JATENGPOS.CO.ID, UNGARAN– Kejaķsaan Agung (Kejagung) menyita uang puluhan miliar rupiah dari rumah crazy rich PIK, Helena Lim. Uang tersebut disita terkait dugaan korupsi tata niaga komoditas timah wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk tahun 2015-2022.
Dari foto yang diterima, Rabu (27/3/2024), ada tumpukan uang hampir memenuhi sebuah meja. Uang pecahan Rp 100 ribu itu sudah diikat seperti tumpukan. Ada dua orang yang bertugas menghitung tumpukan uang itu. Petugas menggunakan mesin penghitung uang.
Diketahui, dalam kasus ini Helena Lim ditetapkan sebagai tersangka. Ada sekitar uang Rp 10 miliar yang disita penyidik setelah menggeledah rumah Helena Lim.
Selain itu, Kejagung menemukan SGD 2 juta yang jika dikonversikan setara dengan Rp 23.310.784.676 (Rp 23,3 miliar). Dalam penggeledahan, Kejagung juga menggeledah kantor PT QSE dan PT SD.
“Bahwa pada saat lalu kita melakukan penyitaan terhadap sejumlah uang ya Rp 10 miliar,” kata Direktur Penyidikan Jampidsus Kejaksaan Agung Kuntadi di Kejagung RI, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, kemarin.
Helena adalah tersangka ke-15 dalam kasus ini. Helena langsung ditahan untuk 20 hari ke depan. Helena disangkakan Pasal 2 ayat 1 dan Pasal 3 jo Pasal 18 UU Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 56 KUHP.
Kegiatan korupsi ini disebut dilakukan dengan dalih penyaluran Corporate Social Responsibility (CSR).
“Untuk kepentingan dan keuntungan yang bersangkutan dan para tersangka yang lain. Dengan dalih dalam rangka untuk penyaluran CSR,” tandasnya.
Kuntadi menyebut saat ini pihaknya masih mendalami benar tidaknya dana CSR yang disalurkan. Namun, Kuntadi meyakini CSR hanya digunakan sebagai alasan.
“Ini masih dalam proses penyidikan, mengenai jumlah. Tapi yang jelas, yang perlu kita tegaskan di sini bahwa CSR di situ adalah dalih saja, benar atau tidaknya ada penggelontoran dana CSR itu masih kita dalami,” ujar Kuntadi.
Kejagung sendiri menetapkan Helena Lim jadi tersangka dalam posisinya sebagai manager PT QSE. Helena diduga kuat telah memberikan bantuan mengelola hasil tindak pidana penyewaan peralatan peleburan timah.
“Adapun kasus posisi yang bersangkutan, bahwa yang bersangkutan selaku manager PT QSE diduga kuat telah memberikan bantuan mengelola hasil tindak pidana kerjasama penyewaan peralatan processing peleburan timah,” ujar Kuntadi.
“Di mana yang bersangkutan memberikan sarana dan prasarana melalui PT QSE,” sambungnya.
Kuntadi mengatakan hal ini dilakukan Helena untuk keuntungan pribadi dan para tersangka lain.
Helena merupakan tersangka ke-15 dalam kasus ini. Atas perbuatannya, Helena diduga Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 56 KUHP. (dtc/muz)