29.5 C
Semarang
Selasa, 12 Agustus 2025

Kiprah Aktivis Perempuan Muda Uyghur Melawan Genosida

JATENGPOS.CO.ID,  – Hingga kini nasib etnis Muslim Uyghur masih memprihatinkan dan miris. Penderitaan, penindasan, dan pengebirian hak-hak asasi mereka terima setiap hari. Mereka membutuhkan perlindungan, advokasi, kesetaraan, dan jaminan untuk menjalankan aktifitas pada kehidupan sehari-hari yang damai dan tenteram.

Tergerak dan peduli berjibaku memperjuangkan nasib etnis Uyghur, Aktivis Pembela Hak-hak Asasi Uyghur Huriye Emin getol membangun jejaring, menyuarakan suara perdamaian, dan kesetaraan hak asasi.

Berikut wawancara eksklusif dan mendalam bersama Aktivis Pembela Hak-hak Asasi Uyghur Huriye Emin.

Coba ceritakan sedikit diri Anda dan kapan datang di Turki?

Saya datang ke Turki pada tahun sekitar 2016, sebelumnya saya tinggal di Kashgar, Turkistan Timur dan belajar di sana. Sudah 6 tahun sejak saya datang. Saya belajar Teologi di Bursa, Turki.

Apa pendapat Anda tentang Seminar Pelatihan Peningkatan Kapasitas untuk Aktivis Muda Uyghur yang diadakan di Bursa, Turki pada waktu lalu? 

Saya menghadiri seminar ini dua kali. Pertama di Istanbul dan berikutnya di Bursa. Seminar yang di Bursa lebih bagus karena guru-gurunya berasal dari luar negeri. Mereka berbicara dengan bahasa asing (Bahasa Inggris), mereka menerjemahkan untuk peserta yang tidak memahami, itu sangat menyenangkan. Topiknya juga bagus, saya belajar banyak dari sana tentang perjuangan kami di Turkistan Timur.

Pengetahuan Apa yang Anda dapatkan? 

Mereka mengajari kami bagaimana membela hak asasi manusia dan bagaimana kami dapat membuat suara kami didengar. Kami berbicara tentang bagaimana orang-orang sebelum kami menangani kasus ini, cara apa yang mereka ambil. Selain itu juga memberi tahu kami apa yang bisa kami lakukan.

Setelah itu, kami belajar tentang pelatihan yang diadakan di Jerman, kami membentuk beberapa kelompok di sana. Kami berkomunikasi untuk melihat apa yang bisa kami lakukan dan melanjutkan pelatihan ini.

Apa usaha advokasi hak asasi manusia yang Anda lakukan saat ini?

Kami berusaha untuk membela hak-hak anak kecil Uyghur karena mereka yang di Turkistan Timur hanya diajarkan bahasa Tiongkok, jadi kami mencoba melakukan sesuatu agar mereka dapat belajar bahasa dan sejarah mereka sendiri sehingga budaya bangsa kami dapat berlanjut. Kami juga memberi tahu anak-anak kecil Uyghur yang berada di Turki tentang sejarah kami. Kami lahir di sana, kami tahu segalanya, tetapi mereka ini tidak lahir di sana.

Jadi anak-anak itu tidak lahir di sana (Turkistan Timur)?

Orang-orang Uyghur yang datang ke Turki hingga tahun 2016, mereka lahir dan besar di sana (Turkistan Timur), tetapi setelah tahun 2016 mereka mulai lahir di Turki. Misalnya, ada anak Uyghur yang duduk di sekolah dasar di Turki selalu berbicara bahasa Turki. Kami terus mengajari mereka bahasa Uyghur dan sejarah kami sendiri, agar mereka tahu dan bisa melanjutkan perjuangan setelah kami.

Apakah Anda melakukan advokasi itu di sini (di Turki)?

Ya, ada kursus pelatihan di Turki. Ada juga yayasan Uyghur, ada sekolah Uyghur di Istanbul, juga di Kanada. Pelatihan terus berlanjut.

Apa saja keberhasilan advokasi Anda?

