JATENGPOS.CO.ID, SALATIGA – Rasa bahagia bercampur haru dirasakan oleh Slamet Raharjo (56), pensiunan PNS di Jakarta yang nekat keliling Kota Salatiga untuk menjual ginjalnya beberapa waktu lalu akibat terlilit hutang bank thihil.
Karena aksi pensiunan yang tingal di Desa Semampir RT 05 RW 05 Kecamatan Tuntang, Kabupaten Semarang tersebut, masyarakat ada yang simpati dengan kondisi yang dialami Slamet. Jateng Pos TV yang meliput Slamet Raharjo pun akhirnya membuka donasi untuk sedikit membantu Slamet Raharjo.
Dari hasil donasi yang dikumpulkan oleh Jateng Pos TV, berhasil terkumpul dana Rp 2.700.000. Uang itu kemudian diserahkan oleh wartawan Jateng Pos yang bertugas di Salatiga ke rumah Slamet Raharjo, Jumat (7/10). Diterima langsung oleh yang bersangkutan didampingi istrinya.
Dalam kesempatan itu, Slamet yang didampingi istrinya, mengucapakan rasa terimakasihnya kepada para dermawan dan Jateng Pos TV yang sudah memberikan donasinya.
Menurutnya uang bantuan ini sangat membantu sekali untuk meringankan beban hidupnya.
”Semoga amal kebaikan bapak/ibuk semua dibalas oleh Allah SWT. Saya ucapakan terimakasih kepada Jateng Pos TV dan para donatur yang peduli dengan kondisi saya dengan membuka donasi,” kata Slamet yang terlihat matanya berkaca-kaca menahan haru.
Diketahui, Slamet Raharjo (65 ), warga Desa Semampir RT 05 RW 05 Kecamatan Tuntang, Kabupaten Semarang, bulan lalu nekat berkeliling Kota Salatiga untuk menjual ginjalnya. Sambil jalan kaki, pensiunan PNS ini membawa tulisan “Jual Ginjal untuk Membayar Hutang”, di pundak dan dadanya.
Hal itu terpaksa dilakukan karena pikirannya sudah kalut dan bingung lantaran terlilit hutang ke sejumlah bank thitil (pinjaman tanpa jaminan) hingga Rp 27 juta.
Pensiunan PNS di sebuah departemen di Jakarta ini mengaku saban hari didatangi tukang kredit agar membayar cicilan hutangnya. Yang menagih hingga belasan orang sejumlah bank yang dipinjami.
“Saya binggung sudah tidak bisa membayar cicilan, setiap hari didatangi tukang kredit untuk membayar cicilan. Sementara kebutuhan saban harinya sangat banyak. Uang pensiun saya juga sudah habis karena potongan bank saat untuk membeli rumah sederhana,” katanya.
Di tengah kekalutan itu, Slamet pun sering pinjam sana-sini ke bank plecit (bank thitil) untuk kebutuhan hidup. Tiap bank plecit kreditnya Rp 25-50 ribu. Tapi minggu yang nagih banyak orang sehingga kelabakan juga.
“Kalau nagih ke rumah, jika tidak dikasih tidak mau pulang, satu pulang, satunya datang lagi. Itu yang membuat saya kalut berniat menjual ginjal saya, tapi sampai sekarang belum laku juga,”katanya. (deb/jan)