Pendidikan merupakan kebutuhan yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Karena melalui pendidikan mampu membentuk karakter yang bermartabat serta peradaban guna mencerdaskan kehidupan bangsa. Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) No. 20 Tahun 2003 pasal 4 ayat 3 sampai 5 menyebutkan pendidikan diselenggarakan sebagai suatu proses pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat. Berdasarkan Undang-Undang tersebut, pemerintah mengembangkan budaya membaca dengan mengeluarkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 23 Tahun 2015 tentang Penumbuhan Budi pekerti Luhur kepada peserta didik dengan mengembangkan Gerakan Literasi Sekolah (GLS).
Gerakan literasi sering diterjemahkan masyarakat sebagai gerakan membaca saja. Membaca adalah salah satu jenis kemampuan berbahasa siswa di samping menyimak, berbicara, dan menulis. Karena merupakan bagian dari literasi, membaca tidak bisa dilepaskan dari dunia pendidikan. Orang bijak mengatakan bahwa buku adalah jendela dunia. Jika buku merupakan jendela dunia, membaca adalah kunci untuk membuka jendela dunia tersebut. Tanpa membaca, tidak mungkin terbuka jendela. Membaca merupakan suatu kegiatan atau proses kognitif yang berupaya untuk menemukan berbagai informasi yang terdapat dalam tulisan (Dalman, 2013: 5). Salah satu sumber pengetahuan siswa berasal dari buku-buku. Karena itu, kemampuan membaca siswa sangat diperlukan untuk mendapatkan banyak pengetahuan dari buku-buku pelajaran. Walaupun demikian, literasi tidak sesederhana membaca saja. Gerakan literasi adalah gerakan yang lebih kompleks dan terstruktur.
Jika literasi hanya diartikan sebagai membaca, wajar ditemukan kemiskinan kemampuan literasi siswa. Rendahnya kemampuan literasi siswa bisa jadi merupakan dampak dari kekeliruan kita mengartikan literasi di sekolah sebagai sebatas gerakan membaca buku selama 15 menit sebelum pembelajaran dimulai. Penyebab rendahnya literasi menyebabkan berkurangnya minat baca siswa terhadap buku. Minat baca merupakan dorongan untuk memahami kata demi kata dan isi yang terkandung dalam teks bacaan (Dalman, 2017).
Rendahnya minat baca juga terjadi di SDN Tobo Kecamatan Jati Kabupaten Blora. Beberapa faktor penghambat rendahnya minat baca di SDN Tobo diantaranya buku bacaan yang kurang beragam, ruang perpustakaan yang jarang digunakan, serta kurangnya inovasi dalam pembelajaran literasi. Salah satu cara yang dilakukan guru SDN Tobo dalam pembelajaran literasi adalah menciptakan sudut baca yang inovatif, kreatif dan menarik siswa. Sudut baca merupakan sebuah tempat yang terletak di sudut ruangan yang dilengkapi dengan koleksi buku. Kemendikbud (2018) menjelaskan bahwa sudut baca merupakan sebuah ruangan yang terletak di sudut ruangan kelas yang dilengkapi dengan koleksi buku dan berperan sebagai perpanjangan fungsi perpustakaan. Dengan menyediakan bahan bacaan dari berbagai topik, sudut baca diharapkan dapat memberikan manfaat terhadap siswa-siswi SDN Tobo dalam meningkatkan minat baca. Program ini seperti perpustakaan mini yang menyediakan ragam buku bacaan mulai dari bacaan fiksi maupun nonfiksi.
Sudut baca dapat dibuat oleh guru bersama siswa-siswi dengan mulai menyiapkan beberapa meja yang diletakkan dipojok ruangan paling depan. Buku ditempatkan di pralon besar yang dibelah menjadi dua, kemudian ditempel pada sudut kelas. Berbagai hiasan, tulisan dan hasil karya siswa ditempel disekitarnya. Tidak lupa disediakan beberapa bangku sehingga siswa bisa nyaman membaca sambil duduk di sudut baca. Siswa juga diharap dapat menyumbang buku baik fiksi maupun non fiksi untuk memperkaya ragam bacaan di sudut baca. Dengan dibuatnya sudut baca di kelas-kelas dapat meningkatkan minat baca siswa-siswi SDN Tobo, sehingga pembelajaran literasi dapat terwujud.
Oleh: Fitri Dwi Lestari, S.Pd.
SDN Tobo Kecamatan Jati Kabupaten Blora