JATENGPOS.CO.ID, SUKOHARJO – Media sosial diramaikan dengan kabar penutupan PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) pada 28 Februari 2025. Sejumlah unggahan di Facebook menyebut bahwa ribuan karyawan perusahaan tekstil terbesar di Sukoharjo ini akan terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) seiring dengan status pailit yang telah ditetapkan sejak Oktober 2024.
Salah satu unggahan yang viral berasal dari akun Facebook Husni Hidayah, yang mengunggah lima poin hasil pertemuan terkait nasib karyawan. Dalam unggahan tersebut, disebutkan bahwa hari terakhir kerja adalah 28 Februari 2025, dengan pesangon dan tunjangan hari raya (THR) yang baru akan dibayarkan jika ada investor baru atau aset perusahaan terjual. Unggahan ini pun ramai diperbincangkan warganet, menambah kecemasan para pekerja.
Unggahan serupa juga datang dari akun Facebook Bambang Triyadi, yang membagikan video ribuan buruh PT Sritex keluar dari area pabrik dengan keterangan “Berakhir 28 Februari 2025.” Video tersebut telah ditonton lebih dari 23 ribu kali dan memicu berbagai spekulasi tentang masa depan perusahaan.
Saat dikonfirmasi mengenai kabar PHK massal, General Manager Sritex Group, Haryo Ngadiyono, mengungkapkan bahwa pihaknya masih menunggu hasil sidang terakhir yang akan digelar di Pengadilan Negeri Semarang pada 28 Februari 2025. “Kita tunggu hasil sidang di PN Semarang 28 Februari saja dulu,” ujarnya singkat.
Sementara itu, Ketua Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) PT Sritex, Widada, membenarkan bahwa sebagian buruh telah menerima dan mengisi surat PHK. Menurutnya, surat tersebut berasal dari kurator dan dibagikan melalui manajemen PT Sritex sebagai tanda pemutusan hubungan kerja sekaligus sebagai dokumen yang diperlukan untuk pencairan jaminan hari tua (JHT).
“Iya, ini tadi sebagian buruh sudah mengisi surat untuk PHK. Surat ini juga diperlukan agar mereka bisa mencairkan jaminan hari tua,” jelas Widada.
Ia juga menambahkan bahwa seluruh karyawan, baik yang bekerja di kantor maupun di pabrik, menerima surat tersebut. Namun, hingga saat ini, masih dilakukan pendataan ulang terkait jumlah pasti pekerja yang terdampak. “Saat ini buruh di sini masih bekerja, hanya menyelesaikan pekerjaan yang tersisa,” tambahnya.
Dengan jumlah tenaga kerja yang mencapai sekitar 6.660 orang, PHK massal ini menjadi pukulan berat bagi para buruh yang selama ini menggantungkan hidup mereka pada PT Sritex. Meski ada harapan bahwa perusahaan bisa kembali beroperasi jika ada investor baru, ketidakpastian masih menyelimuti masa depan ribuan karyawan yang terdampak.
Para pekerja kini hanya bisa menunggu hasil sidang terakhir di Pengadilan Negeri Semarang pada 28 Februari 2025, yang akan menentukan langkah selanjutnya bagi PT Sritex. Sementara itu, serikat pekerja terus berupaya memastikan hak-hak karyawan, termasuk pesangon dan tunjangan lainnya, dapat dibayarkan sesuai aturan yang berlaku.
Kabar ini terus menjadi sorotan publik, mengingat PT Sritex adalah salah satu perusahaan tekstil terbesar di Indonesia yang selama puluhan tahun menjadi tulang punggung industri tekstil di Sukoharjo. Apakah perusahaan ini benar-benar akan tutup, atau masih ada harapan untuk bertahan? Semua akan terjawab dalam sidang mendatang. (dea)