Kolaborasi Masyarakat dan Pemerintah Harus Diwujudkan dalam Menghadapi Bencana

Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat

JATENGPOS.CO.ID,  JAKARTA – Diperlukan kolaborasi masyarakat dan pemerintah dalam mengaplikasikan strategi untuk mencegah dan menghadapi bencana.
Penerapan manajemen bencana (disaster management) dan risk assesment yang baik merupakan bagian strategi tersebut.

“Kita tidak kekurangan pakar untuk melakukan mitigasi bencana, sekarang bagaimana kita membuat cetak biru dalam menghadapi bencana agar masyarakat luas memiliki pemahaman yang baik dalam upaya mencegah dan menyikapi ketika bencana terjadi,” kata Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat saat membuka diskusi daring bertema Mitigasi Bencana di Tengah Pandemi yang digelar Forum Diskusi Denpasar 12, Rabu (10/2).

Pada diskusi yang dimoderatori Drs. Luthfy A. Mutty, M.Si (Staf Khusus Wakil Ketua MPR RI Bidang Penyerapan Aspirasi Masyarakat dan Daerah) itu menghadirkan Abdul Muhari PhD (Plt Direktur Pemetaan dan Evaluasi Bancana Badan Nasional Penanganan Bencana/BNPB), Prof. Dwikorita Karnawati, M.Sc, PhD (Kepala Pusat BMKG), Prof. Dr. Eng. Ir. Adi Maulana, ST, M.Phil (Ketua Pusat Studi Kebencanaan Universitas Hasanuddin/Unhas) dan Dr. Ichsan, M.Sc (Tsunami & Disaster Mitigation Research Center Universitas Syah Kuala) sebagai narasumber.

Baca juga:  Bamsoet Minta Pemerintah Tinjau Kembali Kebijakan Bebas Visa

Selain itu menghadirkan juga H. Rudi Hartono Bangun, S.E., Map. (Komisi VIII DPR RI Periode 2019 – 2024), dan Ika Ningtyas (Jurnalis Bidang Bencana).

iklan

Menurut Lestari, amanat alinea ke-4 Pembukaan UUD 1945 menyebutkan bahwa salah satu tujuan bernegara kita adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia.

Tentunya, tegas Rerie, sapaan akrab Lestari, amanat konstitusi itu juga harus diwujudkan saat bencana melanda di berbagai wilayah di Indonesia.

Karena itu, anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu berharap, terjadinya kolaborasi yang baik antara para pemangku kepentingan dan masyarakat untuk membangun kesadaran bersama bahwa letak geografis Indonesia berada di jalur gempa teraktif di dunia karena dikelilingi oleh ring of fire Pasifik.

Dengan memiliki pemahaman yang sama soal bencana antara masyarakat dan pemerintah, menurut Rerie, berbagai upaya pencegahan dan strategi dalam menghadapi bencana di tanah air dapat diterapkan dengan baik sehingga bisa menekan potensi timbulnya korban saat bencana.

Baca juga:  Wakil Ketua MPR Ajak Dunia Bersatu Atasi Krisis Akibat Pandemi

Menurut Plt Direktur Pemetaan dan Evaluasi Bancana BNPB Abdul Muhari saat ini pihaknya membagi kondisi kebencanaan menjadi empat klaster yaitu bencana geologi dan vulkanologi, banjir dan longsor, gagal teknologi seperti pencemaran lingkungan dan pandemi.

Diakui Abdul, BNPB sudah memiliki kajian risiko dan risk assesment terhadap potensi bencana sampai tingkat kabupaten. Sehingga, jelas dia, kita sebenarnya sudah memiliki acuan data yang bisa dipakai dalam menghadapi ancaman bencana.

Kenyataannya, ujar dia, tingkat kerusakan bangunan akibat bencana pada Januari 2021 (47.000 bangunan), tegas Muhari, jumlahnya sudah melampaui angka kerusakan bangunan akibat bencana sepanjang 2020 (42.758).

Muhari berharap para pemangku kepentingan dapat benar-benar memanfaatkan data potensi kebencanaan yang ada untuk direalisasikan agar bisa meminimalkan potensi kerugian akibat bencana.

Kepala Pusat BMKG, Dwikorita Karnawati mengungkapkan bahwa wilayah Indonesia memang rawan menghadapi fenomena alam yang kompleks karena dipengaruhi kondisi iklim dari dua benua dan dua samudra.

Baca juga:  Perempuan Harus Mampu Menjawab Tantangan yang Semakin Beragam

Akibatnya pada Januari-Februari 2021 curah hujannya akan 40%-80% lebih tinggi dari normal atau 200 mm-500 mm per bulan.

Menurut Dwikorita, dengan perkiraan akan terjadinya cuaca yang ekstrim diharapkan para pemangku kepentingan juga melakukan persiapan yang ekstrim juga. “Kita harus bisa beradaptasi dengan perubahan iklim yang terjadi,” ujar Dwikorita.

Ketua Pusat Studi Kebencanaan Unhas Adi Maulana menilai Indonesia merupakan negara dengan potensi bencana yang tinggi, sehingga sangat diperlukan kepatuhan para pemangku kepentingan dalam menjalani ketentuan yang ada dalam hal penerapan tata ruang, konsistensi edukasi untuk meningkatkan literasi kebencanaan.

Menurut Ichsan dari Tsunami & Disaster Mitigation Research Center Universitas Syah Kuala, bencana alam yang datang bersamaan dengan pandemi di Indonesia menuntut sejumlah perbaikan.

Perbaikan itu, antara lain dalam bentuk perbaikan kebijakan disaster management, review analisis risiko bencana-bencana yang terjadi, integrasi sistem peringatan dini dengan sistem emergency bidang kesehatan, kesiapan sistem logistik dan pengembangan relawan berbasis komunitas.(udi)

iklan