Paradigma pembelajaran beberapa tahun belakangan ini mengalami pergeseran kearah paradigma kontruktivis. Pada pembelajaran kontruktivis pengetahuan tidak begitu saja bisa ditransfer oleh guru ke pikiran siswa, tetapi pengetahuan tersebut dikontruksi di dalam pikiran siswa itu sendiri. Guru bukanlah satu-satunya sumber belajar bagi siswa (teacher centered), tetapi lebih diharapkan adalah bahwa pembelajaran berpusat pada siswa (student centered).
Peran guru dalam pembelajaran sangat penting sebagai penentu keberhasilan proses pembelajaran. Guru sebagai motivator, pembimbing dan fasilitator bagi siswa dalam proses pembelajaran. Tanpa adanya guru, pembelajaran yang dilakukan siswa tidak akan mendapatkan hasil maksimal.
Peserta didik beranggapan bahwa IPS merupakan mata pelajaran yang membosankan karena berisi materi hafalan. Padahal sesungguhnya mata pelajaran IPS merupakan salah satu ilmu yang selalu menuntut adanya perubahan dalam proses pembelajaran. Materinya selalu up to date, Karena meliputi gajala alam dan gejala sosial yang selalu berubah seiring berjalannya waktu. Hal ini terjadi pada peserta didik kelas IX SMP N 1 Gesi pada pelajaran IPS materi Globalisasi, dimana hasil belajar pada umumnya masih rendah. Dibuktikan dari nilai rata-rata yang masih dibawah Kriteria Ketuntasan Minimum (KKM). Rendahnya hasil belajar karena peserta didik kurang berminat dalam mengikuti pembelajaran yang dianggap membosankan, guru dalam penyampaian materi bersifat monoton tanpa variasi, guru kurang memanfaatkan metode dan model pembelajaran, sehingga menciptakan kejenuhan pada diri peserta didik.
Sebagai upaya untuk membuat pelajaran IPS menjadi lebih menyenangkan, guru kemudian menerapkan model Teams Games Tournament (TGT). Menurut Slavin (2015;163), TGT adalah bagian dari pembelajaran kooperatif menggunakan turnamen akademik, kuis, dan system skor kemajuan individu, dimana para peserta didik berlomba sebagai wakil tim mereka dengan anggota tim lain yang kinerja akademik sebelumnya setara seperti mereka. Sedangkan Isjoni (2013;83) berpendapat TGT merupakan salah satu jenis pembelajaran kooperatif yang terbentuk kedalam kelompok-kelompok belajar yang beranggotakan 5 hingga 6 orang yang memiliki kemampuan, jenis kelamin, suku, dan ras yang berbeda.
Langkah-langkah pembelajaran menurut Shoimin (2014;205-207) meliputi Presentasi kelas, Kelompok (teams), Games (permainan), Tournamens (kompetisi), dan Penghargaan atau Rekognisi kelompok. Diawal pembelajaran guru melakukan presentasi di kelas. Kegiatan presentasi disertai dengan kegiatan tanya jawab dua arah antara guru dan peserta didik. Peserta didik harus benar-benar fokus dalam tahap ini agar bisa melanjutkan kegiatan berikutnya dengan baik.
Peserta didik kemudian dikelompokkan secara heterogen. Tugas kelompok ini memastikan bahwa semua anggotanya belajar sesuai dengan kriteria yang diharuskan, sehingga akan dapat melakukan permainan (games) dengan baik nantinya. Peserta didik juga mengerjakan diskusi kelompok untuk menyelesaikan tugas atau lembar kerja yang dibuat guru.
Games disusun dengan menggunakan kartu soal bernomor. Kompetisi merupakan sebuah struktur dimana games berlangsung. Kompetisi dilaksanakan pada akhir unit pokok bahasan, setelah guru memberikan presentasi kelas dan kelompok mengerjakan lembar kerja. Seluruh peserta didik terlibat dalam kompetisis untuk mewakili kelompoknya. Masing-masing memiliki kesempatan sama dalam mengumpulkan skor kelompok. Seorang peserta didik dipertemukan dengan peserta yang lain dengan kemampuan akademik yang setara dengan dirinya.
Bagian akhir TGT dikelas adalah memberi penghargaan setelah kompetisi dilaksanakan. Kelompok dengan akumulasi skor sangat tinggi dijuluki super team, kelompok dengan skor tinggi dijuluki great team dan kelompok dengan skor menengah dijuluki good team.
Pembelajaran dengan Model TGT yang dilaksanakan di kelas IX SMP N 1 Gesi mampu menciptakan iklim dan suasana pembelajaran yang menyenangkan sehingga berhasil meningkatkan hasil belajar hingga mencapai 80%, selain itu, TGT juga meningkatkan antusias, kerjasama serta keaktifan peserta didik.
Oleh : Mono Radi Kiyana, S.E
Guru SMP N 1 Gesi, Kabupaten Sragen