spot_img
32.7 C
Semarang
Kamis, 26 Juni 2025
spot_img

Puluhan Korban Dugaan Penipuan Kapling Rp 2,5 Miliar Tagih Janji Hasil Gelar Perkara

JATENGPOS.CO.ID, UNGARAN– Polres Semarang melanjutkan penyidikan kasus dugaan penipuan jual beli tanah kapling yang dialami 36 orang warga di RT 3/ RW 9 Sapen, Kelurahan Bandarjo, Ungaran Barat, Kabupaten Semarang.

Sebelumnya, para korban mendatangi beramai-ramai Polres Semarang menanyakan kelanjutan kasus yang sudah setahun lebih ditangani Sat Reskrim, namun dinilai belum ada kejelasan.

Kapolres Semarang AKBP Yovan Fatika H.A melalui Kasat Reskrim Polres AKP Agil Widyas Sampurna mengatakan penanganan kasus dugaan penipuan masih dalam penanganan penyidik. Pihaknya segera memanggil kembali pihak terkait untuk melengkapi berkas penyidikan.

“Sudah kami infokan ke penyidik untuk memanggil kembali pihak terkait. Setelah pemeriksaan ini hasilnya nanti akan kita informasikan ke pelapor (para korban, red),” ujarnya kepada Jateng Pos, Kamis (14/7/2022).

Disebutkan, penyidik telah mengirimkan surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan (P2HP) sebanyak dua kali kepada pelapor. Selanjutnya setelah melakukan pemeriksaan pihaknya akan kembali mengirimkan SP2HP yang ketiga kepada pelapor.

“Kiranya update perkembangan hasil penyidikan nanti akan kita sampaikan dalam SP2HP selanjutnya,” jelasnya.

Berdasarkan keterangan dihimpun Jateng Pos dari pelapor para korban diwakili Mirana sudah menerima dua kali surat SP2HP dari penyidik Sat Reskrim. Pertama tanggal 2 Januari 2021 didatangani Kanit Idik II Iptu Sakti Hermawan. SP2HP kedua tertanggal 6 April 2021 ditandatangani Kaurbinops Reskrim Ipda Sudaryo dengan menyampaikan akan melakukan gelar perkara.

“Setelah SP2HP kedua tersebut kami tidak pernah lagi mendapatkan informasi hasil penyidikan dari Polres Semarang. Makanya kami datang beramai-ramai untuk meminta kejelasan kasus yang kami laporkan,” ujar Sumari (52) salah satu korban, Kamis (14/7) kemarin.

Sumari selaku perwakilan para korban yang juga Ketua RT 3/RW9 Sapen meminta pihak Polres Semarang segera menindaklanjuti laporan para korban dan menginformasikan hasil gelar perkara yang dijanjikan dalam SP2HP.

“Sudah setahun lebih tidak ada perkembangan, padahal kami jelas-jelas ditipu oleh terlapor. Nyesek rasanya seperti ini,” tegasnya.

Sebelumnya, belasan orang perwakilan dari para korban dugaan penipuan jual beli tanah kapling menggeruduk Polres Semarang pada Senin (11/7/2022). Mereka menanyakan hasil penyelidikan laporan korban yang sudah setahun lebih ditangani Polres Semarang namun belum ada kejelasan.

Sumari mewakili para korban mengatakan, korban berjumlah sebanyak 36 orang dengan nilai kerugian seluruhnya sekitar Rp 2,5 miliar.

“Kami para korban sudah membayar uang pembelian kapling lokasinya di Sapen. Nilainya per korban antara Rp 60 juta sampai Rp 100 juta, kalau ditotal kerugiannya sekitar Rp 2,5 miliar,” ungkap Sumari.

Salah satu korban atas nama Mirana mewakili para korban, menurut Sumari, sudah melaporkan kasus ini ke Polres Semarang pada tanggal 23 Desember 2020 dengan terlapor AK (41) warga Jenalas, Kecamatan Gemolong, Kabupaten Sragen.

Kejadian dugaan penipuan ini, dituturkan Sumari, bermula dari penawaran terlapor harga kapling murah yang berlokasi di RT 3/RW 9 Sapen Kelurahan Bandarjo. Hal itu diketahui para korban dari MMT dan spanduk promo yang disebar terlapor di pinggir-pinggir jalan di Ungaran, dengan menggunakan nama komplek kapling Bumi Sapen Indah.

Awal penawaran pembukaan kapling tersebut pada tahun 2018 dengan luas keseluruhan sekitar 10.000 meter persegi atau 1 hektar. Konsumen dapat membeli luasan kapling sesuai dengan kemampuan dengan harga Rp 1 juta per meter.

“Kami tergiur membeli karena harganya relatif murah lokasinya dekat Kota Ungaran. Apalagi lagi seperti saya karena cepat-cepat membeli kapling mendapatkan diskon, saya membeli 80 meter per segi,” urainya.

Para korban mulai merasakan ada masalah saat kapling yang sudah dibeli tak kunjung dipecah sertifikatnya. Meski sudah membayar dengan bukti kwitansi terlapor memberikan alasan berbelit-belit. Alasan status tanah belum bisa dipecah karena atas namanya masih hak milik keluarga relasinya, berinisial TTK warga Pudakpayung, Semarang.

Puncak kekesalan para korban ketika hendak menggunakan tanah yang sudah dibeli untuk mendirikan bangunan dilarang TTK karena terlapor belum menyelesaikan pembayaran atas tanah hak miliknya. Bahkan, TTK memasang MMT berukuran besar menyampaikan larangan disertai ancaman akan membawa ke ranah hukum jika mendirikan bangunan di tanah kapling tersebut.

“Kami tidak mau tahu persoalan terlapor dengan TTK karena yang menjual dan menerima uang kami adalah terlapor. Selama ini kami hanya diberikan janji-janji, bahkan sudah dua kali membuat surat perjanjian bermaterai akan menyelesaikan masalah tersebut tapi tidak pernah ditepati,” tegas Sumari didampingi korban lainnya, Aga (32) dan Daniel (35).

Menurut Sumari, setidaknya terlapor AK sudah dua kali tidak menepati surat pernyataan yang dibuat bermaterai dan ditandanganinya. Surat pertama menyatakan siap menyelesaikan pembayaran dengan TTK antara tanggal 31 Juli 2020 hingga 31 Agustus 2020 namun sampai batas waktu tidak ditepati.

Surat pernyataan kedua, lanjutnya, dibuat menyatakan akan menyelesaikan kekurangan pembayaran maksimal tanggal 31 Oktober 2020 meminta konsumen tidak menempuh jalur hukum, juga sampai saat ini tidak ditepati.

“Kami meminta kepolisian segera mengambil tindakan terhadap terlapor untuk kejelasan nasib kami. Mendapat hak atas tanah yang kami beli, atau uang kami dikembalikan,” tandasnya. (muz)

spot_img

TERKINI