JATENGPOS.CO.ID, JAKARTA – Mahkamah Agung (MA), melalui putusannya mengabulkan gugatan terhadap Peraturan KPU, tentang aturan eks napi koruptor maju caleg. Meskipun demikian, KPU belum sepenuhnya kalah untuk mempertahankan PKPU yang melarang eks koruptor nyaleg.
“Bola di KPU sih,” kata Sekretaris Badan Pendidikan dan Pelatihan DPP PDIP Eva Kusuma Sundari, Sabtu (15/9/2018).
PKPU Nomor 20 Tahun 2018 yang melarang eks koruptor untuk nyaleg kini telah dibatalkan oleh MA. Putusan itu diputus MA pada 13 September kemarin. PKPU itu dinyatakan bertentangan dengan Undang-Undang.
Ternyata, dalam Peraturan MA Nomor 1 Tahun 2011 tentang Hak Uji Materiil, si pejabat yang menerima putusan MA masih punya waktu 90 hari untuk tidak melaksanakan putusan MA. Artinya, PKPU yang melarang eks napi korupsi nyaleg masih bisa berlaku 90 hari ke depan. Sementara momentum penetapan caleg dijadwalkan digelar kurang dari 90 hari ke depan, tepatnya pada 20 September nanti.
Maka dengan kata lain, KPU punya waktu 90 hari untuk mengabaikan putusan itu sehingga PKPU itu tetap berlaku sampai bakal caleg ditetapkan menjadi caleg. Apakah opsi ‘mengabaikan putusan MA’ seperti itu bakal diambil KPU atau tidak, itu terserah KPU.
“Tinggal keberanian KPU untuk mengosongkan atau menghapus bakal caleg yang bersangkutan (yang eks napi korupsi) dari list kartu suara, atau dibiarkan karena putusan MA menyatakan ‘bisa’, artinya opsional. Boleh dipatuhi langsung atau ditunda hingga 90 hari ke depan,” tutur Eva.
Secara umum, PDIP dinyatakannya mendukung PKPU itu. PDIP juga memperketat mekanisme pengajuan bakal caleg di internalnya supaya yang menjadi bacaleg benar-benar sosok yang bebas korupsi. Ketika putusan MA yang membolehkan eks koruptor untuk nyaleg diketuk, Eva memandang itu adalah kemunduran.
“Kita menyesali (putusan MA). Ini kemunduran dari tekad memiliki politisi bersih. Kita dukung KPU,” kata Eva.
MA sebelumnya mengabulkan permohonan gugatan Peraturan KPU Nomor 20 Tahun 2018, yang melarang eks napi korupsi mencalonkan diri sebagai anggota legislatif. Selidik punya selidik, putusan MA itu tak berlaku otomatis.
Hal itu didasari Peraturan MA Nomor 1 Tahun 2011 tentang Hak Uji Materiil sebagaimana dikutip detikcom, Jumat (14/9). Dalam Pasal 8 ayat 2 disebutkan:
Dalam hal 90 hari setelah putusan MA tersebut dikirim ke Badan atau Pejabat Usaha Tata Negara, yang mengeluarkan peraturan perundang-undangan tersebut, ternyata Pejabat tersebut tidak melaksanakan kewajibannya, demi hukum peraturan perundang-undangan tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum. (drh/dtc)