SEMARANG -Tim Penyidik Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menyerahkan tersangka tindak pidana perpajakan ke Kejaksaan Negeri Semarang pada (Kamis, 15/4). Penyerahan tersangka dilakukan setelah berkas perkara dinyatakan lengkap oleh pihak Kejaksaan.
Sebelumnya, tersangka Df ditangkap oleh penyidik di daerah Majalengka, Jawa Barat. Df terbukti bersalah telah melakukan tindak pidana perpajakan dengan membuat faktur pajak palsu secara sengaja. Sejak Juli 2010 hingga November 2014, tersangka Df telah menjual faktur pajak palsu kurang lebih senilai Rp10,5 miliar ke beberapa perusahaan di Semarang.
Penyidik menyebut kasus tersebut bermula dari ditemukannya faktur pajak Tidak Berdasar Transaksi Sebenarnya (TBTS) atau faktur pajak palsu yang beredar di wilayah Semarang dan sekitarnya di tahun 2017. Penyidik kemudian melakukan penyelidikan terhadap Df yang merupakan warga Tangerang, namun ia sempat tidak diketahui keberadaannya. Alhasil, Df masuk dalam DPO (Daftar Pencarian Orang) selama 4 tahun.
Df dijerat dengan pasal 39A Undang-Undang RI No 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah dengan UU RI No 16 Tahun 2009. Df terancam pidana penjara paling sedikit 2 (dua) tahun dan paling lama 6 (enam) tahun serta denda paling sedikit 2 (dua) kali jumlah pajak dalam faktur pajak, bukti pemungutan pajak, bukti pemotongan pajak, dan/atau bukti setoran pajak dan paling banyak 6 (enam) kali jumlah pajak dalam faktur pajak, bukti pemungutan pajak, bukti pemotongan pajak, dan/atau bukti setoran pajak.
Saat ditemui secara terpisah Kepala Bidang Pemeriksaan, Penagihan, Intelijen, dan Penyidikan Kanwil DJP Jawa Tengah I, Muhammad Hanif Arkanie menyatakan apresiasinya kepada tim penyidik atas keberhasilannya dalam menciduk tersangka pembuat faktur pajak palsu.
“Cepat atau lambat penggunaan faktur pajak palsu pasti akan terungkap. Jadi, baik pembuat maupun pengguna faktur palsu agar segera menghentikan tindakan tersebut.” imbuhnya.
Sebagai informasi, penyidikan tindak pidana pajak adalah bagian dari tindakan penegakan hukum di DJP. Tindakan ini merupakan upaya terakhir atau ultimum remedium. Sebelum melangsungkan penyidikan, tindakan pengawasan dan pemeriksaaan bukti permulaan harus dilakukan terlebih dahulu oleh penyidik.(aln)