JATENGPOS.CO.ID, SRAGEN – Dinas Penanaman Modal dan Perijinan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kabupaten Sragen kewalahan dengan aksi mafia tanah. Mereka membuat lonjakan harga tanah menjadi tidak masuk akal. Situasi ini dinilai menghambat investasi.
Salah satunya proses pembebasan tanah di Desa Bonagung, Kecamatan Tanon. Pabrik sepatu yang semestinya sudah bisa operasional belum juga bisa dibangun. Padahal bisa berpotensi menyerap ribuan tenaga kerja. Lantaran proses pembebasan lahan yang terhambat harga yang tidak masuk akal.
Kepala DPMPTSP Kabupaten Sragen Dwi Agus Prasetyo menyampaikan dukungan pemerintah daerah untuk investasi sangat baik. Seperti perijinan yang mudah, respon layanan cepat hingga infrastruktur pendukung disiapkan.
Pihaknya menyampaikan pabrik sepatu yang memproduksi merek Nike itu sudah lama buka di Subang dan Cirebon Jawa Barat. Sementara bakal membangun 40 hektare di Sragen dengan estimasi pegawai 25 ribu karyawan dengan menjanjikan upah diatas Upah Minimum Kabupaten (UMK).
Kondisi itu belum termasuk dampak ekonomi pembangunan di sekitar, seperti sektor jasa, properti dan sebagainya. Namun sampai saat ini belum bisa karena masalah lahan. ”Dari 40 hektar, kurang lebih yang sudah ada 30 hektar, masih kurang sekitar 10 hektar, ada sekitar 70 pemilik lahan,” ujarnya.
Pihaknya menyampaikan berdasar Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) atau harga pasar, di sekitar Rp 200-300 ribu per meter. Namun mereka minta lebih dari Rp 1 juta per meter untuk lahan sawah tadah hujan. ”Itu nggak rasional, sama saja lebih dari harga di perkotaan. Harga di Desa Tangkil Sragen nggak sampai segitu,” ujar Agus.
Dia menyampaikan perlu ada kesepahaman dengan masyarakat. Bahwa pemerintah daerah sudah memberikan suport investasi. Namun ada pihak yang mengedepankan kepentingan pribadi dengan keuntungan sebanyak mungkin.
Sementara Bupati Sragen Kusdinar Untung Yuni Sukowati menyampaikan problem investasi ada pada pembebasan tanah. Pihaknya menyampaikan akan berdiskusi dengan Badan Pertanahan Nasional (BPN) dan Kejaksaan Negeri (Kejari). ”Kita tetapkan zona supaya tidak ada mafia tanah bertebaran. Soalnya sekarang era terbuka, kita tidak mungkin bisa mengupload RDTR, dan semua tahu,” ujarnya.
Dia menyampaikan orang yang tidak berfikir kedepan dan mencari keuntungan pribadi yang harus diantisipasi. Sehingga harga sudah dipastikan besarannya.Lantas jika Pemerintah daerah punya anggaran akan ambil dulu tanah yang akan dijadikan zona investasi. ”Investasi kita bantu dan dampingi, sampai menemui para tokoh-tokoh itu, Satgas investasi sampai datang dan melihat pemda mendampingi,” ujar dia. (ars)









