau televisi. Sampai sekarang ini masih banyak stasiun televisi dan radio swasta di daerah yang kesulitan mengurus izin penyiaran.
Amir juga mengingatkan mengenai frekuensi penyiaran itu milik publik yang penggunaannya harus mengikuti aturan/ regulasi. Yang jelas, konten lokal lebih diutamakan untuk mencerdaskan masyarakat. “Memang, soal perizinan masih menjadi kendala. Untuk itu, pihak radio harus bisa bekoordinasi dengan KPID,”tutupnya.(adv/*)