spot_img
27.4 C
Semarang
Sabtu, 28 Juni 2025
spot_img

Ramadan Sebagai Bulan Literasi

JATENGPOS.CO.ID,  –  Ketika saya pulang ke kampung halaman di Tlahab Kendal pada bulan Ramadhan, saya merasa suasana literatif sangat terasa. Memang, pada setiap bulan Ramadhan masjid, musala dan majelis taklim di kampung saya selalu ramai dengan lantunan ayat-ayat Al-Qur’an. Sejak subuh, dhuhur, ashar, sampai menjelang magrib selalu ada kegiatan mengaji dan kajian masalah agama. Suasana semacam ini memang jarang ditemui di perkotaan.

Bulan Ramadhan adalah bulan literasi. Betapa tidak? Ayat pertama yang turun di bulan Ramadhan adalah perintah membaca. Oleh karena itu, selain bulan Ramadhan dikenal sebagai syahrul shiyam (bulan puasa), syahrul qiyam (bulan beribadah malam), syahrul maghfirah (bulan pengampunan), dan syahrul juud (bulan berbuat baik), bulan Ramadan sangat tepat sebagai bulan literasi.

Surat Al-Alaq adalah surat Al-Qur’an yang pertama diturunkan di bulan Ramadhan. Surat itu menegaskan bahwa ayat pertama yang diturunkan berkenaan dengan perintah membaca, tentu saja dimensi yang sangat luas. Kita tahu, kata “iqra’” dalam kamus memiliki beragam makna, yakni menyampaikan, menelaah, membaca, mendalami, meneliti, dan beberapa makna lainnya. Mengacu pada banyak riwayat, perintah membaca tersebut diulang beberapa kali oleh Jibril, sang perantara pewahyuan. Perintah membaca adalah perintah untuk memahami dan menalar. Ia bukanlah sekadar membunyikan teks.

Al-Quran, secara harafiah, bermakna sesuatu yang dibaca secara berulang-ulang. Oleh karena itu, Al-Qur’an hadir memang untuk dibaca. Umat Islam memang disunahkan untuk membaca Al-Qur’an secara berulang-ulang. Di samping untuk membangun kebiasaan membaca, juga agar sang pembaca dapat sedikit demi sedikit memahami maknanya. Ada pesan kuat tentang pentingnya memahami teks Al-Qur’an secara mendalam.

Kita tahu, puasa Ramadhan pada dasarnya adalah aktivitas yang bertentangan dengan zona nyaman biologis manusia. Bukankah lapar dan dahaga sangat dekat dengan kematian? Mengapa Allah membuat hamba-Nya tersiksa oleh rasa lapar dan dahaga? Bahwa banyak orang meninggal karena kelaparan memang benar, tetapi ternyata tidak ada orang yang mati karena berpuasa. Ini berarti, puasa yang dilakukan umat Islam sebulan penuh selama Ramadhan bukan hanya peristiwa ritual peribadatan semata. Ia juga merupakan peristiwa pendidikan atau edukasi dan ilmu pengetahuan.

Baca juga:  Elektabilitas Yoyok-Joss Kalahkan Agustina-Iswar di Pilwakot Semarang 2024

Literasi merupakan kemampuan individu untuk membaca, menulis, berbicara menghitung, dan memecahkan masalah pada tingkat keahlian yang diperlukan dalam pekerjaan keluarga dan masyarakat Literasi Al-Qur’an adalah bagian penting di bulan Ramadhan. Al-Qur’an hadir untuk dibaca direnungkan dan dipahami makna perintah dan larangan-Nya dan kemudian diamalkan. Perintah untuk membaca dan membaca harus menjadi perhatian serius karena menurut penelitian tingkat literasi anak-anak dan orang dewasa di Indonesia sangat rendah. Kemampuan membaca, berhitung, dan pengetahuan sains anak-anak Indonesia berada di bawah Singapura, Vietnam, Malaysia dan Thailand. Anehnya, meskipun minat baca buku rendah, namun ternyata orang Indonesia bisa menatap layar gadget kurang lebih 9 jam sehari.

Tentu saja hal ini sangat ironis. Sebagai negara dengan jumlah penduduk Islam terbanyak yang memiliki risalah keagamaan untuk membaca-menulis, Indonesia justru tidak mampu tampil sebagai negara yang memiliki budaya literasi tinggi. Padahal, budaya literasi menjadi sebuah keharusan bagi seorang muslim. Sejarah Islam telah membuktikan bahwa pada masa Bani Abbasiyah, peradaban Islam begitu maju. Ilmu pengetahuan berkembang pesat dan mampu memunculkan sosok ilmuan muslim yang sangat luar biasa. Tentu saja kunci utama semua itu adalah literasi. Mereka tidak sekadar membaca teks dan konteks, tetapi juga menuliskannya secara empiris. Alhasil, pemikirannya hingga kini masih dikenal luas oleh dunia.

