spot_img
28 C
Semarang
Jumat, 27 Juni 2025
spot_img

Guru Pegiat Literasi Protes Dihapusnya Angka Kredit Publikasi Karya Ilmiah

JATENGPOS.CO.IDSEMARANG – Dunia pendidik terus bergolak. Kali ini sejumlah guru pegiat literasi di Jawa Tengah mempersoalkan tidak dinilainya publikasi karya ilmiah guru sebagai penambah angka kredit kenaikan pangkat. Ini dianggap kemunduran karena guru hanya naik pangkat berdasarkan penilaian pimpinan, bukan berdasar kompetensi.

“Kami para guru yang aktif berliterasi sangat menyayangkan aturan ini. Bagi kami ini langkah mundur Kemen PAN RB, aturan yang sudah bagus untuk kompetensi guru, malah dihapus dan diganti pola lama,” protes Tukijo, guru penggagas gerakan guru menulis ini, dalam diskusi terbatas yang digelar di SMP 17 Semarang, Rabu 12 Maret 2025.

Menurut Tukijo, seharusnya unsur publikasi ilmiah dipertahankan agar membedakan guru yang berkarya dan tidak berkarya.

“Guru menulis itu bagus. Selama ini aturan MenPAN RB nomor 16 tahun 2009 cukup memberikan angin segar. Karena guru bisa berlomba-lomba menulis karya ilmiah, buku, artikel, konten, dan sebagainya. Yang akan dinilai dan menjadi angka kredit kenaikan pangkat. Tapi sekarang hilang. Saya kira perlu dimasukkan kembali ke unsur publikasi ilmiah,”tambah guru Bahasa Jawa ini.

Baca juga:  Wakil Ketua DPRD Jateng Sarif Abdillah: Kiprah Santri Diakui Bangsa dan Negara

Narasumber lain Supriyono, S.Pd, yang juga tim PAK (Penilaian Angka Kredit) Kota Semarang menjelaskan, publikasi ilmiah guru menjadi bukti guru berkarya. Jadi tidak semestinya dihilangkan. Menurutnya guru diberi ruang luas untuk berliterasi.

“Ironis, saat kita diminta meningkatkan literasi baca tulis siswa, tapi gurunya tidak diberi ruang dan penghargaan dalam bentuk angka kredit unsur publikasi ilmiah. Lebih jelas aturan lama, guru bisa meneliti, dan membuat karya ilmiah, misalnya PTK dan buku, serta artikel. Jenis itu dihargai di PAK. Sekarang tidak. Jadi sebaiknya regulasi itu direview kembali,”ujarnya kepada JatengPos.Co.id.

Menurutnya, saat ini guru bisa mendapatkan nilai angka kreditnya tetapi hanya unsur pembelajaran saja. Sedangkan unsur tambahan dan publikasi ilmiah tidak diakui. Sedangkan penilaian kinerja saat ini juga dilakukan oleh atasan langsung Kepala Sekolah. Sedangkan di aturan sebelumnya, guru semangat menulis karya dan melakukan penelitian dan kajian karena karyanya diakui dan dinilai menajdi angka kredit guru. Sekarang tidak diakui lagi.

Baca juga:  31 Kabupaten dan Kota di Jateng Canangkan Vaksinasi Serentak

Asal tahu, karena perubahan regulasi, kenaikan pangkat guru sudah tidak wajib ditentukan oleh angka kredit. Angka kredit bisa dikumpulkan dengan publikasi karya ilmiah (artikel, buku, dll), pengembangan diri, dan membuat media pembelajaran. Sehingga guru akan terpacu meningkatkan kemampuan kompetensinya.

Namun sejak aturan dirubah, guru naik pangkat hanya berdasarkan penilain atasan dengan nilai Baik. Bagi guru yang malas, ini dianggap memudahkan. Tetapi akhirnya tidak ada lagi pembedaan guru yang aktif berliterasi dan mana yang tidak.

“Nyaris penilaian guru hanya berdasarkan sasaran kinerja pegawai(SKP) tahunan yang minimal predikat baik. Sedangkan unsur lain tidak dimasukan ke dalam penilaian angka kreditnya. Predikat baik atau tidsk juga bisa subyektif,” katanya. (jan)

spot_img

TERKINI