Rektor Universitas Udayana Tersangka Korupsi SPI Rp 439 Miliar

Rektor Universitas Udayana, I Nyoman Gde Antara.

DENPASAR. JATENGPOS.CO.ID- Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bali menetapkan Rektor Universitas Udayana (Unud) I Nyoman Gde Antara sebagai tersangka. Dia diduga terlibat kasus korupsi Sumbangan Pengembangan Institusi (SPI) secara ilegal. Masalah ini diduga yang menjadi penyebab anggapan mahalnya biaya masuk Perguruan Tinggi (PT).

Penyidik Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bali menilai perbuatan Antara terbukti memenuhi unsur-unsur Pasal 2 ayat 1, Pasal 3, dan Pasal 12 (e) juncto Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001. Selain itu, Antara juga dinilai terbukti melanggar Pasal 55 ayat 1 ke satu KUHP.

“Penyidik menemukan keterlibatan tersangka baru. Sehingga, penyidik Kejaksaan Tinggi Bali menetapkan satu orang tersangka yaitu saudara Prof Dr. INGA (I Nyoman Gde Antara),” kata Kasi Penkum Kejati Bali Putu Eka Sabana kepada wartawan, Senin (13/3/2023).

Eka mengatakan penetapan Gde Antara sebagai tersangka berdasarkan alat bukti dan keterangan para saksi selama proses penyidikan berlangsung. Ia diduga korupsi penyalahgunaan dana SPI mahasiwa baru (Maba) seleksi jalur mandiri Universitas Udayana (Unud) tahun 2018-2022.


Baca juga:  Dibacok Uang Ratusan Juta Dirampas

“IGNA berperan dan menjabat sebagai Ketua Panitia Penerimaan Mahasiswa Baru Jalur Mandiri Tahun 2018-2022,” kata Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Bali Agus Eko Purnomo seperti dilansir Antara, Senin (13/3/2023).

Dia mengatakan perbuatan Antara diduga merugikan negara Rp 105,39 miliar. Dia juga menyebut Antara diduga menyebabkan merugikan perekonomian negara hingga Rp 334,57 miliar. Atau total sebesar Rp 439 miliar lebih.

“Prof DR INGA berperan dalam dugaan SPI Unud yang merugikan keuangan negara sekitar Rp 105.390.206.993 dan Rp 3.945.464.100. Juga merugikan perekonomian negara Rp 334.572.085.691,” ungkapnya.

Eko menjelaskan, jumlah kerugian itu merupakan hasil audit dari auditor saat penyidikan berlangsung. Dia mengatakan Antara dijerat pasal pemerasan dalam UU Tipikor.

“Sebesar Rp 105 miliar itu kami temukan dalam penyidikan. Kemarin ‘kan pasal pertama yang kami sangkakan kan Pasal 12 huruf e. Itu yang kerugiannya Rp 3,9 miliar,” ujarnya.

Baca juga:  Ahli:Penetapan Kembali Setnov Tersangka Sah

Setelah melakukan pendalaman hingga audit, ada juga penerimaan lain yang besarnya diduga tidak sesuai dengan peraturan. Atas dasar itu, Antara dijerat Pasal 2 ayat (1), Pasal 3, Pasal 12 huruf e juncto Pasal 18 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

“Kami temukan tidak hanya Pasal 12 huruf e, Pasal 2, dan Pasal 3 ayat (1) pun sudah kami temukan. Jadi ada penambahan pasal, penambahan kerugian, dan penambahan tersangka,” kata dia.

Eko juga menyebutkan penyidik menemukan modus memungut uang pangkal tanpa dasar. Dia mengatakan pungutan itu dibuat seolah resmi.

“Jadi, ini memang kasusnya unik. Seolah-olah resmi, tetapi tak ada aturan. Kami temukan beberapa peraturan yang tidak dibuat oleh yang bersangkutan. Ada peraturan-peraturan yang seharusnya ada dan dibuat untuk dipedomani, ternyata nggak dibuat,” kata Eko.

“Sudah kami lakukan digital forensic. Kan ketemu juga di situ. Nanti, tidak tertutup kemungkinan Pasal 5 dan Pasal 11 juga ada di situ. Apakah ada TPPU? Sementara didalami, kami sudah koordinasi dengan PPATK,” sambungnya.

Baca juga:  Dituntut 16 Tahun Penjara, Setnov Minta Keluarga Tabah

Apakah Kejaksaan langsung menahan Prof I Nyoman Gde Antara? “Kita lihat perkembangan nanti,” tandas Agus Eko Purnomo.

Dikutip dari Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN), I Nyoman Gde Antara memiliki total kekayaan sebesar Rp 6.129.540.000 (Rp 6,1 miliaran). Sebagian besar hartanya merupakan aset tanah dan bangunan Rp 6.350.000.000, kas dan setara kas Rp 139 juta, alat transportasi mesin Rp 702.540.000, dan dikurangi hutang Rp 1.062.000.000.

Lebih rinci soal isi garasinya, I Nyoman Gde Antara memiliki tiga unit sepeda motor matic, dan dua unit mobil dari model sedan dan Sport Utility Vehicles. Lebih rincinya berikut ini; Mobil Honda Accord (sedan) tahun 2008 senilai Rp 165 juta, Mobil Toyota Fortuner (SUV) tahun 2020 senilai Rp 500 juta.

Motor Honda Vario tahun 2015 senilai Rp 11,29 juta, Motor Honda Scoopy tahun 2014 senilai Rp 9,25 juta, Motor Honda PCX tahun 2018 senilai Rp 17 juta. (dtc/dbs/muz)