JATENGPOS.CO.ID, SEMARANG – Tokoh Pemerhati perlindungan anak nasional Prof Dr H Seto Mulyadi SPsi MPsi merasa pihatin atas maraknya kasus kejahatan yang menimpa anak di Kota Semarang. Salah satunya adalah dugaan pencabulan terhadap seorang anak perempuan AA (15) yang dilakukan ayah tirinya RD sejak umur 4 tahun. RD adalah warga Pudakpayung Semarang.
Kak Seto, menaruh perhatian terhadap kasus yang menimpa AA ini karena tak ingin kasus-kasus pelecehan seksual terhadap anak terus terulang karena hukuman terlalu ringan sehingga tidak menimbulkan efek jera. Karenanya, pada Selasa (31/5/2022) Kak Seto mendatangi Kantor Pengadilan Negeri (PN) Semarang untuk menyampaikan pesan dan dukungan agar dalam proses persidangan, khususnya pada saat penjatuhan vonis agar bisa memberikan efek jera.
“Kami minta penjatuhan vonis bisa memberikan efek jera, bagi pelaku maupun masyarakat. Oleh karena itu harus dihukum seberat-beratnya. Agar pelaku jera dan tidak ada masyarakat yang berani melakukan tidak kejahatan pelecehan seksual terhadap anak. Selanjutnya kasus ini harus terus dikawal sampai tuntas. Saya harap tidak saja fokus terhadap pelaku, namun juga terhadap korban. Korban harus mendapatkan treatment psikologis untuk menghindari efek trauma. Serta yang terpenting adalah melindungi korban agar tidak menjadi obyek bullying,” tegas Kak Seto.
Kak Seto berharap juga di Semarang ada Seksi Perlindungan Anak yang dibentuk di tiap-tiap Rukun Tetangga atau RT. “Kami memandang perlu adanya seksi di tiap organisasi RT yang mengurusi persoalan dan permasalahan anak. Agar bila terjadi masalah-masalah yang menyangkut anak bisa segera ditangani secara serius, termasuk apabila ada pembulian atau pelecehan. Garda terdepan apabila anak mengalami masalah adalah lapor kepada orang tuanya. Dari orang tuanya ini bisa dibawa ke lingkungan yang akan ditangani Seksi Perlindungan Anak di tingkat RT. Saya kira ini akan optimal apabila di setiap rapat atau pertemuan RT membicarakan atau membahas kondisi atau hal yang sedang terjadi di wilayah. Jadi apabila ada permasalahan agar bisa segera diatasi baik secara preventif,” tambah Kak Seto.
Kak Seto juga menyoroti pentingnya para orang tua membangun komunikasi yang intens dengan anak. “ Semacam menggelar Sidang MPR, singkatannya Majelis Permusyawahanan Rumah. Jadi disitulah anak-anak bisa mengungkapkan atau menceritakan pengalamannya. Dari sini apabila mendapati persoalan yang sensitive orang tua akan tahu dan bisa segera menangani. Anak-anak juga perlu diberi pendidikan seksual, agar mereka paham dan bisa menjaga organnya. Tujuannya agar mereka sadar dan bisa menjaganya. Agar tidak dilihat, difoto maupun dijamah orang lain,” tegasnya.
Sementara Humas Pengadilan Negeri Semarang, Dr Kukuh Subyakto SH MHum yang menerima kehadiran Kak Seto bersama sejumlah aktivis perlindungan anak menyampaikan apresiasinya.
“Pada prisipnya PN secara umum, dan majelis secara khusus disamping mempertimbangkan sesuatu yang terjadi di persidangan juga akan mempertimbangkan suara-suara dari masyarakat. Intinya kita tetap konsen pada upaya perlindungan hokum terhadap anak. Kini proses sidang masih berjalan dan ditahap pemeriksaan saksi, termasuk saksi yang meringankan terdakwa. Kalau proses ini berjalan lancar dan cepat, minggu depan sudah masuk tuntutan,” ujar Kukuh Subyakto.
Sebagaimana diberitakan sebelumnya, kasus pecabulan atau pelecehan seksual terhadap AA baru terungkap sekitar bulan Februari 2021 yang diduga dilakukan ayak tirinya. (Prast.wd/biz/sgt)