JATENGPOS.CO.ID, SEMARANG — Untuk menghitung perolehan kursi caleg di DPR/DPRD provinsi/DPRD kabupaten/kota, Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada pileg 2024 ini masih menggunakan metode Sainte Lague. Yaitu metode yang diperkenalkan seorang pakar matematika asal Prancis bernama Andre Sainte Lague pada tahun 1910.
Metode ini sudah dipakai pada pemilu 2019 lalu. Aturan mengenai metode Sainte Lague tertuang dalam UU Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum, yaitu dalam Pasal 414 Ayat 1. Disebutkan bahwa setiap partai politik peserta Pemilu harus memenuhi ambang batas perolehan suara sebesar 4%.
Artinya, partai yang tidak memenuhi ambang batas tak akan diikutsertakan dalam penentuan kursi DPR RI. Adapun untuk penentuan kursi DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota, seluruh partai politik akan dilibatkan, meskipun tidak lolos 4 persen. Gg
Menilik dari Pasal 415 (2), setiap partai politik yang memenuhi ambang batas akan dibagi dengan bilangan pembagi ganjil 1,yang diikuti secara berurutan dengan bilangan ganjil 3, 5, 7 dan seterusnya.
Perhitungan Kursi DPR dan DPRD Misalnya, satu daerah pemilihan (Dapil) memiliki alokasi 6 kursi. Dari hasil pemilu Partai A mendapat 30.000 suara, Partai B mendapat 20.000 suara, Partai C mendapat 15.000 suara, Partai D mendapat 7.000 suara dan Partai E mendapat 5.000 suara.
KURSI ke-1:
Cara penghitungan untuk kursi pertama: Partai A : 30.000 bagi 1 = 30.000 Partai B : 20.000 bagi 1 = 20.000 Partai C : 15.000 bagi 1 = 15.000 Partai D : 7.000 bagi 1 = 7.000 Partai E : 5.000 bagi 1 = 5.000. Dari Pembagian itu, suara paling besar ada Partai A. Sehingga Partai A berhak satu kursi.
KURSI ke-2:
Cara penghitungan untuk kursi kedua Penghitungan selanjutnya, Partai A dibagi dengan bilangan 3, sedangkan Partai lainnya tetap dengan 1. Hasilnya: Partai A : 30.000 bagi 3 = 10.000 Partai B: 20.000 bagi 1 = 20.000 Partai C : 15.000 bagi 1 = 15.000 Partai D : 7.000 bagi 1 = 7.000 Partai E : 5.000 bagi 1 = 5.000. Dari pembagian itu, jatah kursi kedua diperoleh Partai B.
KURSI ke-3:
Cara penghitungan untuk kursi ketiga Selanjutnya, menghitung kursi ke-3, Partai A dan Partai B bagi 3, sedangkan Partai lainnya tetap bagi 1. Hasilnya: Partai A : 30.000 bagi 3 = 10.000 Partai B : 20.000 bagi 3 = 6.666 Partai C : 15.000 bagi 1 = 15.000 Partai D : 7.000 bagi 1 = 7.000 Partai E : 5.000 bagi 1 = 5.000. Alokasi kursi ke-3 diperoleh Partai C.
KURSI ke-4:
Cara menghitung untuk kursi keempat Sedangkan untuk pembagian kursi ke-4, Partai A, Partai B, dan Partai C bagi 3 sedangkan partai lain tetap bagi 1.
Partai A : 30.000 bagi 3 = 10.000 Partai B : 20.000 bagi 3 = 6.666 Partai C : 15.000 bagi bagi 3 = 5.000 Partai D : 7.000 bagi 1 = 7.000 Partai E : 5.000 bagi bagi 1 = 5.000. Partai A Kembali meraih satu kursi.
KURSI ke-5:
Cara menghitung kursi kelima Penghitungan kursi ke-5, Partai A dibagi jumlah 5, Partai B dan Partai C dibagi 3, dan partai lain tetap 1.
Partai A : 10.000 bagi 5 = 2.000 Partai B : 20.000 bagi 3 = 6.666 Partai C : 15.000 bagi 3 = 5.000 Partai D : 7.000 bagi 1 = 7.000 Partai E : 5.000 bagi 1 = 5.000. Partai D meraih alokasi 1 kursi.
KURSI ke-6:
Cara menghitung kursi keenam: Penghitungan kursi ke-6, Partai A dibagi angka 5, Partai B, Partai C, dan Partai D di bagian 3, dan partai lain tetap 1. Partai A : 10.000 bagi 5 = 2.000 Partai B : 20.000 bagi 3 = 6.666 Partai C : 15.000 bagi 3 = 5.000 Partai D : 7.000 bagi 3 = 2.333 Partai E : 5.000 bagi 1 = 5.000. Kursi keenam diperoleh Partai B.
Dengan demikian, perolehan suara partai untuk contoh dapil di atas adalah Partai A dan Partai B mendapat masing-masing dua kursi, sedangkan partai C dan Partai D masing-masing 1 kursi. Partai E dan seterusnya tidak akan dihitung lagi karena kursinya sudah habis.
Nah, raihan kursi untuk partai tersebut akan diberikan kepada caleg siapa? Dalam aturan ini, kursi partai akan diberikan kepada caleg yang perolehan suaranya paling banyak di internal partai di Dapil tersebut. Kalau partai dapat dua kursi, akan diberikan caleg juara 1 dan dua. Tapi kalau hanya 1 kursi akan diberikan caleg juara 1. (jan)








