30.6 C
Semarang
Selasa, 29 April 2025

Retret Ramadhan

JATENGPOS.CO.ID,  – Ramadhan merupakan bulan yang mulia bagi seluruh umat, terutama umat muslim. Di tengah kehidupan yang memberikan banyak tuntutan, manusia acapkali terlalu larut dengan urusan dunia yang tidak ada habisnya.

Bulan ramadhan ini merupakan bulan yang maha tenang, karena di bulan ini Allah SWT menjanjikan manusia untuk dilipatgandakan pahalanya ketika menjalankan ibadah di bulan ramadhan.

Ramadhan bisa juga disebut retret. Mengapa disebut retreat ramadhan?
Retret berarti menarik diri. Menyepi. Dalam konteks ramadhan, dapat diartikan minggir sejenak dari hiruk pikuk dunia serta menyibukkan diri untuk mengejar ridho ilahi melalui ibadah yang diperbanyak.

Manusia memiliki kecenderungan sifat selalu ingin lebih dan tertantang pada hal yang baru. Jika ada kesempatan untuk memperoleh uang dan kekuasaan, manusia cenderung berlomba untuk mendapatkannya bahkan beberapa oknum melakukannya dengan cara yang tidak baik. Sadar atau tidak, sengaja atau tidak, sedikit atau banyak pasti manusia pernah melakukan dosa.

Begitulah hari-hari berlalu, sebelas bulan manusia disibukkan dengan urusan dunia yang tak pernah selesai. Satu bulan diantara sebelas bulan itulah saatnya manusia untuk “berhenti”. Sejenak merenung, apa yang telah dilakukannya selama ini, memohon ampunan kepada Yang Maha Kuasa.

Ramadhan sebagai bulan candradimuka untuk mendidik manusia kembali pada fitrahnya.

#Ramadhan, Pemimpin dan Rakyat#

Salah satu hikmah ramadhan yakni terciptanya rasa saling percaya, memiliki dan peduli antara pemimpin dan rakyat. Pemimpin tidak akan menjadi pemimpin tanpa rakyatnya. Sehingga pemimpin baik di level rendah sampai dengan level tinggi harus memiliki rasa kepedulian besar kepada rakyatnya. Pemimpin perlu merenung bagaimana menjadi pemimpin yang jujur, dapat dipercaya, menyampaikan amanah dan cerdas sebagaimana dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW.

Pemimpin pada dasarnya adalah pelayan rakyat. Menyadari hal tersebut, pemimpin harus melakukan kinerja terbaik untuk kesejahteraan rakyat. Menjadi seorang pemimpin harus sudah berorientasi kepada kepentingan umum, bukan hanya kepentingan golongan apalagi pribadi.
Pemimpin yang baik itu mampu menciptakan rasa adil bagi masyarakat.

Bagaimana dengan rakyat? Rakyat tidak boleh melulu dianggap sebagai obyek. Dalam ilmu negara ada istilah “pactum unionis” yang merupakan perjanjian antarindividu membentuk negara. Penaklukan antar individu ini mengandung makna bahwa negara diberi mandat oleh rakyat. Rakyat merupakan kekuatan utama negara, kesejahteraannya harus tercapai.

#Hikmah Ramadhan#

Sabar, menjadi kata kunci hikmah ramadhan yang sebenarnya. Hiruk pikuk dunia yang kadang kala membuat kita merasa rugi tentu menguji iman kita. Manusia terutama umat muslim tidak boleh putus asa dan merasa paling menderita, karena Allah berfirman dalam QS Al Baqarah ayat 286 ‘Allah tidak akan menguji hambaNya melebihi kemampuannya’.

Allah SWT juga pasti memberikan kemudahan di setiap kesulitan, hal ini termaktub dalam QS Al Insyirah ayat 5-6. Segala permasalahan yang ada dalam diri manusia akan terasa ringan jika kita mengingat ayat ini.

Hikmah ramadhan yang berikutnya yakni keimanan umat yang bertambah. Iman dimaknai sebagai percaya. Di dunia ini sesungguhnya tidak ada yang perlu dikhawatirkan jika kita percaya kepada Allah SWT yang maha kaya, pengasih dan penyayang.

Dari retret ramadhan kita juga bisa merenung tentang konsep kepemimpinan. Salah satu konsep kepemimpinan yang ideal yakni astabrata. Jawa memiliki filosofi astabrata yang melekat dalam kepemimpinan di Jawa. Pemimpin seperti bumi yang peduli dan melindungi. Matahari yang memberi cahaya dan kasih sayang.

Api, hukumnya adil tidak pandang bulu. Samudra yang menerima tanpa membedakan. Langit, pemimpin menjadi atap bagi bumi. Angin, pemimpin harus memiliki pengaruh poisif bagi masyarakat.

Bulan, pemimpin mampu memberikan rasa damai bagi rakyatnya. Konsep astabrata ini, menyatukan delapan elemen yakni bumi, matahari, api, samudra, langit, angin,, bulan dan bintang.

Diharapkan para pemimpin dapat merenungi semua akar masalah dari negara ini dan segera melakukan langkah strategis demi kemaslahatan umat. (*)

 

Oleh:
Dr. Andina Elok Puri Maharani S.H., M.H
( Pengajar Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret)



Popular

LAINNYA

Terkini