26.8 C
Semarang
Senin, 7 Juli 2025

Pengamat Minta Kasus ‘Samuel Case’ di Semarang Ditangani dengan Ketulusan

JATENGPOS.CO.ID,  JAKARTA — Komunikolog Indonesia Emrus Sihombing menilai negara harus hadir dalam setiap persoalan yang dihadapi masyarakat yang tengah mencari keadilan. Seyogyanya pemerintah hadir melalui komunikasi pelayanan ketulusan, bukan hanya sekedar komunikasi pelayanan prima yang diatur dalam Standar Operasional Prosedur (SOP).

Komentar pengamat Komunikasi dari Universital Pelita Harapan ini, menyusul kasus Samuel Case dalam dugaan malpraktik di Rumah Sakit Telegorejo, Semarang, Jawa Tengah yang berujung meninggalnya Samuel Reven (26), yang sampai sekarang belum diketahui latar belakang kematian anak dari pasangan suami istri (Pasutri) Raplan Sianturi dan Erni Marsaulina itu.

“Saya menyarankan untuk persoalan ini kenapa Gubernur atau Kepala Dinas tidak memanggil pihak rumah sakit dan memanggil keluarga untuk duduk bersama, jadi pemerintah itu jadi jembatan untuk membangun komunikasi melalui pelayanan ketulusan, itulah fungsinya negara harus hadir,” ucap Emrus dalam keterangannya, di Jakarta, Selasa, 18 Mei 2021.

Emrus menyayangkan jika Gubernur Jateng Ganjar Pranowo atau Kepala Dinas tak memberi rasa empati kepada masyarakat, ketika masyarakat itu butuh pertolongan untuk mencari keadilan. Kemudian pihak Rumah Sakit pun seyogyanya terbuka memberikan apa yang menjadi tuntutan pihak keluarga. Sebelumnya pihak keluarga telah meminta Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo untuk ikut menengarai permohonan orang tua Samuel tersebut.

“Disinilah pelayanan ketulusan yang harus ditunjukan bagi Pemerintah Daerah (Ganjar Pranowo). Pun demikian pihak Rumah sakit harus mengedepankan pelayanan ketulusan, jika pihak rumah sakit pelayannya belum ada ketulusan menurut hemat saya belum melakukan pendekatan humanis, kenapa pendekatan ketulusan dilakukan karena itu pendekatan kemanusiaan,” ujar dia.

Baca juga:  PAN akan Serahkan Rekomendasi untuk Ahmad Luthfi di Pilgub Jateng

Pelayanan Rumah sakit itu kata dia tidak harus melalui pendekatan pelayanan prima dimana sesuai SOP, seharusnya pelayanan ketulusan berdasarkan pendekatan kemanusiaan, karena disitulah bagaimana menghargai orang ketika merawat pasien dan pelayanan ketulusan perlu proaktif, karena apa yang dirasakan keluarga pasien, pihak rumah sakit juga harus merasakan yang sama.

“Jadi pelayanan ketulusan dirumah sakit itu harus mempunyai empati,” singkat dia.

Akademisi dari Universitas Pelita Harapan itu menjelaskan selama ini intansi pemerintah maupun Rumah Sakit kerap melakukan pelayanan prima atau excellent service, dimana pelayanan berbasis pada pelayanan rasionalitas dan berbasis kepada SOP.

“Nah orang-orang yang melakukan pelayanan publik yang standar SOP, hanya sekedar sesuai dengan tugasnya, sesuai dengan kewajibannya, sesuai dengan aturan jadi manusianya seperti robot, yang sifat layannya mekanistis, tidak paripurna,” tuturnya.

Emrus yang juga pengamat komunikasi politik ini menilai bagimana hubungan sosial akan terjaga terus-menerus, antara lain seperti peningkatan produktivitas kerja dalam suatu organisasi sosial, instansi pemerintah misalnya, jika para pihak saling memberi pelayanan paripurna, termasuk para ASN dalam melaksanakan tugas pelayanan publik.

Untuk mewujudkan pelayanan publik yang paripurna, maka apapun status sosial seseorang di instansi pemerintah maupun di lembaga swasta, harus selalu mengambil peran melayani dengan tulus.

Baca juga:  Mbak Ita Dorong Tersedianya Lahan Produktif di Kota Semarang

“Untuk mewujudkan pelayanan paripurna, saya berpendapat, pelayanan publik harus move on dari komunikasi pelayanan prima (KPP) menjadi komunikasi pelayanan ketulusan (KPK),” terang dia.

Dalam kasus Samuel case ini, Erni ibunda Samuel Reven mengatakan kuat dugaan kematian anaknya akibat malpraktik, karena ada kejanggalan atas perawatan yang sampai saat ini belum diketahui latar belakang penyakit apa yang diderita Samuel hingga berujung meregang nyawa.

“Kami tidak dikasih rekam medis, kami hanya dikasih resume. Resume itu dua kali kami terima, lucunya resume pertama dengan kedua berbeda. Selama empat hari anak kami diruang isolasi Covid, padahal hasil swabnya negatif. Diruang itu kami tidak bisa lihat akhirnya anak kami harus meninggal di RS Telogorejo dengan surat kematiannya, penyakit tidak menular,” ucap Erni.

Karena itu Erni dan Raplan terus berjuang mencari keadilan dan tanggung jawab atas kematian anaknya setelah dirawat di RS Telogorejo Semarang pada 3 Nopember 2020 lalu. Namun pasca kematian sang anak, pihaknya mengaku tidak mendapatkan tanggapan yang memuaskan dari pihak RS. Hingga akhirnya melaporkan kematian anaknya ke Polda Jawa Tengah.

“Kami menduga ada yang tidak prosedur dalam penanganan anak saya selama perawatan sehingga mengakibatkan hilangnya nyawa,” tandas Erni beberapa waktu lalu. (edo/*)

TERKINI

Rekomendasi

Lainnya