JATENGPOS.CO.ID, JAKARTA – Tidak dapat dipungkiri bahwa kekerasan seksual telah menjadi persoalan serius yang nyata terjadi di masyarakat selama ini. Penyelesaian terhadap berbagai bentuk kekerasan seksual sejauh ini belum tuntas karena terjadi kekosongan hukum.
Lobi-lobi di tingkat fraksi, menurut anggota Komisi X DPR RI itu, harus intens dilakukan untuk memberikan pemahaman yang utuh terkait pasal-pasal yang masih menimbulkan perbedaan pendapat.
“Perbedaan pendapat dan pandangan dalam pembahasan sebuah RUU itu hal biasa. Perbedaan itu diharapkan mengerucut pada titik temu, bukan untuk menggagalkan pembahasan beleid itu,” katanya mengingatkan.
Anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu mengakui bahwa fraksi-fraksi di Senayan sudah memahami pentingnya kehadiran UU PKS, dan kita harapkan hal itu dapat diwujudkan dalam bentuk dukungan politik untuk mengegolkan RUU tersebut menjadi undang-undang yang akan berlaku sebagai hukum positif di Indonesia.
Kasus kekerasan seksual selama ini, imbuh Rerie, terus meningkat dari tahun ke tahun. Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) mencatat kekerasan seksual pada anak dan perempuan mencapai angka tertinggi pada 2020, yakni lebih dari 7 ribu kasus. Sedangkan pada tahun yang sama total kasus kekerasan pada anak dan perempuan mencapai 11 ribu lebihkasus.
Selain itu, berdasarkan pelaporan pada Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni PPA) tahun ini hingga 3 Juni 2021 terdapat 3.122 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak. Dari data tersebut, angka kekerasan seksual masih mendominasi.(udi)