JATENGPOS.CO.ID, SEMARANG – Hingga saat ini persoalan kesehatan menjadi salah satu masalah yang ada ditengah masyarakat kita. Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerinah provinsi Jateng. Namun yang namanya persoalan kesehatan datang silih berganti.
Mulai dari pandemi covid-19, wabah penyakit menular hingga penyakit degeneratif lainnya. Salah satunya masalah kesehatan yang juga menonjol adalah gizi buruk dan stunting yang masih saja terjadi di provinsi ini.
Untuk itu perlu dilakukan cara yang efektif mengatasinya. Salah satunya adalah melalui Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (Germas). “Germas saya nilai sangat efektif untuk menekan kasus gizi buruk pada anak,” ujar wakil Ketua DPRD Jateng Heri Pudyatmoko.
Saat ditemui di ruang kerjanya belum lama ini, Heri Pudyatmokomengatakan Germas ini merupakan salah satu program pemerintah melalui Kementerian Kesehatan, yang bertujuan untuk menciptakan budaya hidup sehat.
“Sekaligus juga untuk meninggalkan kebiasaan dan perilaku masyarakat yang kurang sehat, sehingga ada dua sisi yang harus dilakukan,” ujarnya. Dikatakan, program ini juga merupakan suatu tindakan yang sistematis dan terencana.
“Sehingga harus dilakukan secara bersama-sama oleh seluruh komponen bangsa dengan kesadaran, kemauan dan kemampuan berperilaku sehat untuk meningkatkan kualitas hidup,” kata Heri Pudyatmoko.
Dia menegaskan, pengoptimalan Germas harus dilakukan secara terus menerus agar perilaku hidup kurang sehat yang ada di masyarakat bisa berubah. “Permasalahan stunting merupakan prioritas nasional. Bahkan Presiden Joko Widodo menargetkan angka prevalensi turun menjadi 14 persen pada tahun 2024. Data dari Studi Status Gizi Indonesia mencatat, angka stunting di Jawa Tengah tahun 2021 tercatat sebesar 20 persen,” katanya.
Berdasarkan realitas diatas, pihaknya mengajak seluruh komponen masyarakat harus bekerja keras bersama lintas sektor dalam upaya percepatan penurunan stunting di Jawa Tengah. “Kerja sama ini harus bergerak secara konvergen disertai dengan manajemen pengelolaan tim yang baik,” katanya.
Disebutkan, beberapa langkah yang bisa dilakukan antara lain, pendampingan seribu hari pertama kehidupan pada keluarga berisiko stunting, evaluasi perubahan perilaku masyarakat, edukasi kepada remaja, pendampingan dan pemeriksaan calon pengantin.
Selain itu pemeriksaan ibu hamil dan bayi usia di bawah dua tahun, serta menjaga kebersihan lingkungan serta sanitasi juga harus dilakukan. “Pengoptimalan Germas juga mendukung upaya mencegah terjadinya stunting pada anak. Apalagi kasus stunting di wilayah Jateng masih sangat tinggi,” katanya.
Dikatakan, diharapkan melalui kegiatan Optimalisasi Germas dan Pencegahan Stunting dapat membantu pemerintah daerah untuk menekan angka kasus gizi buruk. Berdasarkan perhitungan elektronik – Pencatatan dan Pelaporan Gizi Berbasis Masyarakat (ePPGBM), pada 2018 tingkat stunting di Jawa Tengah berada di angka 24,4 persen. Tahun 2019 turun menjadi 18,3 persen, tahun 2020 menjadi 14,5 persen, tahun 2021 menjadi 12,8 persen, dan terakhir pada tahun 2022 turun lagi menjadi 11,9 persen.
Beberapa program Germas yang perlu ditingkatkan yaitu mendukung ibu hamil mengkonsumsi makanan yang sehat dan seimbang, membantu ibu hamil memeriksakan kehamilan pada fasilitas pelayanan kehamilan, meningkatkan ibu hamil untuk mengkonsumsi TTD secara teratur.
“Selain itu juga membantu ibu hamil untuk dapat melahirkan di fasilitas kesehatan oleh tenaga kesehatan, membantu pelaksanaan IMD dan pemberian ASI selama 6 bulan, berperan aktif dalam pelaksanaan posyandu, membantu tenaga kesehatan dalam mendampingi ibu hamil atau penanganan balita kurang gizi, serta ikut mempromosikan dan melaksanakan pola hidup bersih dan sehat di lingkungan,” katanya.
Guna menekan angka stunting, juga diperlukan beberapa langkah intervensi. Di antanya intervensi gizi spesifik yang berkontribusi 20% dalam pencegahan terjadinya gizi buruk. Intervensi ini ditujukan kepada anak dalam 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK).
“Kegiatan umumnya dilakukan oleh sektor kesehatan. Intervensi spesifik bersifat jangka pendek, hasilnya dapat dicatat dalam waktu relatif pendek,” tegas politisi Partai Gerindra ini.
Selain itu juga diperlukan intervensi gizi sensitif yang berkontribusi 80 persen. “Intervensi ini ditujukan melalui berbagai kegiatan pembangunan di luar sektor kesehatan. Sasarannya adalah masyarakat umum, tidak khusus untuk 1.000 HPK,” paparnya. (sgt/anf/adv)