JATENGPOS.CO.ID, MAKKAH – Saat menjalankan haji di tanah suci, penulis sempat ketemu beberapa jamaah haji dari Korea. Meski berangkat haji dari negeri gingseng, jamaah tersebut aslinya dari Indonesia. Umumnya, mereka adalah para TKI. Kok bisa?
Bejan Syahidan, wartawan Jateng Pos, dari Makkah Almukarromah, melaporkan, itulah fakta menarik di tengah lamanya daftar tunggu (witing list) calon jamaah haji Indoenesia, hingga 30 tahun. Dari peristiwa ini, setidaknya ada catatan, bahwa ini menjadi ide atau alternatif menarik bagi calon jamaah haji Indonesia. Mungkinkah kita juga melakukan seperti itu? Mengingat daftar tunggu haji RI yang sangat lama.
Para TKI/TKW menempuh jalan, daripada haji dari Indonesia atrinya super lama, mereka mencoba berangkat dari negara lain. Terutama negara yang muslimnya sedikit, tetapi tetap diberi kuata haji oleh Arab Saudi. Seperti di Korea.
Karena muslimnya sedikit, kuota haji di Korea banyak yang nganggur. Akhirnya dimafaaftkan para TKI yang bekerja disana. Bahkan berangkat haji dari Korea tidak usah antri. Begitu daftar bisa langsung berangkat.
“Saya daftar seminggu sebelumnya, alhamdulilah langsung berangkat,” tutur Andi, jamaah haji dari Korea, yang aslinya dari Sragen, saat ditemui penulis di tenda (Maktab) Korea, saat mabit di Mina.
Saat penulis temui, Andi bersama satu temanya bernama Yoyok, dari Boyolali. Mereka tergabung bersama sekitar 150 jamaah haji dari Korea. Yang unik, dari 150 jamaah haji itu, hampir semuanya adalah para TKI dan TKW. Sisanya adalah para imigran di Korea dari negara lain. Yang asli orang Korea hanya satu. Meski sudah banyak yang masuk Islam, kesadaran orang Korea untuk berhaji masih minim.
“Sehingga kuota hajinya, banyak digunakan oleh para TKI dan TKW dan para pekerja asing dari negara lain yang bekerja di Korea,”tambahnya.
Menurut pria yang bekerja di sektor Industri ini, sebenarnya kuota haji Korea tahun 2023 sekitar 200 orang. Tetapi yang diguanakan hanya 150 an kuota. Ada sisa kuota yang tidak terpakai. Padahal di Indonesia, tahun 2023 dikasih 230 ribu kouta masih kurang. Masih harus daftar tunggu bisa berangkat hingga 12-30 tahun.
Untuk biaya haji dari Korea, Andi mengaku sekitar 8000 won atau Rp 100 jutaan. Hampir sama dengan Indonesia, yakni Rp 90 juta per orang.
“Tapi di Korea tidak ada daftar tunggu, begitu daftar bisa langsung berangkat, “imbuh pria yang mengaku sudah punya anak dan istri di Sragen Jawa Tengah ini.
Dari biaya itu, dia bersama teman-temanya mendaftar haji lewat sebuah agen. Setelah daftar diberi visa, paspor, koper, tas tenteng, tas paspor, rompi dll. Semuanya berlogo bendera Korea.
“Jadi meskipun kita orang Indonesia, kami berangkat haji mewakili muslim Korea dan negara Korea. Kami semua mengenakan seragam dan bendera Korea. Padahal kami orang Indonesia,’imbuhnya lagi.
Dengan biaya Rp 100 juta itu, jamaah haji Korea mendapat fasilitas maktab dab makan yang layak, hotel berbintang di sekitar masjidil Haram dan masjid Nabawi. Dengan waktu haji sekitar 3 minggu, tidak sampai 40 hari seperti Indonesia.
Dia bercerita, dari 150 jamaah haji Korea yang berangkat, tidak semuanya TKI/TKW dari Korea. Tetapi beberapa dari negara lain. Mereka mengincar visa haji Korea yang tidak semuanya terpakai. Jadi, meski bekerja di luar Korea, menjelang musim haji mereka nyebrang ke Korea dengan visa mukim atau bekerja. Saat pendaftaran haji ikut mendaftar dan langsung berangkat. Setelah haji, mereka balik lagi ke negara asalnya bekerja. Cara itu bisa dilakukan karena waktu haji di Korea hanya 3 minggu. Tidak terlalu lama meninggalkan tempat kerjanya.

“Alhamdulilah banget pokoknya Mas, niat ke Korea dulu hanya untuk mencari kerja. Ternyata malah bisa haji sekalian meski saya masih muda. Bayangkan kalau di Indonesia, antrinya lama banget,”tambahnya.
Sukses yang mereka lakukan itu, menurutnya menjadi inspirasi para TKI/TKW yang lain. Meski harus menabung sedikit demi sedikit dari hasil kerjaya, sekarang banyak temanya yang berniat haji. “Kalau di Indonesia belum tentu mereka punya niat haji, mungkin punya uang tetapi tidak mendaftar, karena antriny lama. Alhamduilah di sini bisa langsung berangkat, itulah salah satu keuntungan kerja di Korea,”tambah Andi.
Mereka juga mengaku terharu, niat hajinya para TKI/TKW di negeri K-Pop ini juga didukung penuh kedutaan Indonesia di Korea. Saat mau berangkat juga dilepas oleh Duta Besar Indonesia di Korea. Diberi pesan agar selama di tanah suci membawa nama umat Islam, negara Korea, dan nama baik Indonesia.
“Jadi kami sempat menangis haru di tanah suci ini, hati-hati kami ini Indonesia, tapi kami berseragam Korea semua. Kami harus membawa nam baik Korea dan Indonesia,”jelasnya.
Asal tahu, pada tahun 2019, sebelum covid, sebenarnya Korea mendapat 450 kuota haji. Tetapi yang berangkat juga hanya 200 an WNI.
Memang Islam diperkenankan masuk Korea itu tahun 1950-an. Saat ini jumlah pemeluk Islam sekitar 145-160 ribu orang. Dari jumlah tersebut, diperkirakan 50 ribu di antaranya adalah penduduk asli Korea. Sedangkan sisanya merupakan pendatang dari Indonesia, Malaysia, Pakistan, Turki, dan negara-negara Timur Tengah.
Peminat ibadah haji dari kalangan TKI di Korsel tiap tahun meningkat cukup pesat. Dibanding tahun lalu, jemaah calon haji tahun ini naik 30 persen. Kuota haji di Korea Selatan sebagian besar justru dipakai oleh muslim warga negara asing yang bermukim atau punya izin tinggal di sana, termasuk warga negara Indonesia.
Di negeri tumbuhnya K-Pop ini, Islam adalah agama minoritas yang hanya dianut oleh sekitar 0,2 persen masyarakatnya. Saat ini, orang Islam di Korea diperkirakan berjumlah 100.000 hingga 200.000 dari total populasi penduduk 51,78 juta (2020). Muslim Korea sebagian besar adalah penduduk imigran.
Saat ini, di Korea telah berdiri Korea Muslim Federation (KMF), sebagai organisasi resmi yang menangani masalah keagamaan Islam di Korea Selatan, termasuk makanan halal, pusat kegiatan ibadah, dan juga ibadah haji. Ini adalah organisasi Islam pertama dan satu-satunya di Korea Selatan yang berawal dari suatu komunitas masyarakat Muslim asli penduduk Korea. (*)