JATENGPOS.CO.ID, SAMARINDA – Bank Indonesia menegaskan bahwa anggapan sebagian masyarakat soal peredaran uang palsu yang cenderung meningkat saat momentum pemilihan umum atau pemilihan kepala daerah adalah tidak benar dan tidak ada relevansinya.
“Ada yang bilang kalau saat pilkada banyak uang palsu (upal) beredar, itu sebenarnya sama sekali tidak ada relevansinya,” kata Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kalimantan Timur Muhammad Nur pada acara Diseminasi Kajian Ekonomi Keuangan Regional di Samarinda, Selasa.
Menurut ia, bisa jadi oknum pelaku peredaran uang palsu memang baru menemukan atau mendapatkan mesin cetak uang dan mengedarkannya bertepatan saat momen pilkada.
“Ya, masyarakat mesti waspada dengan hal ini, tapi juga tidak usah dikait-kaitkan,” tambahnya.
Yang jelas, tambah Muhammad Nur, momentum pilkada sedikit banyak mempengaruhi kegiatan ekonomi masyarakat, termasuk Kaltim yang tahun ini juga menyelenggarakan pemilihan gubernur-wakil gubernur serentak bersama 170 daerah lainnya di Indonesia.
“Peredaran uang saat pilkada ada kenaikan, untuk pembelian sembako, bahan kampanye seperti kaos sablon dan keperluan lainnya,” ujarnya.
Beberapa waktu sebelumnya, Kepala Divisi Sistem Pembayaran Pengedaran Uang Rupiah Kantor Perwakilan BI Kaltim I Nyoman Ariawan Atmaja mengungkapkan, peredaran uang palsu di Kaltim mengalami penurunan sepanjang 2017.
“Tahun 2017 Bank Indonesia Perwakilan Kaltim menemukan sebanyak 470 lembar uang palsu. Jumlah ini menurun sekitar 36,7 persen dibandingkan tahun sebelumnya sebanyak 743 lembar,” katanya.
Ariawan merinci, pecahan Rp100.000 menjadi uang yang paling banyak dipalsukan sepanjang 2017 dengan temuan sebanyak 283 lembar, disusul pecahan Rp50.000 sebanyak 182 lembar, sementara pecahan lain di bawahnya hanya ditemukan masing-masing satu lembar.
“Kami terus berupaya mengedukasi masyarakat mengenai keaslian rupiah, sebab jika masyarakat semua berhati-hati dan semua bisa membedakan mana uang palsu atau asli, semua pasti aman,” ujarnya. (drh/ant)