Epistemologi dalam Pembelajaran Sains

JATENGPOS.CO.ID,  – Epistemologi berasal dari kata Yunani, episteme dan logos. Episteme biasa diartikan pengetahuan atau kebenaran dan logos diartikan pikiran,  kata,  atau teori. Epistemologi secara etimologi dapat diartikan teori pengetahuan yang benar, dan lazimnya hanya disebut teori pengetahuan yang dalam bahasa Inggrisnya menjadi “theory of knowledge”. Bagaimana kebenaran ilmu pengetahuan yang diperoleh seseorang menjadi kajian dalam epistemologi. Pengertian epistemologi menurut Wikipedia cabang dari filsafat yang berkaitan dengan hakikat atau teori pengetahuan. Dalam bidang filsafat, epistemologi meliputi pembahasan tentang asal mula, sumber, ruang lingkup, nilai validitas, dan kebenaran dari pengetahuan. Jadi dalam epistemologi akan membahas sumber pengetahuan dan bagaimana cara pengetahuan diperoleh.

Ketika kita manusia adalah bayi yang baru lahir belum mempunyai pengetahuan sama sekali, namun ketika usia kita sudah 40 tahun maka akan banyak sekali pengetahun yang sudah kita dapatkan. Demikian juga teman kita dengan usia yang sama tentu pengetahuan yang dimiliki boleh jadi sama atau juga berbeda. Bagaimana proses yang dilewati mereka masing-masing untuk mendapat pengetahuan? Dan juga bagaimana nilai validitas atau akurasi pengetahuan memungkinkan berbeda, serta sejauh mana kebenaran yang mereka peroleh juga dibahas dalam epistemologi.

Dari pengertian-pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa dalam epistemologi membahas tentang hakikat pengetahuan itu sendiri dan cara bagaimana atau dengan sarana apa pengetahuan diperoleh. Pengetahuan pada dasarnya adalah keadaan mental (mental state) yang mengetahui sesuatu yaitu menyusun pendapat tentang suatu objek, dengan kata lain menyusun gambaran tentang fakta yang ada di luar akal.

Bagaimana pengetahuan dapat diperoleh menurut John Hospers dalam bukunya An Introduction to Philosophical Analysis mengemukakan ada enam hal, yaitu pengalaman indera, hasil nalar, otoritas, intuisi, wahyu dan keyakinan. Alat indera merupakan alat yang vital dalam memperoleh pengetahuan. Namun hal ini masih memungkinkan terjadi kesalahan saat alat-alat tersebut tidak berfungsi secara normal.

iklan

Berikutnya saat manusia melihat pada obyek tertentu kemudian timbul pertanyaan atas obyek tersebut dan kemudian terjadilah penggabungan beberapa pengetahuan untuk menjawab pertanyaan tersebut, disitulah kita akan mendapat pengetahuan baru dengan menggunakan nalar. Dalam suatu kelompok tertentu pasti akan ada otoritas oleh salah seorang dari mereka yang diakui mempunyai kewibawaan dalam pengetahuannya. Maka seseorang tersebut mempunyai kekuasaan yang sah dan diakui oleh kelompoknya. Dari otoritas ini kita juga bisa mendapatkan pengetahuan.

Baca juga:  Guru Gaptek Vs Revolusi Industri 4.0

Saat kita tiba-tiba bisa membuat pernyataan tentang suatu pengetahuan yang merupakan proses kejiwaan tanpa suatu rangsangan, hal ini yang dinamakan mendapat pengetahuan melalui intuisi. Sumber ilmu berikutnya adalah wahyu yang kita yakini sebagai umat beragama bahwa wahyu diperoleh dari Tuhan Yang Maha Esa kepada nabi-Nya untuk kepentingan umat. Berdasarkan kepercayaan tersebut bahwa wahyu juga merupakan sumber pengetahuan. Dan yang terakhir kita dapat memperoleh pengetahuan dari keyakinan. Hal ini merupakan kemampuan manusia yang diperoleh dari kepercayaan. Keyakinan ini bersifat sangat statis, kecuali ada bukti-bukti yang kuat dan sesuai dengan kepercayaannya.