Keberhasilan kami adalah bagaimana kami dapat membuat suara kami semakin didengar. Ketika saya datang pada tahun 2016, banyak orang tidak tahu tentang Turkistan Timur. Kami mencoba membuat suara kami didengar melalui aksi protes untuk tidak tinggal diam terhadap penganiayaan, sehingga lebih banyak orang Turki dapat mengenali orang-orang Uyghur. Sekarang kebanyakan orang mulai tahu (tentang Uyghur). Ketika menyebut Uyghur, orang Turki mengenalinya. Mereka tahu tentang penganiayaan yang terjadi di sana, bahwa orang Uyghur berada di bawah tekanan Tiongkok.

Sebagai mahasiswi, khususnya sebagai wanita Muslim, tantangan apa yang Anda temui selama proses advokasi hak asasi manusia? 

Saya sedang belajar di sekolah menengah pada tahun 2014 di Turkistan Timur. Saat itu, saya mengenakan hijab ketika pergi ke sekolah. Ketika saya pergi ke sekolah, guru kami selalu marah, “Mengapa Kamu memakai hijab? Jangan memakai hijab ke sekolah.” Itu sangat menyedihkan, aku tidak tahu mengapa. Maksudku, apa yang mengganggu mereka dengan hijab kami? Itu semakin sulit dan sulit. Mereka melarang memakai gamis. Itu adalah hal yang sangat sulit bagi seorang perempuan Muslim.

Oleh karena itu, saya rasa harus ada hukum yang mengizinkan orang untuk memiliki dan hidup sesuai agamanya masing-masing. Kami tidak bisa melakukan itu di Turkistan Timur, jadi kami datang ke Turki untuk bisa hidup sesuai agama kami. Itu sebabnya kebanyakan perempuan Uyghur yang datang ke Turki, berhijab dan belajar Teologi Islam, sesuatu yang mereka tidak bisa lakukan di negara mereka sendiri.

Baca juga:  Siswa SMAN 2 Purwokerto Ikuti Simulasi PTM di Hari Pertama

Saya belajar di Turkistan Timur sampai SMP saja, karena SMA di Turkistan Timur diwajibkan asrama. Mereka (anak-anak Uyghur) dipidah dari orang tua dan dilarang berpuasa. Mereka yang merahasiakannya (berpuasa) tentu dapat menjaganya. Tapi sebenarnya pihak sekolah tidak mengizinkan mereka untuk berpuasa. Mereka dipaksa untuk minum air. Pihak sekolah mengawasi waktu sahur untuk melihat siapa saja yang melakukan sahur. Mereka yang melakukannya akan dikeluarkan dari sekolah. Itu sebabnya saya hanya bisa belajar sampai SMP. Kemudian saya datang ke Turki, melanjutkan SMA di sini.

Tentu saja, pertama kali mereka melakukan (penindasan) itu, saya berkata, “Mengapa hijab Saya mengganggu Anda?” kataku. Dia berkata, “Ini adalah hukum kita. Kamu tidak bisa datang ke sekolah mengenakan hijab. Sekolah punya seragamnya sendiri. Sedangkan hijabmu tidak ada di seragam kita,” jawabnya. Kami tidak bisa berbicara karena tekanan agama semakin meningkat. Ketika ada sesuatu yang berhubungan dengan agama, mereka akan langsung memenjarakan kami. Anak-anak yang belajar agama biasanya ditahan selama 2-3 hari, maka dari itu sekarang mereka mewajibkan SMA berasrama.

Guru-guru di sekolah kami ada orang Tiongkok. Sayangnya, (guru yang meminta saya membuka hijab) adalah orang Uyghur, karena mereka terpaksa melakukannya. Tentu saja, kami juga memiliki guru yang baik. Mereka berkata, “Pakailah hijabmu sampai depan sekolah, tapi sampai di sini, tolong lepas.” Kami biasa memakainya sampai depan kamera, lalu kami lepas saat memasuki sekolah.

Bagaimana perjalanan keberhasilan Anda? Bisakah Anda membagikan pengalaman Anda?

Ketika saya datang ke Turki, tentu saja karena ini adalah negara demokrasi, saya bisa memakai hijab seperti yang saya mau. Saya bahkan bisa menutupi wajah saya. Jika saya menutupinya, tidak ada yang mengatakan apa-apa tentang itu. Mereka melihatnya dengan hormat. Tentu saja karena itu juga agama mereka.

