Puluhan Warga Papringan Datangi Kejari Ambarawa, Tuntut Kejelasan Kasus PTSL

TEMUI WARGA: Kepala Kejaksaan Negeri Kabupaten Semarang Raden Roro Theresia Tri Widorini menemui warga Desa Papringan Kecamatan Kaliwungu Kabupaten Semarang, Senin (10/6/2024). FOTO:IST/JATENGPOS

JATENGPOS.CO.ID, UNGARAN– Kasus dugaan penyimpangan Pendaftaran Tanah Sistem Lengkap (PTSL) Desa Papringan Kecamatan Kaliwungu, Kabupaten Semarang berlangsung sejak tahun 2019 hingga 2022 tak kunjung selesai kembali menjadi sorotan publik.

Menyusul sebanyak 45 warga Desa Papringan mendatangi Kantor Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Semarang di Ambarawa untuk meminta kejelasan terkait kasus tersebut, Senin (10/6/2024).

Diketahui sejak PTSL digelar tahun 2019 hingga kini warga belum mendapatkan haknya terkait patok tanah hingga surat resmi yang dikeluarkan. Warga selama ini merasa hanya diberi janji-janji tak kunjung terealsiasi.

Arifin Eko Andri Asmoro, perwakilan warga sekaligus pengurus Badan Permusyawaratan Desa (BPD) menjelaskan masyarakat mempertanyakan pemasangan patok tanah. Berdasarkan keterangan dari 1.577 pendaftar PTSL, belum ada satu pun yang dipasangi patok.

“Sertifikasi sudah jadi. Namun bidang tanah yang didaftarkan sampai sekarang belum dipasang patok. Dari 1.577 ini kok belum ada yang terpasang patok. Itu yang menjadi persoalan warga. Berangkat dari situ warga melaporkan ke BPD persoalan ini,” ungkapnya.

Arifin mengatakan sudah sempat menanyakan kepada panitia yang keseluruhannya merupakan perangkat desa. Bahkan BPD hingga masyarakat tidak dilibatkan. Pihaknya diberikan laporan tertulis hasil PTSL.

Arifin menjelaskan bahwa meski sertifikasi tanah telah selesai, pemasangan patok tanah yang didaftarkan belum juga terealisasi. Ia menambahkan, panitia PTSL yang terdiri dari perangkat desa tidak melibatkan BPD maupun masyarakat dalam proses ini.

“Kami menerima laporan tertulis hasil PTSL, dan setelah mempelajarinya, kami menduga adanya penyalahgunaan dana. Kerugian materi yang dialami warga sangat besar,” katanya.

Dari Rencana Anggaran Biaya (RAB) yang ada Arifin mengatakan hanya Rp 500 ribu. Namun pada kenyataannya di lapangan ada yang lebih dari Rp 500 ribu, bahkan tidak sedikit yang membayar hingga Rp 1 juta, itu pun tanpa menerima kwitansi resmi.

“Salah satu dugaan kami adalah masyarakat tidak menerima kuitansi. Kami melaporkan panitia PTSL atas dugaan ini,” jelas Arifin.

Kepala Kejaksaan Negeri Kabupaten Semarang Raden Roro Theresia Tri Widorini saat menemui kedatangan warga mengatakan sampai saat ini kasus tersebut masih berjalan. Sudah 15 saksi dimintai keterangan terkait kasus tersebut.

Diketahui saksi dari perangkat desa yang merupakan panitia, pelapor dan beberapa warga. Ia berjanji akan membuka hasil penyelidikan ke publik jika sudah selesai.

“Sudah 15 saksi kami mintai keterangan, termasuk perangkat desa, pelapor, dan beberapa warga. Kasus ini masih terus berjalan dan hasilnya pasti akan kami buka untuk publik,” jelasnya.

Kasipidsus Kejaksaan Negeri Kabupaten Semarang Putra Riza Akhsa Ginting menambahkan laporan sudah masuk sejak Mei 2024. Saat ini statusnya masih penyelidikan.

Ia juga mengatakan pelapor bersurat langsung ke Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah yang akhirnya dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri Kabupaten Semarang sebagai pemangku wilayah.

“Pelapor bersurat langsung ke Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah, dan kasus ini dilimpahkan ke Kejari Kabupaten Semarang. Kami telah mengumpulkan sekitar 56 hingga 58 alat bukti, termasuk RAB, laporan pertanggungjawaban (LPJ), dan kuitansi terkait pendaftar PTSL,” jelasnya.

Ketua Komisi Pencegahan Korupsi dan Pungli (PKP) Jateng-DIY, Suyana HP meminta Kejari segera melakukan gelar perkara hasil penyelidikan yang dinilai telah lengkap tersebut. Ia berharap warga Papringan yang melapor segera mendapatkan kepastian hukum, dan mendapatkan haknya.

“Selama ini warga sudah bersabar, mau disuruh nunggu sampai kapan lagi. Kasus lama tapi tak kunjung diselesaikan di tingkat pemerintah desa. Hingga saat ini ditangani Kejari, jika benar-benar ditangani secara profesional, segera sampaikan hasilnya kepada para warga pelapor. Hak warga harus dipenuhi, jika ada penyimpangan pelakunya harus dihukum,” tegasnya. (muz)