JATENGPOS.CO.ID, SEMARANG – Keragaman Pedagang Kaki Lima (PKL) kuliner khas yang ada di kota Surakarta (Solo) harus didorong sebagai pendukung industri pariwisata daerah setempat.
Keberadaan Pedagang Kaki Lima (PKL) khususnya kuliner di kota Solo bukan hanya sebagai pelengkap, sebaliknya keragaman kukiner ini harus menjadi salah satu sektor unggulan.
“Terlebih, saat ini kota Solo menjadi tujuan wisata domestik dan internasional adalah karena keberadaan para penjaja kuliner,” kata politisi NasDem, Eva Yuliana, Selasa (26/3).
Ia mengatakan, pemberdayaan usaha kuliner di Solo dan sekitarnya adalah hal yang mutlak mendapat perhatian semua pihak. Baik oleh pemerintah daerah, pemerintah provinsi hingga pemerintah pusat.Â
“Saya melakukan upaya merancang program yang bisa bermanfaat untuk pengembangan PKL kuliner di Solo. Misalnya membantu mereka yang kira-kira belum punya gerobak, atau sudah punya tetapi perlu dibantu,” ujarnya.
Dikatakannya, Solo memiliki beberapa sentra kuliner yang juga warisan dari Presiden Joko Widodo saat menjabat Wali Kota.
Ia pun merasa memiliki tanggung jawab untuk memelihara sekaligus mengembangkannya jika dipercaya menjadi anggota dewan dari Dapil Jateng V yang meliputi Solo, Sukoharjo, Boyolali dan Klaten.
“Salah satu yang paling terkenal adalah Galabo singkatan dari Gladak Langen Bogan di Jalan Mayor Sunaryo, depan Pusat Grosir Solo, itu dulunya jalan biasa, lalu ditutup khusus untuk pejalan kaki,” ujarnya.
Kemudian ada sentra kuliner lain yang sudah sejak lama, yakni Nasi Liwet Keprabon. Kemudian, kalau tengah malam di Solo dan sekitarnya masih banyak kuliner, seperti gudeg ceker.
Beragam kuliner menarik di Solo dan sekitarnya lainnya adalah Nasi Liwet, Tengkleng dan Sate Kambing, Selat Solo, gudeg ceker, dawet, dan Soto langganan Presiden Jokowi yakni Soto Gading.
Selain itu, yang tidak kalah menarik adalah Wedangan yang khas dan tidak ditemukan di kota lain, selain Solo, Klaten, Sukoharjo, dan Boyolali.
“Jadi dari jenis kulinernya saja sudah menarik, apalagi kalau diatur dengan baik, dipromosikan terus, dan ditingkatkan lagi, memang kita tidak bisa melakukan sendiri, perlu kerjasama dengan pemerintah daerah,” tuturnya.Â
Eva mengaku, dirinya terus melakukan komunikasi intens dengan asosiasi-asosiasi PKL kuliner dan berembug bagaimana meningkatkan kualitas dari sajian dan penjualan.
“Kalau kita berkumpul dengan mereka, saling bercerita, diskusi, berbagi pengalaman jadi kita bisa saling memberi input untuk masing-masing peningkatan bisnis,” tuturnya.Â
Selain meningkatkan tempat-tempat wisata kuliner, lanjut Eva, Kota Solo saat ini sering menjadi pilihan untuk lokasi Meeting, Incentive, Convention, and Exhibition (MICE).
Sehingga bisa usahakan bagaimana ada booth- booth yang disediakan untuk PKL kuliner memeriahkan acara tersebut, ada upaya- upaya yang bisa dilakukan dan menjadi sesuatu yang bermanfaat,” tuturnya.
“Kemanapun saya pergi, baik di dalam negeri maupun luar negeri, saya selalu bawa dan promosikan makanan Solo,” tutur Staf Khusus Hubungan Antarlembaga dan Peningkatan Sarana Perdagangan Kementerian Perdagangan ini.
Ketua Umun Ikatan Pedagang Pasar Tradisional ndonesia Abdullah Mansuri menjelaskan para pembuat kebijakan khususnya pemerintah daerah harus lebih memperhatikan pedagang kecil yang khususnya bergerak di bidang kuliner.
Perhatian misalnya diberikan dengan menjaga kenyamanan dan juga menata kios pedagang. Menurutnya, banyak kios pedagang kuliner kaki lima yang belum ditata dengn baik.
Selain itu masih banyak pungutan liar kepada para pedagang. “Mereka juga masih dijajah oleh preman -preman lokal,” ujar Abdullah.
Karena itu dia berharap ada kepedulian kepada para pedagang kaki lima, terutama untuk memperbaiki menajamen kebijakan mengenai pedagang kaki lima.
“Banyak sekali para pedagang ini yang tidak diurus pemerintah daerah. Dibiarkan begitu saja,” paparnya.
Menurutnya, sektor kuliner di pedagang kaki lima juga belum diurus dengan baik. “Untuk pemda yang penting ada pemasukan dari PKL, tetapi tidak pernah ditata,” ucapnya.
Dia mengusulkan untuk pedagang kaki lima khusus kuliner diberikan hak dan fasilitas yang sama dengan para pedagang pasar. Misalnya, diberikan hak kios, serta turut dipromosikan sebagai salahsatu daya tarik daerah.
“Sebab, potensi usaha kuliner jalanan ini sangat besar jika dapat dikelola dengan baik. Apalagi Indonesia memiliki keragaman kuliner yang bisa menjadi daya tarik,” tandasnya.
Potensi kuliner bagi perekonomian juga ditegaskan Badan Ekonomi Industri Kreatif (Bekraf). Data Bekraf menyebutkan, hingga 40 persen dari pendapatan sektor pariwisata dan ekonomi kreatif ditopang oleh kuliner.
Kepala Bekraf, Triawan Munaf, mengatakan aspek kebersihan masih menjadi hal yang perlu diperhatikan untuk mengembangkan lebih baik.
“Di sisi lain, penyajian serta pemasaran juga menjadi hal penting untuk bisa bersaing,” katanya.(aln/Bis)