Dalam memperoleh pengetahuan yang benar, manusia akan mendapatkannya dengan dua cara yaitu secara ilmiah dan non ilmiah. Karena keterbatasan manusia dalam berpikir maka manusia akan lebih mudah mendapatkan pengetahuan secara non ilmiah daripada secara ilmiah. Beberapa cara non ilmiah dalam mendapatkan pengetahuan antara lain adalah akal sehat, prasangka, pendekatan intuisi, penemuan kebetulan dan coba-coba serta pendekatan otoritas ilmiah dan berpikir kritis. Saat kita akan membuktikan kebenaran ilmu maka kita akan mengukur  kebenaran teori, karena  isi  dari  ilmu adalah teori-teori. Pada awalnya kita mengajukan pertanyaan atau hipotesis, selanjutnya hipotesis diuji  secara  ilmiah dengan menggunakan metode ilmiah.

Pelaksanaan metode ilmiah ini meliputi enam tahap, yaitu: (1) merumuskan masalah, (2) mengumpulkan keterangan, (3) menyusun  hipotesis, (4) menguji hipotesis dengan melakukan percobaan atau penelitian, (5) mengolah data (hasil) percobaan dengan  menggunakan  metode  statistik untuk  menghasilkan  kesimpulan dan (6) menguji kesimpulan. Saat muncul pertanyaan dalam benak kita itu menunjukkan adanya masalah yang harus dicari jalan keluarnya. Kita sudah melakukan tahapan berupa merumuskan masalah. Setelah itu kita akan mengumpulkan keterangan-keterangan yang relevan dengan masalah seperti halnya saat kita melakukan kajian pustaka.

Setelah itu akan muncul dugaan yang merupakan jawaban sementara dari rumusan masalah. Hipotesis adalah pernyataan yang sudah benar secara logika, namun belum terbukti secara empiris. Untuk itu perlu dilanjutkan ke tahap berikutnya yaitu melakukan pengujian hipotesis sampai diperoleh data untuk dilakukan analisisnya. Dan yang terakhir adalah menguji kesimpulan berdasarkan analisis data empiris. Dalam melakukan metode ilmiah harus didasari oleh sikap  ilmiah.  Sikap  ilmiah  semestinya dimiliki  oleh  setiap  penelitian  dan   ilmuwan.   Menurut   Jafar   sikap   ilmiah yang dimaksud adalah : (1) Rasa ingin tahu, (2) Jujur (menerima kenyataan hasil penelitian dan tidak mengada-ada), (3)  Objektif (sesuai fakta yang ada, dan tidak dipengaruhi oleh  perasaan  pribadi), (4)  Tekun (tidak putus asa), (5) Teliti (tidak ceroboh dan tidak melakukan kesalahan), (6)  Terbuka (mau menerima pendapat yang benar dari orang lain).

Baca juga:  Trik Mengajarkan Puisi pada Siswa SD

Sampai pada pembahasan inti tentunya terasa sangat kental sekali muatan epistemologi dalam pembelajaran Sains atau IPA. Yang mana metode ilmiah merupakan pondasi dasar dalam mengembangkan ilmu pengetahuan alam. Hal ini akan berimplikasi pada bagaimana pembelajaran sains itu harus diajarkan kepada siswa. Cara-cara apa yang akan kita tempuh dalam membelajarkan sains pada siswa. Sains yang membawa siswa dalam pengetahuan terhadap dunia, membuka mata lebar-lebar terhadap apa yang terjadi di sekitar kita bahkan sampai tingkatan penglihatan mikroskopis.

Saat kita bicara prinsip-prinsip dalam pembelajaran sains, artinya bagaimana seharusnya kita membelajarkan sains pada siswa. Berangkat dari Empat Pilar Pendidikan Global, yang meliputi learning to know, learning to do, learning to be, learning to live together. Dalam pembelajaran sains learning to know dapat diterapkan dengan meningkatkan interaksi siswa dengan lingkungan fisik dan sosialnya untuk dapat membangun pemahaman dan pengetahuan tentang alam sekitarnya. Learning to do, bahwa siswa bukanlah pendengar namun mereka aktif melakukan proses dari konsep yang dipelajari. Learning to be, artinya dari hasil interaksi dengan lingkungan siswa diharapkan dapat membangun rasa percaya diri yang pada akhirnya membentuk jati dirinya. Learning to live together, artinya dengan adanya kesempatan berinteraksi dengan berbagai individu akan membangun pemahaman sikap positif dan toleransi terhadap kemajemukan dalam kehidupan bersama.

