JATENGPOS.CO.ID, DEMAK – Dengan adanya kasus kekerasan di lingkungan pesantren membuat banyak pihak harus mawas diri, karena tindak kekerasan terhadap anak maupun perempuan kini semakin marak terjadi. Tindak kekerasan ini terjadi bukan hanya di lingkungan yang kurang kondusif, melainkan dapat terjadi di lingkungan yang kita anggap aman seperti sekolah, dan lingkungan pondok pesantren. Sering terjadi, kasus kekerasan terhadap anak di lingkungan pondok pesantren tidak terungkap ke publik. Ini terjadi karena sebagian besar korban merasa takut atau malu untuk melapor.
Untuk itu Dinas Sosial P2PA kemarin mengadakan sosialisasi pencegahan tindak kekerasan di lingkungan pondok pesantren Kabupaten Demak tahun 2022, (20/10).
Pelaksanaan kegiatan Subkoordinator PPA Ana Istiqomah S.Psi, Psi menjelaskan bahwa dalam rangka Sosialisasi Pencegahan Tindak Kekerasan Di Lingkungan Pondok Pesantren, pihaknya mengundang 30 Peserta yang berasal dari berbagai Ponpes di Kabupaten Demak. Kegiatan yang dihadiri secara langsung oleh Kepala Dinsos P2PA Kab. Demak Drs. Eko Pringgolaksito, M.Si serta Plt. Kabid P2PA Maftukhah Kurniawati, SH, MH. Dengan Narasumber dari Kemenag Annas dan dari YKKS Semarang Paulus Mujiran.
Menurut Kepala Dinsos P2PA Kab. Demak Drs. Eko Pringgolaksito, M.Si Kegiatan sosialisasi ini, dilaksanakan agar para ustadz maupun guru Pesantren dan Madrasah semakin memahami tentang batasan-batasan, terhadap tindakan kekerasan terhadap anak maupun santri. Terlebih karena maraknya tindak kekerasan terhadap anak maupun santri.
“Dengan pemahaman para Ustadz maupun Ustadzah tentang Undang-Undang Perlindungan Perempuan dan Anak, mereka dapat mengetahui batasan -batasan tindakan kedisiplinan bagi para anak maupun Santri. Sehingga, lingkungan Pondok Pesantren maupun Madrasah menjadi lingkungan pendidikan yang ramah anak (Pesantren Ramah Anak),” jelas Eko.
Dirinya juga merasa sangat prihatin atas sejumlah kasus kekerasan yang terjadi lingkungan pendidikan berbasis keagamaan. Dampak kekerasan pada anak akan menimbulkan trauma mendalam, yang berpotensi meningkatkan risiko terjadinya berbagai macam masalah kesehatan fisik maupun mental.
“Ini menjadi alarm bagi kita semua, bahwa lingkungan pendidikan berbasis keagamaan tidak serta merta bebas dari risiko kekerasan bagi anak,” ujarnya lebih lanjut.
“Maka dari itu, saya sangat menyambut baik atas penyelenggaraan kegiatan ini. Mudah-mudahan sosialisasi ini bisa menjadi langkah preventif dan bentuk ikhtiar dini untuk mencegah tindak kekerasan di lingkungan pondok pesantren. Saya minta seluruh komponen pondok pesantren agar menguatkan komitmen dan kerjasama dalam upaya mewujudkan lingkungan pondok pesanten yang aman dan nyaman,” pungkasnya. (*)