JATENGPOS.CO.ID, SEMARANG – Carmadi, warga Brebes, Jawa Tengah, tergiur dengan tawaran bekerja di Spanyol sebagai kru kapal ikan dengan iming-iming gaji €3.000 per bulan. Tapi semua berubah menjadi mimpi buruk sebab Ia justru bekerja sebagai pelayan restoran dengan upah jauh di bawah janji.
Carmadi adalah satu dari 83 orang korban sindikat Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) yang diberangkatkan secara ilegal ke negara-negara Eropa, termasuk Spanyol, Portugal, Polandia, dan Yunani.
Dalam pertemuan bersama Gubernur Jawa Tengah Ahmad Luthfi dan Dirreskrimum Polda Jateng Kombes Pol Subagio, Carmadi mewakili korban lainnya menceritakan kronologi panjang bagaimana Ia bisa lolos dan kembali ke Indonesia.
“Terima kasih saya sampaikan kepada Pak Gubernur dan Polda Jateng. Saya bisa pulang, tapi teman-teman saya masih banyak di sana. Nasib mereka saya tidak tahu,” ujar Carmadi.
Menurut data dari Polda Jateng, sindikat ini dijalankan oleh tersangka KU (Kunali) asal Tegal dan NU (Nurjaman) dari Brebes. Mereka merekrut korban dari berbagai daerah, lalu menjanjikan pekerjaan legal di Spanyol dengan bayaran tinggi.
Korban seperti Carmadi diminta membayar biaya pengurusan dokumen dan keberangkatan sebesar Rp65 juta, namun total kerugiannya beragam dan mencapai lebih dari Rp75 juta.
Setelah sampai di Spanyol, para korban justru ditempatkan di rumah agen dan direkam dalam video menjadi semacam “komoditas” untuk dijual ke tempat kerja yang belum pasti.
“Awalnya dijanjikan kerja kapal, tapi begitu sampai malah disuruh kerja di restoran Cina. Gajinya 900 euro. Teman saya ada yang cuma dapat 700 euro. Tidak sesuai sama sekali,” kata Carmadi.
Data Polda Jateng menyebutkan, total korban yang diberangkatkan oleh sindikat ini mencapai 83 orang, dengan kerugian korban dalam satu laporan mencapai Rp5,8 miliar.
Sebagian korban berhasil kembali ke Indonesia, termasuk 5 orang dengan biaya sendiri, seperti Carmadi, yang kini menjadi pelapor kasus ini.
Barang bukti yang diamankan Polda Jateng meliputi: paspor, bukti transfer, print-out pemesanan tiket, dokumen perjanjian kerja, serta percakapan digital.
Tersangka dijerat dengan pasal UU No. 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia, serta UU No. 21 Tahun 2007 tentang TPPO, dengan ancaman hukuman hingga 15 tahun penjara dan denda maksimal Rp5 miliar.
Gubernur Ahmad Luthfi menyatakan dengan tegas Pemerintah Provinsi Jawa Tengah berkomitmen mendampingi proses hukum dan pemulihan korban TPPO. Apalagi dari kasus yang terungkap, sebagian besar warga Jateng.
“Kita sudah koordinasi dengan polda dengan lawyernya (korban) sedapat mungkin masyarakat kita nanti akan kita tarik atau kita kembalikan ke Jawa tengah,” tegasnya usai berdialog secara daring melalui Zoom bersama korban maupun keluarga.
Dengan begitu, lanjut Luthfi, mereka bisa dibantu penanganan proses hukumnya. Mantan Kapolda Jateng itu pun telah memerintahkan dinas terkait untuk mengawal kasus tersebut.
“Bagi masyarakat kita yang menjadi korban. Saya sudah perintahkan kepada Dinas Tenaga Kerja kita untuk kita salurkan kepada PT-PT yang resmi. Atau kita bekerjakan kembali di wilayah Jawa tengah. Ini untuk menghindari agar tidak terjadi adanya beban bagi masyarakat kita yang sudah ditipu itu,” jelasnya.
Terlepas dari kejadian tersebut, Luthfi mengimbau agar masyarakat tidak tergiur iming-iming gaji besar. Terutama bila perekrut mulai mematok tarif agar bisa diberangkatkan dan legal standing-nya tidak bisa dipertanggungjawabkan.
“Jangan sampai kejadian TPPO di Jawa tengah itu terulang, saya selalu pantau, nanti saya koordinasi dengan pak Kapolda utamanya dengan Dirreskrimum bagi korban-korban kita yang sudah kembali dan itu telah dirugikan maupun korban korban kita yang masih di negara Eropa,” tandasnya.
Pemprov Jateng melalui Disnakertrans juga telah berkoordinasi dengan Kementerian Luar Negeri, Divhubinter Polri, dan Imigrasi untuk menelusuri korban lain yang masih berada di luar negeri dan dalam kondisi rentan. (*/jan)