Prinsip berikutnya adalah inkuiri, prinsip ini perlu diterapkan dalam pembelajaran sains karena pada dasarnya anak memiliki rasa ingin tahu yang besar, sedang alam sekitar penuh dengan fakta atau fenomena yang dapat merangsang siswa ingin tahu lebih banyak. Dengan demikian, pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa tidak dari hasil mengingat seperangkat fakta, tetapi hasil menemukan sendiri dari fakta yang dihadapinya.

Berikutnya prinsip konstruktivisme dimana dalam pembelajaran sains sebaiknya dalam mengajar guru tidak hanya memindahkan pengetahuan kepada siswa saja, melainkan memberi kesempatan pada siswa untuk membangun sendiri pengetahuan tersebut dengan cara mengaitkan pengetahuan awal yang mereka miliki dengan struktur kognitifnya. Selanjutnya adalah prinsip salingtemas (sains, lingkungan, teknologi, masyarakat). Sains memiliki prinsip-prinsip yang dibutuhkan untuk pengembangan teknologi. Sedang perkembangan teknologi akan memacu penemuan prinsip-prinsip sains yang baru. Demikian juga dengan kaitannya dalam lingkungan dan perkembangan masyarakat yang menyatu dengan sains dan teknologi.

Baca juga:  Tingkatkan Kemampuan Berbahasa Anak Melalui Bercerita

Prinsip pemecahan masalah juga memberi peran penting dalam pembelajaran sains. Pada dasarnya dalam kehidupan sehari-hari manusia selalu berhadapan dengan berbagai macam masalah. Disisi lain, salah satu alat ukur kecerdasan siswa banyak ditentukan oleh kemampuannya memecahkan masalah. Oleh karena itu, pembelajaran sains perlu menerapkan prinsip ini agar siswa terlatih untuk menyelesaikan suatu masalah.

Prinsip pembelajaran bermuatan nilai. Masyarakat dan lingkungan sekitar memiliki nilai-nilai yang terpelihara dan perlu dihargai. Oleh karena itu, pembelajaran sains perlu dilakukan secara bijaksana agar tidak berdampak buruk terhadap lingkungan atau kontradiksi dengan nilai-nilai yang diperjuangkan masyarakat sekitar untuk menjaga keseimbangan alam.

Prinsip pakem (pembelajaran aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan). Prinsip ini pada dasarnya merupakan prinsip pembelajaran yang berorientasi pada siswa aktif untuk melakukan kegiatan baik aktif berfikir maupun kegiatan yang bersifat motorik. Ketujuh prinsip itu perlu dikembangkan dalam pembelajaran sains yang kontekstual di seluruh jenjang pendidikan. Hal ini bertujuan agar pembelajaran sains lebih bermakna dan menyenangkan bagi siswa, sehingga hasil belajar yang diperoleh siswa maksimal.

Jadi kesimpulannya banyak cara yang dapat kita terapkan untuk membelajarkan sains pada siswa. Kita dapat memilih dan menerapkan prinsip-prinsip tersebut sesuai dengan karakteristik konten materi sains yang akan kita ajarkan. Sains pada hakikatnya terdiri atas tiga hal yaitu sains sebagai proses, sikap dan produk. Saat kita memberikan proses pembelajaran kontekstual dan bermakna dengan menggunakan metode ilmiah bagi siswa maka akan mendapatkan hasil berupa konsep-konsep sains yang dipahami siswa yang merupakan produk sains dilengkapi dengan sikap sains yang berupa sikap ilmiah. Semoga kita senantiasa dapat menerapkan epistemologi dalam pembelajaran sains sesuai dengan prinsip dan hakikat sains.

 

Oleh :

Amalia Ika Nursanti

Mahasiswa S2 Pendidikan Sains FKIP UNS

iklan