Saya belajar di SMA Imam Hatip dan saya belajar Al-Qur’an di sana. Saya datang ke Turki dan belajar membaca Al-Qur’an. Saya mengikuti kursus Quran dan bahasa Arab. Saya bisa melakukan semua itu di Turki, untuk itu lebih mudah menjalankan agama saya di Turki.

Bagaimana Anda membentuk grup jejaring sosial sebagai pemimpin setelah pertemuan di Bursa?

Setelah pertemuan itu, kami membuat berbagai keputusan. Kami juga menyadari kekurangan kami sebagai generasi muda. Kami membuat berbagai grup di Whatsapp.

Misalnya, ada orang Turkistan Timur yang tumbuh di sini. Bahasa Uyghur mereka sedikit bermasalah. Mereka mengerti, tetapi mereka berbicara dengan aksen. Kami membuat kelompok bahasa ibu untuk memperbaiki kemampuan bahasa mereka. Kemudian kami membuat kelompok sejarah untuk mempelajari sejarah kami sendiri secara menyeluruh.

Kami juga membuat kelompok filosofi. Dan tentu saja, karena konferensi dilangsungkan dalam bahasa Inggris, kami juga membuat kelompok bahasa Inggris. Dengan begitu pelatihan kami berlanjut. Kami juga memiliki pembimbing di setiap kelompok. Jika terjadi sesuatu, kami bisa berkomunikasi dengan mereka. Tentu saja kami juga memiliki akun media sosial di Instagram, Facebook, dan Twitter.

Misalnya, ada Pembantaian Urumqi 5 Juli silam. Kami memperingati 5 tahun peristiwa dengan pergi ke konsulat Tiongkok untuk memprotes dan meminta membebaskan orang-orang Uyghur di sana dan berhenti melakukan kekejaman. Kami membagikan semua ini di media sosial sehingga lebih banyak orang tahu dan ikut berpartisipasi.

Bagaimana Anda menyampaikan pesan advokasi hak asasi manusia Anda kepada politisi dan organisasi hak asasi manusia internasional? Apa saja usaha advokasi yang berhasil?

Kami memiliki surat kabar sendiri dan menerbitkan berita di sini (Turki). Di Turkistan Timur kami tidak bisa melakukannya karena akses komunikasi sangat terbatas, internet tidak berfungsi, dan tidak ada Instagram.

Berita kami diterbitkan secara luas di Turki, Amerika, Kanada, dan Jerman. Mereka banyak protes di sana. Ini adalah cara membuat suara kami didengar. Beginilah cara Asosiasi Internasional menyebarkan berita. Kami juga membagikannya di akun media sosial kami sendiri untuk menjangkau lebih banyak orang. Banyak orang mengenal kami melalui akun media sosial kami. Yayasan IHH dan yayasan lainnya di Turki sangat mendukung kami.

Semakin suara kami didengar, semakin banyak yang mendukung kami, itulah yang kami liat sebagai keberhasilan. Jadi, kami mencoba membuat suara kami lebih didengar lagi di media sosial dan televisi.

Baca juga:  Jangkau 630 Anak Berisiko Stunting, Nestlé Indonesia Intervensi Gizi Anak Usia Dini

Kami meminta izin dari berbagai pihak untuk protes. Selama mereka mengizinkannya, kami akan melakukan aksi protes. Beberapa kali izin kami ditolak. Ada orang-orang yang menekan kami, mengatakan, ”Jangan lakukan lagi”.

Ada pembantaian Gulca. Ada beberapa perempuan di sana. Mereka berjuang untuk ayahnya. Ada yang berkata, “Jangan berkumpul lagi.” Ada juga video yang tersebar luas di tahun ini. Saya tidak tahu persis di mananya. Ada kakek berusia 80 tahun yang melakukan aksi protes malah diberhentikan oleh polisi dan mengatakan, “jangan lakukan lagi.” Tapi kami terus melakukannya untuk membuat suara kami lebih didengar.

DI universitas juga kami mengadakan berbagai kegiatan. Kami membuat stand dan mengatur meja kami sendiri di sana. Kami memberikan informasi kepada para pengunjung. Kami membagikan buku informasi.

