JATENGPOS.CO.ID, BERPULANGNYA sosok penyair, budayawan, dan akademisi besar Darmanto Jatman pada Sabtu (13/1) lalu merupakan duka mendalam bagi dunia sastra, budaya, dan pendidikan.
Namun sebagai seorang dengan keotentikan karya dan pemikiran-pemikiran yang menginspirasi banyak orang, Darmanto Jatman tidak pernah mati dan harus tetap hidup. Keyakinan itulah yang harus tetap dijaga dan dilanjutkan oleh semua orang mulai saat ini agar apa yang menjadi cita-cita dan impian Darmanto Jatman dapat terus terwujudkan.
“Mas Darmanto tidak boleh mati, tidak pernah mati, dan harus tetap hidup terus dalam cinta kita. Hidup itu bukan bagaimana Anda paham atau tidak, tetapi bagaimana mempertahankan cinta itu. Saya yakin semua yang datang ke sini adalah yang mengapresiasi Mas Darmanto,” kata Emha Ainun Najib atau akrab disapa Cak Nun dalam acara Doa untuk Darmanto Jatman di Semarang, Sabtu (20/1) malam.
Seruan Cak Nun tersebut bukan suatu yang berlebihan. Mengingat apa yang sudah dilakukan oleh Darmanto Jatman selama hidupnya. Bagi Cak Nun, Darmanto merupakan sosok sempurna karena ia memiliki keotentikan atau kekhasan dalam berkarya hingga mampu menginspirasi anak-anak muda.
“Beliau (Darmanto, red) merupakan manusia sempurna karena bisa menjadi dirinya sendiri. Mas Darmanto itu otentik, ya seperti itu. Tidak ada puisi atau penyair yang mempunyai karakter seperti karya-karya beliau. Itulah kesempurnaannya dan saya menerima kesempurnaan itu. Ada manisnya, ada baiknya, ada gelapnya, dan ada terangnya,” tutur Cak Nun menggambarkan sosok Darmanto Jatman.
Keotentikan Darmanto juga digambarkan Cak Nun dengan bagaimana penyair muncul pada era 60an tersebut bertahan dan terus berkarya selama puluhan tahun. Bahkan di Semarang yang merupakan tanah tandus dalam kehidupan berkesenian.
“Beliau bertahan di dunia yang tidak paham puisi, negara yang tidak butuh puisi. Untuk itu setelah ini kita harus belajar dari beliau, cari apa yang bisa kita pelajari dari beliau. Entah wilayah apa pun sepeti karakter puisinya, kemanusiaannya, caranya membaca puisi, dialektika estetika puisinya dengan ilmu sosial dan psikologi yang dimilikinya. Lalu kita harus mempelajarinya,” ungkapnya.
Acara yang didedikasikan untuk Darmanto Jatman tersebut juga dihadiri oleh keluarga besar seperti Sri Muryati dan anak-anaknya. Selain itu juga ada sejumlah sahabat, rekan, dan penyair-penyair yang mempunyai hubungan dekat dengan Darmanto Jatman. Di antaranya ada Tanto Mendut, Prie GS, Eko Tunas, Nurdin HK, Untung Surendra, Widyantoro, Handry TM, Adi Eko, Andh Siswanto, Jodhi Yudono, dan lainnya.
Mereka masing-masing mengapresiasi karya Darmanto Jatman. Mulai pembacaan puisi hingga musikalisasi puisi. Mereka juga memberikan testimoni mengenai sosok Darmanto Jatman.
Untung Surendra, misalnya, ia mengatakan bahwa Darmanto Jatman merupakan sahabat, guru, dan seorang yang menginspirasinya dalam menulis. Satu hal yang pernah didengar Untung dari Darmanto adalah tentang membebaskan segala pikiran yang membelenggu ketika menulis. “Beliau pernah berkata, bebaskan segala pikiran yang membelenggu ketika kamu menulis. Malam ini kita semua bisa merenung dan mesti merenung bahwa kapan dan di mana juga akan berpulang,” ujarnya.
Sementara Prie GS dan Andi Eko memberikan testimoni bagaimana sikap sosial Darmanto Jatman. Keduanya melihat sosok Darmanto sebagai seorang yang lebih mementingkan kepentingan orang lain daripada dirinya sendiri. (har/muz)