Pendidikan Pancasila adalah salah mata pelajaran yang dianggap tidak menarik oleh siswa. Konten materi yang berisi monoton dan penuh dengan hafalan menjadikan siswa enggan berlama-lama belajar Pendidikan Pancasila. Selain itu ketika belajar Pendidikan Pancasila materi Konstitusi dan Norma di Masyarakat, siswa terlihat tidak memiliki motivasi dalam belajar, hal tersebut tergambar dari tidak aktifnya siswa bertanya atau menjawab pertanyaan dari guru. Keadaan ini diperburuk dengan nilai evaluasi pada akhir pembelajaran yang tidak sesuai dengan target guru. Jika keadaan tersebut tidak segera diatasi maka hasil belajar siswa akan terus mengalami kemerosotan.
Menurut Hermawan (2017) prestasi belajar adalah capaian yang dihasilkan setelah melakukan berbagai aktivitas pembelajaran yang dapat berupa angka-angka ataupun fakta manual berupa kalimat-kalimat. Prestasi belajar menurut Hermawan (2017) erat kaitannya dengan bagaimana seorang guru mendesain proses pembelajaran yang hendak dilaksanakan. Karena faktor penunjang siswa dapat berprestasi dalam belajarnya adalah guru dan keadaan siswa. Jika keadaan siswa tidak ada kendala, maka guru harus peka terhadap masalah yang dihadapinya sehingga dapat menemukan solusi terbaik untuk memecahkan masalahnya.
Berdasarkan studi literasi tersebut, prestasi belajar siswa kelas IV SD Negeri Mandisari,Kecamatan Parakan pada mata pelajaran Pendidikan Pancasila materi Konstitusi dan Norma di Masyarakat bisa dikatakan rendah. Dikatakan rendah karena diperoleh hasil dimana dari 26 siswa yang memperoleh nilai di atas KKM (75) hanya 6 anak (23,1%). Sedangkan rata-rata nilai hanya sebesar 61,6. Dari hasil tersebut maka guru melakukan refleksi terhadap proses pembelajaran yang dilakukan. Hasilnya diputuskan dilakukan perbaikan pada pembelajaran yang telah dilakukan. Selanjutnya guru mengupayakan menggunakan model pembelajaran Group Investigation (GI) dengan harapan dapat meningkatkan prestasi belajar siswa.
Trianto (2018) GI merupakan metode pembelajaran secara kelompok yang terbentuk berdasarkan topik yang dipilih siswa. Menurut Rusman (2017) keunggulan model pembelajaran kooperatif tipe GI adalah dapat dipakai untuk tanggung jawab dan kreatifitas siswa, baik secara individu maupun kelompok, membantu terjadinya pembagian tanggung jawab ketika siswa mengikuti pembelajaran dan berorientasi menuju pembentukan manusia sosial, dan memberikan kesempatan berkolaborasi dengan teman sebaya dalam bentuk diskusi kelompok untuk memecahkan suatu masalah.
Langkah-langkah pembelajaran GI dibagi menjadi 6 tahapan. Pertama mengidentifikasikan topik dan membuat kelompok, yaitu siswa meneliti beberapa sumber, mengusulkan sejumlah topik, dan mengkategorikan saran-saran terkait materi Konstitusi dan Norma di Masyarakat. Kemudian mereka bergabung dengan kelompoknya untuk mempelajari topik yang telah dipilih, misalnya Norma kesopanan. Kedua merencanakan tugas yang akan dipelajari, yaitu siswa merencanakan tugas yang akan dipelajari dalam kelompoknya. Ketiga tahap melaksanakan investigasi dimana siswa mengumpulkan informasi, menganalisis data, dan membuat kesimpulan. Selanjutnya menyiapkan laporan akhir, pada tahap ini anggota kelompok menentukan pesan-pesan esensial dari proyek mereka. Kelima mempresentasikan laporan akhir, yaitu presentasi yang dibuat untuk seluruh kelas dalam berbagai macam bentuk. Terakhir evaluasi yaitu siswa saling memberikan umpan balik mengenai topik, tugas, dan keefektifan pengalaman mereka.
Setelah diupayakan pemanfaatan model pembelajaran GI, diperoleh kesimpulan bahwa model pembelajaran GI dapat meningkatkan prestasi belajar siswa kelas IV SD Negeri Mandisari,Kecamatan Parakan. Hal tersebut dapat dibuktikan dari perolehan nilai pada pelajaran Pendidikan pancasila materi konstitusi dan Norma dalam Masyarakat yang mengalami kenaikan. Kenaikan tersebut berupa ketuntasan klasikal anak mencapai 24 siswa (92,3%), sedangkan rata-rata nilai mencapai 83,7.
Uswatun Khasanah, S.Pd.
Guru SD Negeri Mandisari, Parakan