Ajudan Setnov Mangkir Panggilan KPK

JATENGPOS.CO.ID, JAKARTA – Reza Pahlevi, ajudan Setya Novanto tidak memenuhi panggilan KPK diperiksa sebagai saksi tindak pidana dengan sengaja mencegah, merintangi atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan dugaan tindak pidana korupsi proyek KTP elektronik atas tersangka Setya Novanto.

“Telah dilakukan koordinasi dengan Kadivpropam, waktu dan tempat pemeriksaan akan dijadwal ulang oleh penyidik,” kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Jakarta, Senin.

Untuk pemanggilan pada Senin, KPK sendiri juga telah menyampaikan surat ke Kapolri up Kadivpropam terkait pemeriksaan Reza tersebut.

Sebelumnya, Reza yang juga anggota Reserse Mobil (resmob) Polda Metro Jaya itu tidak memenuhi panggilan KPK pada Rabu (10/1).


Baca juga:  Kolaborasi Masyarakat dan Pemerintah Harus Diwujudkan dalam Menghadapi Bencana

KPK telah menetapkan advokat Fredrich Yunadi yang juga mantan kuasa hukum Setya Novanto dan dokter RS Medika Permata Hijau Bimanesh Sutarjo sebagai tersangka terkait kasus itu pada Rabu (10/1).

Untuk diketahui, Reza juga telah dicegah ke luar negeri selama 6 bulan ke depan terhitung sejak 8 Desember 2017 untuk penyidikan kasus tersebut.

Reza juga diketahui ikut dalam mobil saat peristiwa kecelakaan lalu lintas yang menimpa Setya Novanto pada 16 November 2017.

Fredrich dan Bimanesh diduga bekerja sama untuk memasukan tersangka Setya Novanto ke Rumah Sakit untuk dilakukan rawat inap dengan data-data medis yang diduga dimanipulasi sedemikian rupa untuk menghindari panggilan dan pemeriksaan oleh penyidik KPK.

Baca juga:  Tekan Stunting, BKKBN Buat Program Keluarga Berencana Rumah Sakit

Keduanya pun telah resmi ditahan KPK untuk kepentingan penyidikan selama 20 hari ke depan.

Bimanesh terlebih dahulu ditahan sejak Jumat (12/1) malam di Rutan KPK Cabang Pomdam Jaya Guntur.

Sedangkan Fredrich ditahan sejak Sabtu (13/1) siang di Rutan Negara Klas I Jakarta Timur Cabang Rutan KPK.

Atas perbuatannya tersebut, Fredrich dan Bimanesh disangkakan melanggar Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Pasal tersebut mengatur mengenai orang yang sengaja mencegah, merintangi atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang terdakwa dalam perkara korupsi dapat dipidana maksimal 12 tahun dan denda paling banyak Rp600 juta. (drh/ant)

Baca juga:  Diselundupkan via Laut, Bareskrim Sita 38 Kg Sabu Asal Malaysia