JATENGPOS.CO.ID, SEMARANG – Globalisasi dalam bentuk Digitalisasi telah masuk ke daerah-daerah yang jauh dari pusat modernitas, tak terkecuali di Kabupaten Wonosobo. Hal tersebut menarik perhatian Wakil Ketua DPRD Jawa Tengah, Heri Pudyatmoko, untuk membahas tentang nasib nasionalisme di era digital atau yang sering disebut sebagai era milenial.
Politisi Partai Gerindra ini menjelaskan, nasionalisme bangsa Indonesia di era yang serba instan ini sudah menjadi topik penting sebagai pembahasan beberapa tahun terakhir, yakni tentang kekhawatiran menurunnya jiwa nasionalisme, sehingga dapat menjadi bangsa yang miskin identitas.
“Diri dan harta kita sebagai orang Indonesia itu nasionalisme. Kalau isme dalam nasional itu hilang, justru bisa jadi boomerang buat kita dan generasi ke depan nanti,” kata Heri, Senin (19/09/2022) melalui konferensi Zoom Meeting pada acara Sosialisasi Non Perda di Kepil, Kabupaten Wonosobo.
Sosialisasi Non Perda ini mengambil tema “Penguatan Nasionalisme Melalui Pendidikan Politik Era Milenial”. Diharapkan melalui sosialisasi ini terjadi dialektika yang menarik terkait penguatan nasionalisme di era milenial, khususnya di Kabupaten Wonosobo.
Lebih lanjut, Heri menjelaskan tentang langkah-langkah yang harus intens dalam upaya penguatan ini, seperti perlunya pendidikan-pendidikan politik yang mengupas nasionalisme kepada elemen masyarakat.
Tak hanya itu, ia menggarisbawahi terkait pendidikan politik milenial ini dapat dikemas dengan teknologi digital yang sekarang sudah menjadi bagian penting dalam kehidupan kita.
“Digitalisasi menguat, nasionalisme tidak boleh kalah kuat. Penting itu!” tegasnya.
Sementara Aktivis Pemuda Jawa Tengah, Djoni Kristianto menambahi, bahwa sosialisasi penguatan nasionalisme dapat menjadi bagian dari usaha penyatuan visi untuk bersama-sama lebih progresif serta visioner dalam upaya penguatan nasionalisme.
“Bergerak bersama menjunjung tinggi visi nasionalisme yang meski kita berada di banjir informasi,” jelas Djoni.
Siska, salah satu peserta Sosialisasi Non Perda mengungkapkan ketertarikannya ikut aktif di dalam pendidikan-pendidikan politik selanjutnya, sebab ia mulai jenuh dengan keadaan yang kurang dinamis.
“Sehari-hari cuman gini-gini aja, jadi kurang menarik. Saya butuh perubahan khususnya di bidang ke-Indonesiaan,” ungkap Siska setelah mengikuti kegiatan. (*)