Anak Pasutri Tuna Netra Ditolak PPDB, Zainal Petir : Pemprov Tidak Peka! 

TIDAK PEKA: Zainal Abidin Petir Penasehat Ikatan Tuna Netra Muslim Indonesia (ITMI) di tengah keluarga Vita Azahra anak pasutri tuna netra yang di tolak mendaftar PPDB jalur afirmasi. FOTO : DOK/JATENG POS

JATENGPOS. CO. ID, SEMARANG – Menanggapi adanya peserta didik bernama Vita Azahra (15), anak dari pasutri penyandang disabilitas tunanetra di Kota Semarang yang ditolak saat mendaftar sistem PPDB lewat jalur afirmasi, Penasehat Ikatan Tuna Netra Muslim Indonesia (ITMI) Kota Semarang, Zainal Abidin Petir, menilai Pemerintah Provinsi Jawa Tengah kurang peka dan kurang tanggap atas persoalan yang dihadapi peserta didik tersebut.

Padahal keluarga Vita tergolong warga miskin dan sudah masuk dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS). Namun, tidak bisa mendaftar PPDB SMA negeri.

“Kami merasa prihatin mendengar kabar tersebut, bahwa ada peserta didik dari pasutri penyandang disabilitas tunanetra dari keluarga miskin di Kota Semarang ditolak saat mendaftar sistem PPDB lewat jalur afirmasi,” katanya saat di hubungi JATENG POS melalui telpon selular, Jumat (5/7).

Diketahui bahwa Vita tidak bisa mendaftar PPDB SMA negeri lewat jalur afirmasi karena keluarganya tergolong miskin kategori P4 (rentan miskin). Dalam DTKS sendiri, ada beberapa kategori keluarga miskin.
Namun yang masuk dalam sistem PPDB jalur afirmasi hanya tiga, yaitu P1 (miskin ekstrem), P2 (sangat miskin), dan P3 (rentan miskin). Sedangkan keluarga Vita kategori P4, sehingga tidak terdaftar dalam sistem PPDB.

“Berdasarkan kondisi keluarga, mulai dari aspek kesehatan, pekerjaan, tempat tinggal, dan ekonomi, keluarga Vita seharusnya bisa tergolong kategori P1 (miskin ekstrem), bukan P4 (rentan miskin). Selaku penasehat ITMI Kota Semarang sangat prihatin atas keteledoran dan ketidakcermatan petugas verifikasi dan validasi, mulai dari Kelurahan hingga Kementerian Sosial,” papar Zainal.

Menurutnya, pemerintah kurang cermat dan teliti saat mendata keluarga miskin. Seharusnya data DTKS diperbaiki secara rutin dan sepanjang waktu.
“Hal ini berdampak pada hak-hak atau pelayanan publik yang didapatkan. Sehingga warga yang mestinya kategori ekstrim miskin atau P1 tidak masuk kategori. Jadi peserta didik (Vita) tidak bisa diterima di sekolah negeri karena ketika daftar lewat jalur afirmasi tidak bisa ngeklik (masuk) di aplikasi pendaftaran,” jelasnya.

Dari masalah tersebut, ia sudah menyampaikan kepada Dinas Pendidikan dan Dinas Sosial Provinsi Jawa Tengah.

“Kami berharap bahwa Vita yang merupakan anak pasutri disabilitas dan tergolong tidak mampu ini bisa melanjutkan pendidikan di SMA negeri,” tandasnya.
Lanjut Zainal, Disdikbud Jateng, mestinya sesuai aturan, instrumen yang harus digunakan klasifikasi di DTKS bahwa keluarga pasutri Pak Warsito dan Ibu Umi (orang tua Vita) yang belum punya rumah (masih ngontrak) itu harus masuk ekstrem miskin atau P1.

“Saya berharap agar Dinas Sosial memperbaiki data DTKS keluarga Vita dan Dinas Pendidikan memberi kesempatan agar Vita bisa melanjutkan pendidikan di SMA negeri,” harapnya.

Zainal Abidin Petir juga menyoroti carut-marut pendataan keluarga tidak mampu. Terkadang, pemerintah tidak memasukkan orang miskin dalam DTKS karena malu dan tidak mau mengakuinya.

“Saya minta wali kota, bupati, gubernur, jangan sampe malu, jangan sampe memerintahkan kepada kelurahan atau desa, kalau warga itu miskin, ya sudah tulis miskin saja, tulis apa adanya kondisi warganya yang memang menjadi tanggung jawab pemerintah,” tutup Zainal Petir. (ucl/jan)