Harga Beras Tinggi Belum Beri Kesejahteraan Petani

Para petani Sragen saat panen padi. Foto: ARI SUSANTO /JATENG POS

JATENGPOS.CO.ID,  SRAGEN – Tingginya harga beras di pasaran ternyata belum berdampak pada meningkatnya kesejahteraan petani. Khususnya petani kecil atau petani gurem dengan lahan kurang dari setengah hektar dan buruh tani khususnya di Sragen.

Meski Kabupaten Sragen termasuk lumbung padi di jawa Tengah, Namun banyak petani belum sejahtera. Data sensus pertanian Badan Pusat Statistik (BPS) Sragen pada 2023 lalu menyebutkan, dari jumlah total petani sebanyak 139.838 orang. Lantas terdapat 84, 12 persen adalah petani dengan luas lahan yang sempit atau sebanyak 117.634 petani.

Apalagi saat ini berdasarkan pantauan selama Februari 2024, Harga beras sempat tembus di harga Rp 17 ribu rupiah/kilogram untuk jenis premium. Sedangkan Harga gabah belum sesuai harapan dari petani kecil.

Baca juga:  Mahasiswa Yogyakarta Asal Jateng Minta TPS Istimewa untuk Pilgub

Salah satu petani kecil, Suwarni, 63, warga desa Bener, kecamatan Ngrampal menuturkan bertani adalah satu satunya cara untuk menyambung hidup. Dia bekerja sebagai buruh tani lebih dari 20 tahun dan menggarap sawah di lahan yang sempit.


Namun upahnya yang sedikit tersebut tetap dijalani karena tak ada pilihan. ”Upah buruh tani untuk tanam padi dari pukul mulai 5 pagi hingga 11 siang, dihargai Rp 100 ribu per orang,” ujarnya.

Penghasilannya tidak cukup untuk menghidupi 4 orang dalam keluarganya. Karena harus membeli beras jenis medium seharga Rp 14 ribu/kg dan kebutuhan lainnya.

Dia menuturkan meskipun jika harga gabah saat ini Rp 7.200/ kg, namun warni menilai hal itu belum mencukupi balik modal. Seperti pembelian pupuk non subsidi yang harganya juga cukup tinggi serta obat pembasmi hama.

Baca juga:  Bank BJB Eratkan Sinergi Kuatkan Ketahanan Pangan

Sementara Anggota DPRD Sragen Endro Supriyadi menyampaikan mahalnya harga beras di pasaran tak sebanding dengan nilai harga gabah para petani Sragen. Dia mendapat informasi harga gabah dari petani terus merosot. Mulai dari Rp 8.200 terus turun menjadi Rp 7.200. Padahal beras di pasaran untuk konsumen sangat tinggi, yakni Rp 14- 17 ribu/kg.

Lantas pada musim panen ini, kondisi kualitas beras masa panen ini dirasa bagus dan hasil panen juga tidak mengecewakan. Pihaknya menegaskan situasi ini sama sekali tidak menguntungkan bagi petani maupun konsumen. Dia menduga ada pihak yang mempermainkan harga sehingga selisih nilai yang diterima petani tidak layak.

”Pedagang beras skala kecil pun tidak bisa berbuat banyak. Karena dengan kondisi seperti ini sangat mungkin harga di pasaran dimainkan pihak-pihak tertentu,” ujarnya.

Baca juga:  Pemkab Semarang Resmi Terapkan Tanda Tangan Elektronik

Selain Itu Kuota pupuk juga berkurang pada musim tanam selanjutnya jika pada musim tanam yang lalu atau hasil panen saat ini petani mendapat 3 kwintal pupuk/hektar, lantas pada musim berikutnya hanya 1,6 kwintal. “Situasi jelas kedepan semakin berat untuk petani, dinas terkait harus mencari sumber permasalahan dan mencari solusi. Tidak sekedar berpangku tangan saja,” beber Endro. (ars)