JATENGPOS.CO.ID, SEMARANG – Hj. Nawal Arafah Yasin, M.S.I. selaku Ketua Tim Penggerak PKK Jawa Tengah, istri Wakil Gubernur Jawa Tengah Taj Yasin Maimoen mencetuskan satu gebrakan besar dalam dunia pesantren. Melalui Gerakan Pesantren Ramah Perempuan dan Anak, Ning Nawal, sapaan akrabnya bahkan sudah membentuk Satgas Anti Bullying di dua pesantren, Ponpes Al Anwar dan Ponpes Alhamdulillah, keduanya di Rembang.
Satgas Anti Bullying ini akan membantu mencegah terjadinya bullying di dalam lingkungan pesantren.
“Kami di Jawa Tengah melatih santri menjadi satgas anti bullying yang nantinya akan menjadi penguat dan konsuler teman sebaya sesama santri,” urainya saat menjadi pembicara dalam Tadarus Ramadhan #14 oleh Ansor University Jatim yang disiarkan secara daring, Selasa (18/03/2025).
Bekerja sama dengan Unicef, lembaga PBB yang membidangi persoalan anak, Ning Nawal menjadikan dua pesantren sebagai pilot project yang nantinya diharapkan menjadi rule model bagi pesantren yang lain di Jawa Tengah. Selama tiga tahun terakhir, program tersebut sudah dijalankan, bahkan sudah memiliki buku panduan dalam pelaksanaannya.
Tadarus Ramadhan putaran ke-14 juga dihadiri Ketua PW GP Ansor Jawa Timur H. Musaffa’ Safril, M.H., dan juga Ketua Ansor University Jawa Timur, Dr. Abdulloh Hamid, M.Pd.
Disampaikan Ning Nawal, Pesantren Ramah Perempuan dan Anak adalah pesantren yang menyediakan lingkungan bebas dari segala bentuk kekerasan, diskriminasi, dan perlakuan tidak adil terhadap santri perempuan dan anak-anak. Pesantren ramah perempuan dan anak juga mendukung partisipasi aktif perempuan dan anak dalam pengambilan keputusan, baik yang berkaitan dengan pendidikan maupun kehidupan sehari-hari di pesantren.
Ning Nawal menyampaikan ada tiga komponen utama Pesantren Ramah Perempuan dan Anak.
“Ada Lingkungan fisik yang mendukung keamanan, Budaya Pesantren Inklusif dan menghargai kesetaraan, serta Peran dan dukungan Keluarga dan Komunitas,” kata istri Wakil Gubernur Jawa Tengah tersebut.
Untuk mewujudkan poin pertama yaitu lingkungan fisik yang mendukung kemanan. Hal itu bisa dilakukan dengan beberapa hal seperti tata letak ruang yang terpisah dan terstuktur, pencahayaan lingkungan pesantren, keamanan dan proteksi seperti CCTV dan fasilitas khusus untuk perempuan dan anak.
Selain itu, lingkungan fisik yang bersih juga menjadi hal yang tidak boleh ditinggalkan dalam mewujudkan Pesantren Ramah Perempuan dan Anak.
“Kalau masih ada sampah (di pesantren. Red-) yang mengakibatkan tidak sehatnya di Pesantren maka belum Ramah Perempuan dan Anak,” tutur Ning Nawal.
Oleh karena itu, perlu pengawasan ekstra dari pengurus pondok pesantren dalam hal kebersihan, melihat adanya pesantren dihuni oleh banyak orang dengan latar kebersihan yang berbeda-beda dari rumah.
Poin kedua mengenai Budaya Pesantren Inklusif dan menghargai kesetaraan dapat diwujudkan melalui pembelajaran hak perempuan dan anak. Seperti belajar menghargai pendapat tanpa melihat status usia dan gender. Pesantren juga harus hadir untuk wujudkan kesetaraan dalam hal akademik ataupun ekstrakurikuler.
“(Pesantren-Red) Dapat mengembangkan sistem yang memastikan bahwa perempuan dan anak ini tidak terpinggirkan dalam kegiatan tertentu. Dalam pengembangan bakat yang terkadang perempuan tidak boleh ikut jadi kelihatan tidak adil. Harusnya dapat memastikan bagaimana perempuan dan anak ini juga mampu untuk dia ikut serta sesuai Passion,” kata Pengasuh Pondok Pesantren Al-Anwar IV itu.
Dengan begitu dapat menjadikan budaya pesantren yang lebih inklusif sesuai tuntunan zaman, sehingga pesantren juga harus mengikuti kemajuan tanpa melanggar norma-norma agama ataupun peraturan pondok pesantren.
Poin ketiga tentang peran dukungan keluarga dan komunitas bisa di wujudkan dengan sering melibatkan adanya orang tua santri dalam beberapa kegiatan, seperti musyawarah bareng pengurus atau dengan kotak saran melalui aplikasi online.
Selain poin diatas, juga bisa dilakukan dengan menggandeng komunitas luar pesantren yang mengampanyekan tentang stop bullying. Dengan begitu akan berdampak masif dalam penyebaran pesantren Ramah Perempuan dan Anak di kalangan masyarakat.
Melibatkan peran orang tua tentang perkembangan anak juga wajib harusnya di lakukan oleh pesantren. Agar supaya orang tua juga mengetahui tingkah laku keseharian anaknya. Hal ini bisa dilakukan dengan laporan bulanan pengurus ke orang tua baik disampaikan melalui via online ataupun pemanggilan secara berkala bagi santri yang sedang bermasalah.
Selaras dengan program Wakil Gubernur Jawa Tengah dalam menangani bullying di pesantren, yaitu menggandeng psikolog. “Apapun yang terjadi di pesantren itu, kita libatkan juga konseling dengan psikolog,” katanya. (*/jan)