JATENGPOS.CO.ID, SEMARANG – Pergelaran wayang kulit malam Jumat Kliwon yang digelar setiap selapan (35 hari) sekali di Taman Budaya Raden Saleh (TBRS) Kota Semarang, teraancam diberhentikan.
Pemberhentian kegiatan nguri – uri seni dan budaya tersebut, dikarenakam adanya penghematan anggaran oleh Pemerintah Kota Semarang.
Maston selaku pendiri Teater Lingkar dalam keteranganya mengatakan, pergelaran ini telah berlangsung sejak 1991 dan menjadi ikon budaya khas Kota Semarang.
“Sangat di sayangkan atas keputusan penghentian sementara pergelaran wayang kulit malam Jumat Kliwon tersebut, apa pun alasannya. Kegiatan ini bukan sekadar hiburan, tetapi juga merupakan sarana penting dalam melestarikan dan mengembangkan seni tradisi, khususnya wayang kulit, yang menjadi bagian dari identitas kultural masyarakat kota ini,” terangnya.
Menanggapi hal tersebut, Dr. Dhoni Zustiyantoro Prodi Sastra Jawa FBS Universitas Negeri Semarang (UNNES), menegaskan dan meminta Pemerintah Kota Semarang, melalui Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, dapat segera mencarikan solusi yang bijak agar pagelaran ini tidak terputus.
“Penghematan anggaran tentu penting, namun pelestarian budaya tak kalah gentingnya, karena menyangkut warisan nilai dan jati diri bangsa,” tegasnya saat dikonfirmasi JATENG POS, Senin (16/6/2025).
Dijelaskan, Pemkot Semarang mesti memosisikan pergelaran ini sebagai alah satu aset kultural yang setara dengan pembangunan infrastuktur dan peningkatan pertumbuhan perekonomian.
“Jika tidak, akan terjadi pemutusan ingatan kolektif masyarakat terhadap warisan budaya leluhur, yang justru menjadi fondasi nilai-nilai sosial dan spiritual di tengah derasnya arus modernisasi,” jelasnya.
Lanjutnya, bahwa wayang kulit bukan sekadar tontonan. Ia adalah tuntunan, ruang dialektika antara tradisi dan aktualitas, antara nilai-nilai adiluhung dan tantangan zaman.
“Mengabaikan keberlanjutan pergelaran wayang ini sama artinya dengan melemahkan daya hidup kebudayaan lokal yang selama ini telah menjadi denyut nadi Kota Semarang,” inbuhnya.
Oleh karena itu, komitmen Pemkot untuk menghidupkan kembali pergelaran malam Jumat Kliwon bukan hanya soal anggaran, tetapi soal sikap—apakah kebudayaan masih dianggap penting, ataukah dibiarkan perlahan menghilang di tengah prioritas-prioritas lain yang bersifat politis dan jangka pendek.
“Saya percaya, dengan komitmen dan kepedulian Pemerintah Kota Semarang, pergelaran wayang kulit malam Jumat Kliwon dapat terus hadir di tengah masyarakat untuk menjaga denyut kesenian tradisi yang sudah hidup selama lebih dari tiga dekade,” pungkas Dr. Dhoni Zustiyantoro. (ucl)