Seharusnya umat Islam di Indonesia di bulan Ramadhan berada dalam kondisi puncak dalam ber-literasi, baik secara tekstual maupun kontekstual. Karena di bulan ini umat Islam dianjurkan untuk banyak membaca Al-Qur’an. Bukan itu saja. Beragam majelis taklim dan kajian diadakan di mana-mana. Pengajian kitab diadakan oleh para kiai dan ustaz di masjid dan pondok pesantren. Kitab yang dikaji pun sangat beragam, mulai dari kitab tafsir, fikih, dan tasawuf.

Pada bulan Ramadhan umat Islam pun dianjurkan tidak hanya membaca teks saja, tetapi juga membaca fenomena dan realitas sosial (kontekstual) dengan beragam dinamika kehidupan yang tidak pernah selesai. Ini berarti, literasi kontekstual dapat dipahami sebagai kegiatan membaca ayat-ayat Tuhan yang tidak tertulis. Salah satu wujudnya, misalnya adalah adanya rasa kepedulian sosial yang tinggi terhadap sesama. Di bulan Ramadhan banyak dijumpai kegiatan filantropi, berbagi untuk sesama, bakti sosial, zakat, infak dan sedekah dengan tujuan untuk meringankan beban sesamanya yang kurang mampu.

Baca juga:  Komunitas HPCI Jateng Gelar Gathering

Mengapa, meskipun tahu kalau Nabi Muhammad tidak bisa membaca, malaikat Jibril terus memaksa agar beliau membaca? Bukankah seharusnya Tuhan mengajarkannya membaca lebih dulu seperti ketika Adam pertama kali diajarkan nama-nama segala sesuatu untuk meyakinkan para malaikat yang meragukan penciptaan manusia?

Allah memang tidak menghendaki Muhammad untuk membaca kata-kata dalam teks tertulis karena Dia tahu sang Nabi seorang yang tidak cakap membaca. Yang Dia perintahkan pada kesempatan pertama ialah membaca teks yang termanifestasikan dalam semesta ciptaan-Nya, “Bacalah dengan nama Tuhanmu yang menciptakan, menciptakan manusia dari ‘alaq.”

Pada bulan Ramadhan umat Islam memperingati peristiwa turunnya Al-Qur’an (Nuzulul Qur’an), di mana wahyu pertama kali yang diterima oleh Nabi Muhammad saat itu adalah surat Al-‘Alaq 1-5. Dalam surat tersebut terdapat pesan untuk membaca (iqra’) dan menulis yang dilambangkan dengan pena (qalam). Setiap bulan Ramadan umat muslim lebih banyak meluangkan waktu untuk membaca (tadarus) atau mengaji Al- Qur’an bersama-sama dengan lebih intens dibandingkan bulan yang lain.

Kegiatan membaca Al-Qur-an dapat menenangkan hati dan pikiran. Ketika kita semakin rajin membaca Alquran, maka semakin dekatlah kita dengan Allah. Selain itu, kita semakin jiwa tersadarkan dengan keajaiban Al-Qur’an, dengan keindahan bahasa dan muatannya. Tentu saja hal ini dapat menambah keimanan kepada Allah. Membaca Al-Qur’an dapat mendatangkan kebaikan dan kemuliaan pada hari kiamat. Allah pun akan mengangkat derajat orang-orang yang mengamalkannya.

Ada suatu peristiwa literasi yang menarik pada bulan Ramadhan. Bahwa etelah umat muslim mengalami kemenangan dalam Perang Badar, Nabi Muhammad membuat sebuah kebijakan dengan memerintahkan para tawanan perang untuk mengajari anak-anak membaca dan menulis sebagai syarat kebebasan. Kebijakan Nabi Muhammad tersebut. kemudian melahirkan para penulis wahyu. Pada awalnya hanya Alquran yang boleh ditulis, kemudian pada langkah selanjutnya hadits-hadits Nabi Muhammad juga mulai ditulis, sehingga lahirlah sebuah shahifah atau lembaran-lembaran tulisan yang berisi hadits yang ditulis pada zaman Rasulullah Muhammad.

spot_img

TERKINI