JATENGPOS.CO.ID, SEMARANG – Tampil dalam acara Suluk Senen Pahingan edisi ke-35 yang digelar di Joglo Pondok Pesantren Al-Itqon Bugen, Semarang, Sujiwo Tejo mengomentari berbagai isu aktual.
Selain itu, Budayawa nyentrik itu, juga me ngomentari peristiwa yang menimpa grup punk Sukatani yang mendapat intimidasi usai mengkritik institusi kepolisian.
Dengan humor khasnya, Ia juga mengajak audiens berefleksi tentang pertanyaan mendasar dalam kehidupan, yaitu “Siapa sebenarnya aku?”
“Kita bertanya pada pemimpin di Jakarta, kita ini siapa dan mau ke mana? Tetapi jawabannya justru hal-hal pragmatis, seperti bantuan sosial dan makan gratis,” sindirnya.
Lebih lanjut, Sujiwo menekankan pentingnya memahami ajaran agama secara holistik.
“Kalau salat benar-benar dijalankan dengan baik, otomatis negeri ini akan baik. Artinya, kalau saya ada di forum ini, saya mendengarkan dengan sepenuh hati. Itu cara salat saya,” ujarnya.
Dalam acara yang mengusung tema “Seni, Politik, dan Moral Kebangsaan” serta juga menghadirkan Rektor Universitas Semarang (USM) Supari Priambodo.
Sebagai forum diskusi Ngaji Selapanan Bareng Mbah Ubaid ini mengupas berbagai isu dari berbagai perspektif, Suluk Senen Pahingan kembali menarik perhatian ratusan jamaah yang hadir.
Rektor USM, Supari Priambodo, dalam paparannya menyoroti dua permasalahan utama yang dihadapi bangsa ini, yakni soal kebenaran dan kemandirian.
Ia menungkapkan keprihatinannya terhadap dunia pendidikan. Hanya sekitar 30 persen mahasiswa yang benar-benar menjalani proses perkuliahan dengan sungguh-sungguh.
“Dari empat mahasiswa, hanya satu yang benar-benar kuliah dan memahami konsep benar secara ilmiah,” katanya.
Ia juga menyoroti rendahnya kemandirian bangsa dalam bidang ekonomi, di mana masyarakat lebih bangga menggunakan produk asing dibandingkan produk dalam negeri.
“Kita bangga bisa berkomunikasi dengan orang lain, tapi alat komunikasinya produk luar negeri. Kita lebih suka mengimpor daripada menciptakan produk sendiri. Kita justru menjadi pasar bagi negara-negara maju,” tambahnya.
Selain dua narasumber, KH Ubaidullah Shodaqoh sebagai sohibul bait, menegaskan bahwa keberadaan manusia di dunia ini merupakan nikmat yang harus disyukuri.
“Setiap manusia memiliki potensi untuk naik ke alam spiritual yang lebih tinggi. Dan seluruh eksistensi manusia itu semata-mata karena cintanya Allah kepada makhluk-Nya,” ujarnya.
Ia juga menambahkan bahwa taufik dan hidayah akan diperoleh setiap insan sesuai dengan amal dan perbuatannya.
Suluk Senen Pahingan sendiri merupakan acara rutin yang diinisiasi oleh komunitas Santri Bajingan, sebuah kelompok pengajian yang dibimbing oleh KH Sholahudin Shodaqoh.
Nama “Santri Bajingan” merupakan akronim dari “Bar Ngaji Mangan”, yang berarti setelah mengaji, kegiatan ditutup dengan makan bersama.
Acara ini telah memasuki tahun keempat dan terus menghadirkan narasumber kompeten dari berbagai bidang, seperti Harjanto Halim, Fathul Wahid, Soesilo Toer, hingga KH Ahmad Mustofa Bisri. (ucl)