JATENGPOS.CO.ID, JAKARTA – Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Said Aqil Siradj dan Rais Aam Miftahul Akhyar menemui Wakil Presiden Ma’ruf Amin. Pertemuan tersebut membahas berbagai persoalan salah satunya terkait Omnibus Law Undang-undang Cipta Kerja.
Dikutip dari Antara, Jumat (16/10/2020) pertemuan dilakukan di rumah dinas Wapres Ma’ruf pada Kamis (15/10) malam. Said Aqil menyerahkan draf rekomendasi yang berisi delapan poin terkait kiritik terhadap UU Cipta Kerja tersebut.
“Masih banyak catatan yang kami kritisi, kritik lho ya, bukan berarti kami menentang, tapi kritik. Hal yang masih belum berpihak pada rakyat, antara lain soal tambang, kontrak (pekerja lepas) yang tidak dibatasi. Jadi kami juga secara resmi sampaikan delapan poin,” kata Said Aqil.
Menurutnya, warga NU menilai UU Cipta Kerja bersifat eksklusif dan tidak berpihak kepada rakyat kebanyakan. Serta kurang adanya sosialisasi dan dialog.
“Menurut warga NU, terlihat sekali undang-undang ini eksklusif, tertutup, kurang sosialisasi, kurang komunikasi dan kurang dialog,” tambahnya.
Said Aqil menyebut, PBNU mendesak pemerintah untuk melakukan komunikasi dan dialog terbuka dengan tokoh-tokoh masyarakat. Sehingga UU ini, kata dia, diperuntukkan untuk rakyat.
“Jadi bagaimana supaya ini terbangun persepsi yang positif, bahwa UU ini betul-betul demi rakyat, pro rakyat, pro buruh, pro-grassroot. Jadi jangan kelihatan elitis, kelihatan eksklusif dan politis,” tegasnya.
Sementara itu Juru Bicara Wapres Masduki Baidlowi yang ikut dalam pertemuan, mengungkapkan Wapres Ma’ruf meminta PBNU ikut mendinginkan suasana. Ma’ruf juga disebut mempersilakan PBNU jika ingin mengajukan gugatan uji materi terhadap UU tersebut.
“NU diminta untuk menampung berbagai hasil rekomendasinya dan diharapkan juga NU dapat ikut mendinginkan suasana,” kata Masduki.
“Kata Wapres, ada dua solusi yang diberikan; pertama, kalau masih bisa diadopsi lewat PP, maka itu akan diadopsi lewat PP, maka mana konsepnya? Saya (wapres) terima. Tetapi, kalau misalnya tidak bisa, maka ajukan saja judicial review,” ujarnya.(ant)