JATENGPOS.CO.ID, SEMARANG– Kepala BPBD Kabupaten Demak, Agus Nugroho mengatakan alih fungsi lahan di hulu sungai sebagai akar masalah banjir yang terjadi kali ini. Menurutnya, tanggul jebol hanya merupakan tanda bahwa ada masalah tata ruang.
“Kalau sungai itu kan menerima akibatnya saja, dampak dari penebangan hutan di atas, pembuatan vila-vila, hotel-hotel yang ada di atas. Itu kan juga dampaknya ke tempat kita jadi kita ini berada di bawah Salatiga, Ungaran, Grobogan, Boyolali, kemudian Blora lah kan semuanya mengarah ke tempat kami,” katanya di Kantor Gubernur Jateng, Semarang, Rabu (20/3/2024).
Dia berharap pihak berwenang melakukan edukasi kepada masyarakat agar tak sembarangan mengalihfungsikan lahan. Sebab, secara tidak langsung masyarakat Demak yang akan merasakan dampak negatifnya.
“Demak kan unik ya tidak ada hujan, tidak ada angin, banjir. Nah mestinya kami ini mendapatkan perlakuan yang baik ketika daerah hulu baik, ini kan kerusakan alam yang ada di atas alih fungsi lahan juga menyebabkan sungai kita rusak, DAS kita rusak,” jelasnya.
Agus ingin ada perbaikan lingkungan di hulu sungai. Harapannya, perbaikan itu akan mengembalikan area hulu sebagai area resapan dengan maksimal.
“Yang jelas memang harus ada perbaikan yang di atas lingkungan termasuk yang harus diperbaiki jadi jangan sampai penebangan pohon yang masif kemudian pendirian hotel-hotel, perumahan yang masif kan merusak daya serap yang ada di atas,” tambahnya.
Menurut Agus banjir di wilayahnya semakin meluas. Kini, sudah ada 12 kecamatan di wilayahnya tergenang air. Sebanyak 90 desa terdampak, dan ribuan warga masih bertahan di pos-pos pengungsian.
“Kota kami sudah tenggelam. Listrik sudah dimatikan, jadi saya berharap bahwa satu-satunya solusi penanganan banjir di Demak hanya bagaimana penutupan tanggul (yang jebol) itu selesai dan baik,” tandasnya.
Dia menyebut, hingga saat ini sudah 12 dari 14 kecamatan di Demak sudah kebanjiran. Bahkan, air bisa terus meluas hingga 13 kecamatan bila tanggul tak segera tertutup.
“Kondisi terakhir sekarang semakin tinggi dan semakin meluas. Kalau awalnya 11 kecamatan sekarang mungkin sudah mulai 12 kecamatan, mungkin hampir 13 kalau sudah sampai Wedung dan jumlah desanya sudah lebih dari 90 desa,” jelasnya, dilansir dari detikcom.
Sementara itu, berdasarkan data terakhir, ada 97 ribu orang terdampak dan 25 ribu orang tercatat berada di pengungsian. Meski begitu, hingga saat ini belum ada laporan korban jiwa atas bencana banjir tersebut.
“Terdampak sudah lebih banyak lagi. Kalau kemarin ada 97 ribu sudah tambah lagi ini, pengungsinya kurang lebih 25 ribu,” ujarnya.
Ini merupakan banjir terparah yang pernah dirasakan oleh dirinya selama berada di Demak. Bahkan, Kabupaten Demak sampai menetapkan status tanggap darurat bencana hingga tiga kali.
“Parah ini, kalau 1992 walaupun saya juga ngungsi tapi tidak separah ini. Ini nggak ada di Indonesia sampai kita tiga mali mengeluarkan tanggap darurat,” tambahnya. (dtc/muz)