Saya merupakan perwakilan perempuan Turkistan Timur untuk Yayasan Pelajar Internasional di Bursa. Saya mencoba menjelaskan di setiap konferensi yang saya datangi. Kami selalu berbicara tentang apa yang kami pelajari dan bagaimana perasaan kami, bahkan di sekolah. Begitu terus sepanjang waktu, meskipun satu per satu.

Saya menjelaskan ketika saya masih di SMA. Teman-teman SMA saya tidak tahu Turkistan Timur. SMA saya di Istanbul jauh dari pusat kota. Tidak ada orang asing di sekolah saya. Satu-satunya orang asing di sana adalah saya, dari Turkistan Timur. Itu sebabnya mereka tidak tahu.

Saya membuat suara saya terdengar di sana, saya memberitahu mereka, saya menceritakan tentang kekejaman di sana. Kami tidak selalu berbicara tentang kekejaman, karena kami juga memiliki budaya kami sendiri, seperti alat musik dan makanan. Saya memberitahu mereka bahwa bangsa kami seperti itu sebelumnya, namun sekarang kondisi kami seperti ini.

Bagaiamana Anda melawan praktik genosida Uyghur? Bisakah Anda membagikan pengalaman Anda?

Ketika Kami membuat suara Kami didengar dalam kasus genosida Uyghur, itu sampai ke telinga orang Tiongkok. Yang sebenarnya adalah penjara, orang Tiongkok menyebutnya kamp pelatihan. Mereka menolak (bahwa itu penjara) dengan mengatakan, “Kami tidak menganiaya.” Beberapa koresponden dari Turki pergi ke sana. Selama koresponden Turki di sana, mereka menampilkan hal-hal yang bagus. Anak-anak menari tarian Uyghur. Tapi sebenarnya kami juga tahu bahwa itu rekayasa dan penjara itu bukan kamp pelatihan. Baru-baru ini, beberapa dokumen dari kamp diungkapkan oleh peretas. Di dokumen tersebut, foto beberapa orang muncul. Usia termuda 9 tahun, sedangkan yang tertua 72 tahun. Kami mencoba membuktikan kepada Uni Eropa bahwa kamp pelatihan ini sebenarnya adalah penjara dan bahwa orang-orang di dalamnya berada di bawah tekanan Tiongkok.

Apakah ada hal lain yang ingin Anda katakan tentang hak asasi manusia?

Orang-orang di Turkistan Timur tidak bersalah, mereka ditangkap ketika mereka benar-benar tidak melakukan apa-apa. Misalnya, hanya karena teman saya datang ke Turki, ayahnya dijebloskan ke penjara dan kemudian meninggal di sana. “Mengapa Anda mengirim putri Anda ke Turki? Mengapa Anda mengirimnya ke negara Muslim?”

Turkistan Timur memiliki kekayaan di bawah tanah. Mungkin mereka menekan kami dengan tujuan mengambil kekayaan alam kami. Tetapi fakta bahwa mereka membunuh orang yang tidak bersalah adalah hal yang paling mengganggu kami. Perempuan-perempuan dipaksa untuk menikah dengan orang Tiongkok. Mereka mencoba menghancurkan bangsa kami.

Setiap bangsa berhak untuk hidup dengan budayanya sendiri. Itu sebabnya kami terus melakukan lebih banyak perjuangan. Saya harap kami sama-sama berdoa.

Apakah Anda memiliki rencana advokasi untuk semester kedua tahun ini? Apakah Anda akan menerima dukungan dan bimbingan dari Dewan Uyghur Dunia atau Uyghur Internasional?

Kami berencana untuk melakukan pelatihan ini dua kali setahun. Kami melakukannya dua kali di Turki tahun ini. Satu di Istanbul dan yang lainnya di Bursa. Setelah konferensi terakhir di Bursa, sekarang kami berencana untuk membuat di luar negeri. Mungkin di Jerman atau di Kanada. Tentu saja kami mendapat dukungan dari mereka (Dewan Uyghur Dunia atau Uyghur Internasional). Kami selalu berterima kasih kepada mereka. Mereka mendukung kami. Guru-guru Uyghur kami juga mengajar dan mendukung kami. Sebagian besar waktu, kami melakukan ini dengan dukungan mereka. Turki juga memberikan banyak dukungan. Terima kasih juga untuk Turki. (*)


TERKINI

Rekomendasi

Lainnya