spot_img
32.6 C
Semarang
Minggu, 29 Juni 2025
spot_img

PKM UNS Teliti Pedagang Batik Laweyan di Tengah Pandemi, Jaga Eksistensi dan Pertahankan Nilai SDI

JATENGPOS.CO.ID, SOLO – Tidak dipungkiri pandemi covid19 ini menghantam berbagai sektor industri dan perekonomian, termasuk industri batik yang ada di kota Solo. Sejumlah pelaku industri batik baik skala kecil maupun besar terkena imbasnya.

Sebagai salah satu ikon budaya kota Solo, sejumlah pihak terus berusaha menjaga eksistensi batik. Hal tersebut butuh sinergi antara pelaku usaha, pemerintah dan akademisi.

Hal tersebut menjadi salah satu alasan Tim Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta melakukan penelitian tentang eksistensi batik Laweyan dimasa pandemi ini.

“Kami melakukan Penelitian Sosial Humaniora dengan mengambil topik pembahasan tentang Perwujudan Nilai Berdikari dan Kewirausahaan Sarekat Dagang Islam (SDI) pada Pedagang Batik di Surakarta pada masa pandemi Covid19.” Ungkap Rifqi Amrulah Fatah, ketua tim.

Penelitian yang didanai Ristekdikti Kemdikbud ini dilaksanakan mulai bulan Juni 2021, di sejumlah sentra batik di Surakarta, seperti di Kampung Batik Laweyan, Pasar Klewer, dan Sondakan.

Baca juga:  Gibran Ajak Yogyakarta Kerjasama Bidang Wisata, Transportasi dan Ekonomi

Tim terdiri dari Rifqi Amrulah Fatah, Ahmad Rifki Hardiansyah, Nugroho Hasan, Shoffan Mujahid, Yakobus Sastra Kusuma, dengan dosen pembimbing Tiwuk Kusuma Hastuti, SS, M.Hum.

“Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui nilai-nilai Sarekat Dagang Islam yang masih diterapkan para pedagang batik saat ini dalam menghadapi krisis pandemi Covid19, ungkap Tiwuk, Selasa (19/10/2021).

Dalam penelitian tim mengambil 30 responden dari tiga tempat yaitu Kampung Batik Laweyan, Pasar Klewer, dan Sondakan. Ditambah referensi dengan observasi di Museum Samanhudi untuk mendapatkan kesesuaian informasi secara langsung.

“Hasil temuan yang kami dapatkan sebanyak 33,3 % tingkat pendidikan pedagang batik adalah lulusan SMP/sederajat. Kebanyakan dari mereka menjalankan usaha rintisan mandiri sebanyak 66.7%. Sedangkan penghasilan perbulan yang mereka dapatkan adalah kurang dari 2 juta rupiah sebanyak 43.3%.” ungkap Tiwuk.

Baca juga:  Hasil Panen Surplus Dua Ton dari Rata-rata Nasional, Luluk Nur Hamidah Ingin Petani Sejahtera

Dari data tersebut, terdapat beberapa potensi yang perlu ditingkatkan, mulai dari pendidikan pedagang batik dan usaha mandiri yang perlu didukung oleh pemerintah.

Hal tersebut diakui pula oleh Widi, Sekretaris Forum Pengembangan Kampung Batik Laweyan (FPKBL), bahwa pedagang batik di Surakarta saat ini sedang menghadapi tantangan pandemi Covid-19 yang berdampak pada menurunnya penjualan batik.

“Kami (pedagang batik) sangat terdampak pandemi, perlu dicari solusi untuk tetap menjaga eksistensi pedagang batik di Surakarta.” Ungkapnya.

Saat ini tim PKM UNS tersebut telah melaju ke babak PIMNAS (Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional) ke-34 di Universitas Sumatera Utara, yang digelar secara daring. UNS sendiri mengirimkan 18 tim yang melaju babak PIMNAS.(Dea/bis)

spot_img

TERKINI