JATENGPOS.CO.ID, SEMARANG – Pemerintah provinsi Jawa Tengah mendukung penerapan penggunaan KTP dan Kartu Keluarga (KK) sebagai syarat pembelian LPG 3 kg. Langkah ini dinilai sangat tepat dalam penyaluran LPG bersubsidi agar lebih tepat sasaran.
Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jawa Tengah, Boedya Dharmawan mengatakan, pihaknya pun telah berkoordinasi dengan Pertamina untuk melakukan pendataan di tingkat pangkalan. Masyarakat yang membeli LPG 3 kg sudah diwajibkan untuk mendaftar dengan menggunakan KTP dan KK.
“LPG 3 kg ini merupakan barang subsidi pemerintah, sehingga pendistribusiannya harus diatur sedemian rupa agar tepat sasaran, sesuai dengan Perpres Nomor 71 tahun 2021,” katanya.
Menurut Boedya, sejauh ini pendataan untuk masyarakat yang berhak menerima subsidi LPG 3 kg telah mencapai 90 persen. Pada tahun 2023 lalu, Jawa Tengah sendiri mendapatkan alokasi LPG 3 kg sebesar 1,116 matrik ton.
“Saat ini pendataan masih terus dilakukan dan sudah mencapai 90 persen dari kuota. Pendaftaran masih dibuka di tingkat pangkalan untuk masyarakat yang belum mendaftar,” ungkapnya.
Boedya mengakui, penyaluran LPG 3 kg di masyarakat masih belum tepat sasaran, karena masih banyak masyarakat mampu yang masih mengkonsumsi komoditas subsidi tersebut. Padahal, sesuai dengan aturan, hanya masyarakat miskin, UMKM, serta sektor pertanian dan peternakan yang terdata berhak untuk mengkonsumsi LPG 3 kg.
“Prinsipnya program ini untuk memastikan distribusi LPG 3 kg sudah sesuai dengan ketentuan. Ini menjadi hal yang penting, dimana pemerintah daeeah akan terus ikut mendampingi Pertamina,” tukasnya.
Boedya memastikan, pengawasan terhadap pendataan juga dilakukan untuk mencegah adanya oknum yang tidak bertanggung jawab yang berperan sebagai calo. Untuk itu, ia berharap masyarakat juga ikut mengawasi jika menemukan adanya penyimpangan.
“Pengawasan oleh masyarakat juga diperlukan. Segera lapor bila ada dugaan penyimpangan agar bisa menjadi bahan evaluasi bagi kami,” tegasnya.
Boedya berharap, dengan adanya pendataan ini maka penyaluran LPG 3 kg ini bisa lebih tepat sasaran. Langkah ini sekaligus memberikan kesadaran kepada masyarakat, khususnya golongan yang mampu untuk beralih mengkonsumsi LPG non subsidi.
“Dengan adanya pendataan ini, konsumen yang tidak masuk kategori diharapkan bisa memahami, sehingga yang tidak masuk kategori bisa sedikit demi sedikit beralih ke LPG non subsidi,” tandasnya.
Terpisah, Pengamat Ekonomi Universitas Negeri Semarang (UNNES), Bayu Bagas Hapsoro, mengapresiasi langkah pembatasan pembelian LPG 3 kg dengan menggunakan KTP dan KK, agar lebih tepat sasaran. Namun demikian, pendataan ini harus dibarengi dengan pengawasan yang lebih intens, agar tidak disalahgunakan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab.
“Harus ada pengawasan, jangan sampai nanti ada yang memanfaatkannya di pasar gelap. Misalnya, data namanya dipakai untuk pembelian LPG 3 kg yang tidak sesuai peruntukkannya,” ujar Bayu.
Bayu juga mengingatkan, agar database pemerintah terkait dengan data masyarakat miskin yang berhak menerima bantuan harus sinkron dengan konsidi riil masyarakat. Pasalnya, selama ini data – data tersebut tidak sesuai dengan keadaan di lapangan, sehingga justru menjadi tidak tepat sasaran.
“Database yang ada juga harus sinkron dengan konsidi riil di masyarakat. Apakah yang terdaftar ini benar – benar mereka yang berhak atau tidak,” tukasnya.
Menurut Bayu, dengan penerepan sistem distribusi yang lebih tepat sasaran, maka diharapkan subsidi untuk energi bisa ditekan dan dialihkan untuk program – program pembangunan yang lebih bermanfaat bagi masyarakat.
“Kata kuncinya adalah menjaga kepercayaan masyarakat, bahwa pengalihan subsidi ini benar – benar dialihkan ke sektor yang lebih penting, seperti infrastruktur, pendidikan dan kesehatan,” ungkapnya.
Selin itu, imbuh Bayu, pemerintah juga harus mendorong produksi gas di dalam negeri, dengan memanfaatkan blok -blok gas yang ada selama ini, agar tidak terlalu bergantung dengan impor. Apalagi saat ini kondisi geopolitik di luar negeri tidak menentu, sehingga bisa memberi pengaruh pasokan gas di dalam negeri.
“Kita masih sekitar 70-80 persen bergantung pada impor dari luar negeri. Jadi, harus dimanfaatkan blok – blok gas di dalam negeri untuk meningkatkan kapasitas produksinya agar bisa dapat gas lebih murah,” pungkasnya.(aln)