JATENGPOS.CO.ID, SALATIGA – Dominasi partai politik di Indoensia dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia begitu sangat besar atau bisa dikatakan partai politik centris.
Hal tersebut mengemuka dalam diskusi publik dengan tema ‘ Tata Negara dan Pembangunan Berkelanjutan Republik Indonesia di Ujung Reformasi’ yang diadakan Fakultas Interdispliner UKSW bekerjasama dengan IRGSC di gedung F 114, Jumat (12/1/2024).
Hadir sebagai pembicara Guru Besar FH UKSW Prof. Dr.Umbu Rauta, SH,M.Hum, Made Supriatna, Dr. Benekdiktus H.C Handoyo, SH,M.Hum, Dr. Risa Permanadeli dan bertindak sebagai moderator Dr.Wilson M.A Therik dosen Fakultas Interdisplin UKSW.
Dalam kesempatan itu, Prof. Umbu Rauta menyoroti tentang besarnya dominasi partai politik. Ia mencontohkan, DPR di konstitusi memiliki hak berbicara, mengemukakan pendapat, namun faktanya yang menentukan partai politik.” Dalam perkuliahan sudah saya katakan berkali-kali, sudahlah para ketua umum parpol di parlemen itu sering-sering ketemu, rutin ngopi bareng, maka selesailah masalah bangsa ini. Karena ketua umum parpol yang menentukan, tinggal perintahkan ketua fraksi, kemudian fraksi perintahkan ke anggotanya, pasti semua tidak ada yang berani melawan,” kata
Prof. Umbu.
Terkait dengan sistem pemilu, Prof. Umbu lebih memilih sistem proposinal tertutup, namun dengan sejumlah catatan yaitu partai politik wajib menjalankan fungsinya dengan baik terutama kaderisasi anggota, kemudian parpol diwajibkan menyusun dan menjalankan konvensi internal sebagai parameter.” Lihat lama keanggotaannya, apakah satu minggu baru bergabung atau sudah lama bergabung itu kan ada nilainya, sebagai pertimbangan,” jelasnya.
Catatan berikutnya melihat kontribusi kepada partai ada atau tidak.” Atau tiba-tiba datang bergabung kasih sesuatu langsung jadi caleg. Juga kapasitas dan kompetensi serta rekam jejak, baik yang positif maupun yang negative,” imbuhnya.
Kemudian dilihat dari kedalaman idiologinya kepada partai politik, sejauh mana orang itu memiliki kedalaman idiologi terhadap partai politiknya. “ Orang yang baru kemarin, tidak jelas, tiba-tiba jadi anggota parpol dan jadi caleg. Terus suruh pilih dia, gara-gara proposional terbuka. Saya lebih setuju sistem pemilu proposional tertutup dengan catatan,” kata Prof.Umbu.
Sementara Dr, Handoyo mengatakan, dalam UUD RI 1945 hanya ada 4 ketentuan tentang partai politik.Namun dengan melihat kontruksi apa yang ada di konstitusi tersebut dapat disimpulkan partai politik itu kecil di konstitusi tapi luar biasa besar di kekuasaan.” Di Indonesia ini partai politik masuk semua, presiden yang menentukan parpol, MK salah satunya ada hubungannnya dengan parpol karena 6 dari 9 anggotanya dipilih oleh legislative dan presiden. 3 diusulkan oleh legislative dan 3 diusulkan oleh presiden ( yang diusung parpol),” jelasnya.
Sementara itu Made Supriatna mengatakan, demokrasi di Indonesia mengalami penurunan, salah satu indikatornya merosotnya akuntabilitas lembaga-lembaga negara. “ Bagaimana partai politik menjadi sangat berkuasa, menjadi sangat dinastik dan oligarki. Bagaimana parta-partai politik dipegang oleh pewaris dari keluarga ( anaknya). Dan orang-orang ini bukan orang miskin, tapi orang-orang kaya,” katanya.
Made Supariatna juga merasa kebebasan berpendapat di negeri ini juga dibatasi. Ia mencontohkan perbedaannya dengan sekira sepuluh tahun yang lalu, dimana ia ‘bebas’ menulis dengan menyebut nama orang langsung, namun saat ini ia harus menyebut nama orang yang dimaksud dengan nama-nama lain.” Karena hal ini bisa diligitasi dengan pencemaran nama baik,” pungkasnya. (deb)