Oleh:
Dr. Dwiningtyas Padmaningrum, S.P., M.Si (Prodi Penyuluhan dan Komunikasi Pertanian Fakultas Pertanian UNS Surakarta) dan Dr. Ir. Puji Harsono,M.P.,C.R.P (Prodi Agroteknologi Fakultas Pertanian UNS Surakarta)
Beras Rojolele organik merupakan komoditas dengan potensi ekonomi tinggi, namun demikian dalam penerapan budidaya padi dengan prinsip-prinsip pertanian organik sering kali menghadapi kendala. Diantaranya berupa mutu produk dibawah kualitas standar serta ketimpangan antara produksi dan pemasaran yang menyebabkan keduanya tidak saling terhubung dengan baik. Sebagai dampaknya, petani seringkali tidak dapat memenuhi produk beras sesuai keinginan pasar secara persis dalam hal kualitas maupun kuantitas yang kontinyu.
Dalam hal ini model kemitraan closed loop sebagai salah satu upaya untuk menghubungkan petani sebagai produsen dan dunia usaha tempat memasarkan hasil panen yang dianggap menguntungkan semua pihak karena mengintegrasikan ekosistem rantai pasok dan nilai dari hulu sampai hilir. Prinsip saling menguntungkan sejalan dengan Peraturan Pemerintah No. 44 Tahun 1997 Tentang Kemitraan bahwa kemitraan saling; memerlukan, memperkuat dan menguntungkan.
Padi local aromatic Rojolele memiliki karakteristik nutty-like aroma (wangi), senyawa volatile muncul saat pembungaan. acetyl-1-pyrroline sbg aroma kunci beras aromatic (Mathure et al. 2011; Buttery et al, 1983). Deskripsi padi Rojolele varietas Srinuk mempunyai umur panen 120 hari, tahan rebah, anakan produktif 22 batang, bentuk gabah medium/warna kuning jerami/mudah rontok, bentuk beras medium, tekstur pulen, amilosa 15,9%, agak tahan tungro/blast (PVT, 2020). Faktor yang mempengaruhi mutu gabah maupun beras adalah sifat genetik varietas, lingkungan tumbuh, penerapan teknologi budidaya dan teknologi panen serta pasca panen.
Padi Rojolele juga dikenal dengan keunggulannya sebagai beras aromatik yang identik dengan brand Delanggu, keaslian dan keunikan sifatnya yang terbentuk menjadikan padi Rojolele menjadi komoditas unggulan Kabupaten Klaten. Aroma wangi beras Rojolele yang diminati konsumen hasil dari campuran volatile, selain itu warna berasnya putih dan bening. Namun demikian, mutu giling berasyang ditentukan persentase beras putih (beras lepas kulit) dan persentase beras kepala masih rendah sehingga menurunkan nilai ekonominya. Faktor yang menyebabkan menurunnya mutu giling diantaranya cara panen, perlakuan pasca panen, seperti pengeringan, penyimpanan gabah, rice milling unit. Kreativitas dan inovasi menjadi kata kunci penting untuk meningkatkan mutu giling melalui penerapan smart farming.
Desa Delanggu sebagai salah satu penghasil padi Rojolele memiliki lahan sawah seluas 210 hektar yang didominasi tanamanpadi dengan sistem budidaya konvensional melalui penggunaan pupuk kima dan pestisida sintetik. Sumberdaya alam berupa air yang berasal dari lereng gunung Merapi dan Merbabu memungkinkan untuk mendukung pertumbuhan dan perkembangan padi ditunjang dengan lahannya yang subur. Sawah di Delanggu sebagian besar ditanami padi varietas RojoleleSrinuk yang Hak Perlindungan Varietas Tanaman (PVT) dimiliki Pemerintah Daerah Kabupaten Klaten dan Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN), keunggulan Rojolele Srinuk adalah tahan rontok, tekstur nasi pulen, umur panen pendek (120 hari) dan aroma beras wangi.
Menurut Indrasari et. al., 2017, wangi atau aroma beras memiliki nutty like aroma disebabkan oleh senyawa volatile yang terbentuk pada saat pembungaan. Lebih lanjut Verma et al., (2018), menyatakan bahwa aroma merupakan ciri utama kualitas beras yang meningkatkan potensi nilai beras dalam perdagangan internasional. Padi aromatik memiliki ciri dan dan dikenal di suatu lingkungan tertentu seperti padi Rojolele Delanggu, keaslian dan keunikannya menjadikan sumber daya dan potensi daerah.
Namun demikian, di tengah menurunnya dukung lahan sawah Delanggu akibat sistem pertanian konvensional intensif jangka panjang maka perlu dikembangkan budidaya padi Rojolele dengan sistem pertanian organik. Pertanian organik berbasis agro-ekologi, fokus pada kesuburan tanah dan kesehatan tanaman, tanpa menggunakan input bahan agrokimia. Tujuan pengembangan padi Rojolele organik merujuk tiga pilar, yakni ekologis, ekonomi dan sosial.
Secara ekologis untuk keseimbangan ekosistem tanpa polusi kimia, kesuburan tanah tinggi, air yang bersih, keanekaragaman hayati, pengelolaan ternak yang baik dan konservasi sumberdaya alam. Tujuan ekonomi adalah untuk investasi dengan hasil produksi dengan kualitas baik dan konstan, input external rendah, penggunaan sumberdaya lokal sehingga ada jaminan ekonomi, kegairahan perekonomian dan peningkatan nilai tambah. Tujuan sosial mencakup pemenuhan kebutuhan lokal, kesetaraan gender, penghargaan budaya lokal dan menciptakan kondisi kerja yang baik (Merot et al., 2020).
Tuntutan untuk menghasilkan beras organik yang kaya nutrisi dan mineral, aman dikonsumsi (bebas residu pestisida sintetis, bebas residu hormone sintetis dan antibiotic dan bebas genetic modified organism / transgenik) dan ramah lingkungan membutuhkan sumberdaya manusia (petani) yang kompeten.
Universitas Sebelas Maret melalui Program Kemitraan Masyarakat (PKM-UNS) berupaya memberikan kontribusi kepada petani padi Rojolele melalui fasilitasi dalam penerapan good agricultural practices produk beras organik yang memenuhi standar mutu Lembaga Sertifikasi Organik di Indonesia.
Secara spesifik program ini dilaksanakan dalam bentuk pengawalan dan pendampingan intensif petani dalam penerapan pertanian organik berbasis prinsip agro-ekologi (yakni fokus pada kesuburan tanah dan tanaman padi tanpa bahan agro-kimia) baik dari proses budidaya hingga pascapanen serta jaminan kepastian pasar, serta menerapkan kemitraan model closed loop dengan pelibatan akademisi, kelompok tani dan off taker. Peran off taker dalam hal ini usaha kuliner menjadi sentral dalam aspek penentuan standar kualitas beras organik petani untuk mengurangi kerugian dan menjaga kesinambungan pasar.
Terima kasih secara institusional disampaikan kepada Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah mendanai kegiatan pengabdian kepada masyarakat dari sumber pendanaan non APBN melalui Program Kemitraan Masyarakat UNS (PKM UNS) Tahun Anggaran 2023. (*)