JATENGPOS.CO.ID, KUDUS – Sebuah makam keramat yang berada di Kabupaten Kudus, Jawa Tengah ini menyimpan cerita cinta terlarang putri Sunan Muria dengan muridnya. Makam itu terdiri dari Raden Ayu Dewi Nawangsih dan Raden Bagus Rinangku. Lalu bagaimana ceritanya?
Makam Raden Ayu Dewi Nawangsih dan Raden Bagus Rinangku berada di Dukuh Masin Desa Kandangmas Kecamatan Dawe. Lokasinya berjarak sekitar 17 kilometer atau ditempuh dengan berkendara selama 28 menit dari pusat Kota Kudus.
Lokasi makam berada di atas perbukitan di Desa Kandangmas. Di lokasi terlihat masih rimbun dengan pepohonan yang menjulang tinggi. Sesampai di lokasi pintu masuk makam, pengunjung harus berjalan kaki sejauh 200 meter untuk naik di perbukitan tempat makam Raden Ayu Dewi Nawangsih dan Raden Bagus Rinangku.
Juru kunci makam, Anas Lirianto menuturkan di makam itu ada dua tokoh yang cukup dikenal oleh masyarakat luas. Kedua tokoh itu adalah Raden Ayu Dewi Nawangsih dan Raden Bagus Rinangku. Raden Ayu Dewi Nawangsih merupakan putri dari Sunan Muria. Sedangkan Raden Bagus Rinangku merupakan putra Sultan Agung dari Kerajaan Mataram.
“Di sini ada makam Raden Ayu Diah Nawangsih dan Raden Bagus Rena, dua makam saja. Kalau Raden Ayu Nawangsih ini adalah merupakan putra dari Sunan Muria, kalau Raden itu trah dari Kerajaan Mataram,” ujar Anas saat ditemui selepas acara seribu ingkung di lokasi, belum lama ini.
Anas menjelaskan ada cerita secara turun temurun yang hingga sekarang masih dipercaya oleh masyarakat luas. Terutama terkait dengan kisah cinta terlarang antara Raden Ayu Dewi Nawangsih dan Raden Bagus Rinangku.
Konon ceritanya sosok Raden Ayu Dewi Nawangsih memiliki paras wajah yang cantik. Kecantikannya kemudian membuat murid Sunan Muria, Raden Bagus Rinangku jatuh cinta.
“Dulunya Raden Bagus itu mencari ilmu kepada Sunan Muria sampai ketemulah Raden Ayu di sana,” jelas Anas.
Anas mengatakan kedua sosok tersebut kemudian saling jatuh cinta. Namun Raden Ayu ternyata sudah dijodohkan ayahnya Sunan Muria dengan seorang kiai bernama Kiai Cibolek. Hubungan Raden Ayu dengan Raden Bagus ternyata tidak direstui oleh Sunan Muria.
“Raden Ayu itu sudah dijodohkan yang namanya Kiai Cibolek sama Sunan Muria itu, jadi hubungan Raden Ayu dan Raden Bagus itu tidak direstui,” ungkapnya.
Lanjut Anas, suatu ketika Raden Bagus disuruh untuk menjaga padi Sunan Muria. Namun padi yang dijaga habis dimakan burung dan diketahui oleh Sunan Muria. Raden Bagus berupaya untuk menutupi kejadian tersebut dan mengatakan kepada Raden Ayu. Dia mempercayainya.
Lalu Raden Ayu mengatakan kepada ayahnya bahwa padi tidak dimakan burung. Lantas Sunan Muria tidak begitu saja percaya. Singkat cerita konon Sunan Muria murka dan melepaskan busur panah kepada Raden Bagus, karena telah berbohong. Saking cinta kepada Raden Bagus, kemudian Raden Ayu menimpangi busur panah yang berada di badannya. Hingga terjadi insiden meninggal bersama-sama di Dukuh Masin Desa Kandangmas.
“Intinya Raden Bagus ini disuruh menjaga padinya Sunan Muria, karena ternyata Raden Ayu itu tresno (atau) suka, nyusul ke sini ke tempat ini. Sampai terjadi insiden Raden Bagus meninggal di sini bersama Raden Ayu di sini,” ceritanya.
Hingga saat ini, kata Anas masih banyak warga yang datang untuk berziarah di makam tersebut. Biasanya makam dibuka untuk berziarah setiap hari Rabu, Kamis, dan Jumat. Anas menjelaskan tidak ada pantangan bagi warga yang berkeinginan untuk datang di Makam Raden Ayu Dewi Nawangsih dan Raden Bagus Rinangku.
“Yang jelas kalau ke sini bawa bunga, karena itu simbol yang baik. Ke sini tidak menemui siapa-siapa, tetapi menemui wali, kita mendoakan wali, harus bawa bunga. Karena penting sekali itu,” kata Anas.
Menurutnya warga yang datang ke makam tersebut berkeinginan untuk dimudahkan rezeki hingga dimudahkan mendapatkan jodoh. “Semuanya sama mesti pengin rezekinya lancar, pengin mudahkan jodoh. Intinya itu lah,” ucap Anas.
Anas menambahkan di kawasan makam terdapat banyak pohon. Meski demikian warga tidak berani ada yang mengambil batang atau ranting pohon. Dia menceritakan dulu ada orang yang mengambil ranting pohon, kemudian mengalami sakit hingga terkena gangguan jiwa.
“Pohon jati memang bukan mitos lagi ya, karena memang banyak kejadian yang membawa ranting atau apa ya ujung-ujungnya dikembalikan lagi. Berbagai kejadian yang negatif, sakit, gila, karena memang di sini tidak boleh untuk dikeluarkan di sini. Memang untuk kebutuhan bangunan di sini saja. Masjid di kampung pun tidak boleh, kalau tumbang kita singkirkan, tata di pinggir, tidak pernah kita pakai kecuali untuk bangunan di sendiri sini,” urai Anas. (dtc/tm)