JATENGPOS.CO.ID, SEMARANG – Generasi Z adalah kelompok yang tumbuh dalam era teknologi yang cepat dan beragam. Mereka sering dianggap sebagai generasi yang cerdas, kreatif, dan terhubung secara global. Generasi Z, yang lahir antara tahun 1997 dan 2012 memiliki karakteristik unik, seperti keterampilan digital yang kuat, kreativitas, serta keinginan untuk berkolaborasi dan berkontribusi pada masyarakat.
Secara data dari Korlantas Polri disebutkan bahwa 53% korban terlibat kecelakaan memiliki usia 15 -39 tahun (usia produktif), Dirjen Dukcapil Kementerian Dalam Negeri, Teguh Setyabudi menjelaskan bahwa penduduk usia produktif hingga 30 Juni 2024 mencapai 196.558.195 jiwa, sekitar 69,68 persen dari total penduduk Indonesia.
Dengan jumlah sebanyak itu, Indonesia menjadi adalah salah satu negara yang paling banyak memiliki jumlah penduduk usia produktif. Tahun 2024 generasi Milenial dan generasi Z merupakan proporsi generasi tertinggi di Indonesia sekitar 25,87% dan 27,94% dari penduduk Indonesia. Maka generasi tersebut merupakan penggerak ekonomi di Indonesia kelak.
Penting generasi Z yang mendominasi proporsi itu untuk makin menjaga perilaku berkendara agar terhindar maupun terlibat kecelakaan. Pilihan mobilitas menggunakan sepeda motor masih menjadi pilihan favorit dalam beraktifitas bersekolah maupun berkegiatan ekonomi. Generasi Z, yang lahir di era digital, memiliki karakteristik unik yang mempengaruhi perilaku berkendara mereka di jalan raya.
Beberapa tantangan utama yang mereka hadapi adalah :
– Distraksi Teknologi, ketergantungan pada smartphone menjadi godaan besar. Notifikasi, pesan, dan game seringkali mengalihkan perhatian dari jalan. Penggunaan headset, smartwatch, atau perangkat wearable lainnya juga dapat mengganggu konsentrasi saat berkendara. Konsentrasi adalah segalanya. Ini adalah kunci utama untuk menghindari kecelakaan dan memastikan perjalanan yang aman.
– Persepsi Risiko Rendah, Generasi Z seringkali merasa tidak akan terjadi kecelakaan pada diri mereka. Hal ini membuat mereka kurang waspada dan cenderung mengambil risiko. Kurangnya pengalaman berkendara terutama di usia muda menjadi faktor lain yang membuat mereka kurang memahami potensi bahaya di jalan. Kecelakaan lalu lintas bukan hanya sekadar peristiwa yang menimbulkan kerugian materi dan fisik, tetapi juga memiliki dampak jangka panjang yang sangat signifikan.
– Tekanan Sosial Media, yaitu dorongan untuk mengunggah konten menarik di media sosial, seperti video saat berkendara yang melakukan aksi berbahaya termasuk kecepatan tinggi. Kecenderungan untuk meniru perilaku terutama yang dianggap keren atau populer karena menentang bahaya dapat mendorong perilaku yang tidak aman. Selalu periksa kebenaran informasi yang diperoleh dari media sosial sebelum mempercayainya. Gunakan nalar dan akal sehat serta berbagai sumber terpercaya untuk memverifikasi.
– Kurangnya Kesadaran Akan Konsekuensi, Generasi Z cenderung lebih fokus pada kesenangan saat ini daripada memikirkan konsekuensi jangka panjang dari tindakan mereka. Dan mereka mungkin belum sepenuhnya menyadari betapa seriusnya dampak kecelakaan lalu lintas, baik bagi diri sendiri maupun orang lain. Mulai membudayakan keselamatan sebagai yang utama untuk melindungi perjalanan masa depan.
– Pendidikan lalu lintas yang kurang menarik serta tidak mengikuti perkembangan digital dianggap isinya tidak lagi relevan bagi Generasi Z. Mengembangkan minat belajar yang lebih luas sangat perlu dilakukan untuk menambah wawasan dan ilmu dari berbagai sumber.
“#Cari_Aman adalah salah satu inisiatif Honda berkampanye dengan tujuan meningkatkan kesadaran generasi Z akan pentingnya keselamatan berkendara dengan menggunakan bahasa yang sesuai dengan minat generasi Z, serta memiliki arti tentang proses menemukan keselamatan itu sendiri,” pungkas Oke Desiyanto Senior Instruktur Safety Riding Astra Motor Jawa Tengah.(aln)