JATENGPOS. CO. ID, KUDUS-Mahasiswa Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Kudus diduga menjadi korban tindak pidana pelecehan seksual, ketika melaksanakan kegiatan magang di Pengadilan Agama (PA).
Isu tersebut kali pertama diunggah di media sosial instagram oleh @lawan_pencabulan akhir pekan kemarin.
Dalam unggahan foto itu terpampang wajah terduga pelaku atas nama S yang bergelar Doktor. Selain itu, disertakan pekerjaannya sebagai mediator non hakim pengadilan agama Kudus, pegawai rektorat IAIN Kudus. Juga dituliskan ‘Tolak Kekerasan Seksual’.
Pengunggah juga menuliskan keterangan, mahasiswa sedang magang di PA Kudus berjumlah tujuh mahasiswi sejak 18 Juli-9 Agustus 2024. Ada beberapa mahasiswi tersebut diduga menjadi korban pencabulan. Namun baru satu mahasiswi yang berani mengungkap kronologi kejadian.
Dituliskan, kejadian pada 23 Juli 2024 lalu, saat adanya kegiatan mediasi dalam rangka kasus perceraian. Sebelum kegiatan itu, pelaku bersama mahasiswi sedang menyiapkan, dan menunggu mediasi dimulai. Saat itulah pelaku melakukan aksi dugaan pencabulan karena suasana ruangan sedang kosong dan sepi.
Kondisi ruangan yang kosong dan sepi, justru malah dimanfaatkan oleh mediator (S) guna melakukan tindakan pencabul terhadap mahasiswi IAIN Kudus yang magang disana. Perlu diketahui bahwa posisi pelaku tersebut sebagai mediator non Hakim yang akan melakukan praktek di ruang mediasi setiap hari selasa dan kamis.
Dalam keterangan, dituliskan korban diancam jika kasus mencuat, tidak diberikan sertifikat.
Menanggapi isu tersebut, Tim Kerja Kehumasan IAIN Kudus, Taqiyusinna melalui keterangan resminya menyebut pimpinan IAIN Kudus telah merespon cepat dengan menyelenggarakan rapat internal pada Sabtu, 17 Agustus 2024, pukul 09.00 WIB. Selain itu, telah berkoordinasi dengan Pengadilan Agama dalam upaya meluruskan permasalahan.
‘’Kampus juga berkomitmen untuk mendukung korban dengan memberikan pendampingan psikologis dan hukum selama proses pengaduan berlangsung,’’ jelasnya.
Selain itu, terkait isu yang menyangkut tenaga kependidikan IAIN Kudus, S memang benar merupakan tenaga kependidikan di lingkungan IAIN Kudus. Namun, terkait dengan aktivitasnya sebagai freelancer mediator non hakim, perilakunya di luar tugas resminya sebagai pegawai IAIN Kudus dan tanpa adanya surat tugas atau penugasan resmi dari institusi.
Kemudian sebagai tindak lanjut dari hasil rapat, pimpinan IAIN Kudus langsung membentuk Mahkamah Etik yang akan segera menindaklanjuti proses investigasi terhadap masalah ini. Mahkamah Etik ini, terdiri dari perwakilan Pimpinan, Pusat Studi Gender dan Anak (PSGA) serta Tim Kerja Organisasi Kemahasiswaan dan Hukum.
‘’Nantinya Mahkamah etik ini yang akan menindaklanjuti dan melakukan investigasi lebih lanjut. Investigasi ini akan dilakukan secara menyeluruh, dengan tujuan menjaga integritas institusi serta memberikan kejelasan atas permasalahan yang ada,’’ pungkasnya. (han/rit/jan)