Lampiran Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI No. 65 Tahun 2013 tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah telah dirumuskan. Proses pembelajaran tersebut, diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, dan memotivasi peserta didik. Guru hendaknya mendorong peserta didik untuk berpartisipasi aktif. Selain itu, juga memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik.
Kenyataan di lapangan, pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) pada umumnya secara konvensional yaitu dengan ceramah. Peserta didik pasif, hanya mendengarkan saja dan mencatat hal-hal yang dianggap penting. Sehingga peserta didik kurang antusias, ngantuk, bahkan ada yang main sendiri. Akibatnya terjadi kebosanan dan merasa jenuh, belajar tidak lagi nyaman. Lebih parah lagi belajar menjadi siksaan atau seakan-akan menjadi hukuman. Selain aktivitas belajar kurang menggembirakan, akibat lain, hasil belajar tidak optimal, dan peserta didik tidak faham atas ilmu yang didapat. Oleh karena itu, diperlukan model pembelajaran yang aktif, efektif dan menyenangkan agar peserta didik menjadi lebih termotivasi dan kompetensi belajar terpenuhi. Alternatif model pembelajaran tersebut adalah Problem Based Learning
Problem Based Learning (PBL) atau Pembelajaran Berbasis Masalah menurut Moffit (Depdiknas, 2002:12) merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajar tentang berpikir kritis dan keterampilan memecahkan masalah serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensi dari materi pelajaran. PBL merupakan pembelajaran yang penyampaiannya dilakukan dengan cara menyajikan suatu permasalahan, mengajukan pertanyaan-pertanyaan, memfasilitasi penyelidikan, dan membuka dialog. Permasalahan yang dikaji hendaknya merupakan permasalahan kontekstual yang ditemukan oleh peserta didik dalam kehidupan sehari-hari. Permasalahan harus dipecahkan dengan menerapkan beberapa konsep dan prinsip yang secara simultan dipelajari dan tercakup dalam kurikulum mata pelajaran. (Ridwan Abdullah Sani, 2016:140).
Pengalaman penulis, ketika menerapkan PBL di kelas XI IPS 1 SMA MTA Surakarta dengan materi hormati dan sayangi orang tua dan gurumu sangat mengesankan. Peserta didik aktif mengeluarkan pendapatnya dalam kelompok. Mereka aktif berpikir, kreatif dan bekerja sama. Selanjutnya, ketika presentasi mereka berani untuk tampil. Sementara, yang mendengarkan penuh perhatian dan menanggapi.
Adapun langkah-langkah pembelajaran PBL sebagai berikut: fase pertama, memberikan orientasi permasalahan kepada peserta didik. Guru membahas tujuan pembelajaran, memaparkan kebutuhan logistik untuk pembelajaran, memotivasi peserta didik untuk terlibat aktif. Fase kedua, mengorganisasikan peserta didik untuk penyelidikan. Kegiatan yang dilakukan guru adalah membantu peserta didik dalam mendifinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar/penyelidikan untuk menyelesaikan masalah. Fase ketiga, pelaksanaan investigasi. Guru mendorong peserta didik untuk memperoleh informasi yang tepat, melaksanakan penyelidikan, dan mencari penjelasan solusi. Fase keempat, mengembangkan dan menyajikan hasil. Upaya yang dilakukan guru adalah membantu peserta didik merencanakan produk yang tepat dan relevan, seperti laporan, rekaman video, dan sebagainya untuk keperluan penyampaian hasil. Fase kelima, menganalisis dan mengevaluasi proses penyelidikan. Guru harus membantu peserta didik melakukan refleksi terhadap penyelidikan dan proses yang mereka lakukan. (Ridwan Abdullah Sani, 2016:139-140).
PBL menjadikan peserta didik aktif berpikir, bekerja sama, berani untuk tampil, mengemukakan pendapat, dan terbentuknya rasa percaya diri, serta bertanggung jawab. PBL bukan hanya mapel PAI, tetapi dapat diterapkan oleh guru yang lain sebagai alternatif untuk mengatasi kepasifan peserta didik dalam belajar.
Oleh :
Drs. R. Muh. Wasita Lelana
Guru PAI SMA MTA Surakarta