JATENGPOS. CO. ID, SUKOHARJO – Sejumlah warga penghuni Perumahan Bengawan Solo (PBS) di Jalan Slamet Riyadi, RT 01/ RW 04 Desa Pabelan, Kecamatan Kartasura, Kabupaten Sukoharjo, melakukan aksi demo. Mereka memprotes dugaan alih fungsi fasilitas umum (fasum) taman perumahan yang diubah menjadi lahan usaha pribadi.
Protes dan tuntutan warga itu dituangkan dalam bentuk tulisan di permukaan kertas dan spanduk yang dipasang menempel pada pagar seng pembatas proyek pembangunan rumah toko (ruko) yang sebagian menyerobot tanah fasum.
Ketua RT setempat, Anggoro, saat ditemui wartawan di sela aksi demo, Senin (13/5/2024) siang, menjelaskan, penyerobotan lahan fasum perumahan yang digunakan untuk kepentingan pribadi oknum mantan pejabat itu terjadi sejak 2019 sampai sekarang.
“Pemilik rumah yang bersebelahan dengan fasum ini adalah bapak GS, beliau ini mantan pejabat staf ahli Menteri PU. Lalu tanpa konfirmasi pada warga lahan taman yang menghadap jalan digabung dengan rumah miliknya, sepertinya mau dibuat ruko.” kata Anggoro, Senin (13/5/2024).
Tentu saja aksi GS membuat warga kaget dan bertanya tanya, warga juga berharap bisa berkomunikasi dengan GS namun ternyata tidak berhasil.
“Kami mewakili warga menghendaki supaya lahan yang selama 20 tahun dikuasai pak GS ini dikembalikan fungsinya untuk kepentingan warga disini. Supaya bisa kami kelola agar menghasilkan nilai ekonomi untuk kontribusi kas warga kami,” tegasnya.
Menurut Anggoro, keinginan warga untuk memanfaatkan lahan itu semula pernah disampaikan dalam sebuah pertemuan mediasi di Kantor Desa Pabelan. Pada awalnya, warga meminta agar GS memberi kompensasi atas pengalihan fasum menjadi tempat penunjang bisnis pribadi tersebut.
“Tetapi beliau tidak setuju, bahkan dengan arogan mengatakan akan menguasai lahan fasum yang ada di sebelah rumahnya itu,” ujarnya.
Menurut Anggoro, GS melakukan upaya penguasaan lahan bekerjasama dengan Balai Besar Wilayah Sungai Bengawan Solo (BBWSBS) dengan cara merubah data sertifikat dari sebidang tanah pekarangan untuk jalan menjadi bangunan irigasi sungai. Padahal di komplek perumahan itu sama sekali tidak ada aliran sungainya.
“Dengan munculnya perubahan sertifikat dari KPKNL sesuai dengan pendaftaran yang dilakukan BBWSBS diduga atas kehendak GS itu, maka upaya GS untuk memanfaatkan lahan fasum menjadi lancar. Oleh BBWSBS, lahan fasum yang statusnya telah dirubah itu disewakan kepada GS,” paparnya.
Anggoro menyebut, peralihan status lahan itu memungkinkan pihak BBWSBS mengijinkan GS memakai lahan untuk kepentingan pribadinya dengan status sewa. Namun uang sewa tidak diberikan warga.
“Surat sewanya ada, dan yang lebih aneh lagi adalah jumlah besaran uang sewa hanya Rp 1,117 juta per tahun. Masak, tanah seluas ini dengan lokasi dipinggir jalan besar sewanya cuma Rp 1 jutaan. Sekarang yang jadi masalah jika fasum bisa disewakan, maka jalan perumahaan ini juga bisa disewakan,” imbuhnya.
Kepala Desa Pabelan, Sri Handoko, yang datang di lokasi demo membenarkan, bahwa pihaknya pernah memfasilitasi pertemuan mediasi antara warga dengan pemilik rumah di komplek perumahan yang diduga menguasai fasum itu.
“Tanah ini sekarang sudah berganti pemilik. Sekarang ini pemilik kedua, namanya pak Ndaru. Oleh karenanya kami sudah meminta agar pembangunannya menunggu PBG (Perizinan Bangunan Gedung) DPUPR, karena sampai sekarang belum turun,” ungkap Kades.
Selain itu, Handoko juga mengaku sudah menyampaikan keberatan warga bahwa terkait luas lahan yang akan dibangun ruko di komplek PBS itu, sebagian adalah tanah yang peruntukannya sebagai fasum.
“Yang jelas warga menuntut pemilik tanah ini dilarang membangun diatas tanah fasum,” ujar Handoko.
Agar konflik warga tidak berkepanjangan, Handoko saat ini menunggu tindak lanjut dari BBWSBS untuk segera menyerahkan fasum itu ke pemerintah daerah.
“Kami akan undang pemilik tanah pada Rabu mendatang, kalau nanti tidak mau membongkar, maka kami bersama warga yang akan membongkar,” tandas Handoko. (dea/jan)