Etika Menggunakan Klakson di Jalan Raya

Tips Safety Riding: Ilustrasi berkendara oleh komunitas Honda sebelum pandemi.

JATENGPOS.CO.ID, SEMARANG – Klakson merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari sebuah kendaraan. Merunut pada sejarahnya, klakson dipatenkan oleh Hutchinson pada 1908, dan awalnya diinisiasi pertama kali oleh Franklyn Hallet Lovell Jr. Kata ‘klakson’ diambil dari bahasa Yunani yaitu klaxo yang memiliki arti menjerit. Oleh karena itu, saat awal dipasang dikendaraan masih menyerupai suara manusia berteriak “Ahhogaa” dan seiring berjalannya waktu mengalami perubahaan dalam segi ukuran serta variasi suara klakson.

Klakson didesain sebagai alat komunikasi yang dapat digunakan oleh pengendara agar bisa memberitahu pengendara lain. Pengertian klakson ini alarm pemberitahuan dimana lingkungan sekitar bisa memahami adanya benda yang akan bergerak, sedang bergerak akan berhenti agar lebih waspada. Sebagai contoh komunikasi yang dimaksud seperti dibunyikannya klakson kapal, kereta api, dan sebagainya.

Baca juga:  Ramaikan HUT Kota, Pemkot Semarang Gelar Wayang Orang Putri Extravaganza

Oke Desiyanto, Safety Riding Supervisor Astra Motor Jateng mengatakan ada banyak salah kaprah dalam penggunaan klakson dalam berkendara. Hal ini karena terjadi transformasi kebiasaan yang salah. Salah satunya adalah penggunaan klakson untuk menyampaikan pertanda emosi atau marah.

“Pada awalnya, fungsi membunyikan klakson adalah memberitahu pengguna jalan lain saat kita hendak lewat atau melintas. Sesuai dengan budaya sopan santun yang berlaku dalam budaya Jawa Tengah, yaitu memberi salam ketika melewati kerumunan orang,” jelas Oke.


Tentunya dalam undang – undang juga sudah diatur mengenai klakson. Yaitu perihal suara dan kelengkapannya di  pasal 48 UU No 22 Tahun 2009 tentang LLAJ. Jika pengendara tidak menggunakan klakson atau klakson tidak berfungsi, bisa dikenai pasal 285 ayat 1 UU No 22 Tahun 2009 tentang LLAJ serta Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2012 di pasal 69 tentang kekuatan bunyi klakson.

Baca juga:  Habis Tusuk "Mantan Pacar" Pelaku Tusuk Perutnya Sendiri 

Dalam etika berkendara di jalan raya, perlu dipahami bahwa klakson dirancang fungsi kegunaannya sebagai alarm pemberitahuan ke sekitar, tidak dirancang untuk mewakili perasaan emosi negatif maupun positif. Terutama bukan dirancang sebagai bahasa perintah (perintah untuk menyingkir atau minggir).

Pelarangan membunyikan klakson juga terdapat saat melintasi area ibadah terutama rumah ibadah yang sedang menjalankan ibadah, area rumah sakit dan dianjurkan untuk tidak menggunakan klakson di malam hari, sebagai bentuk toleransi kita secara sosial terhadap masyarakat.

“Pengguna jalan harus saling bijak memahami bahwa berlalu lintas adalah menggunakan prasarana umum secara bersama-sama. Dan juga saling menjaga ketertiban dan keamanan untuk kenyamanan bersama, jangan lupa untuk #Cari_Aman juga,” tambah Oke.

Baca juga:  PIP Semarang Gelar Seminar Transportasi Ramah Lingkungan