JATENGPOS.CO.ID, JAKARTA– Ketua DPC PDIP Solo FX Hadi Rudyatmo memastikan PDIP Solo tidak ikut sistem komandante PDIP Jawa Tengah. Dia mengungkit aturan KPU hingga soal Solo yang merupakan dapil neraka.
“Saya tidak ikut komandante, saya tidak tahu,” jawab Rudy saat ditemui awak media di Taman Sunan Jogo Kali, Solo, Senin (3/6/2024).
Rudy mengatakan ia tidak pernah diajak berembuk soal sistem komandante ini oleh partainya. Setahu dia, di Jawa Tengah, hanya PDIP Solo dan Boyolali yang tidak menerapkan sistem tersebut.
“Kalau tidak menerapkan komandante tidak ada persoalan apapun. Kalau Solo kan dapil neraka,” ujarnya.
“Di bawah 50 persen saya dengernya ikut komandante, tapi benarnya seperti apa saya nggak ngerti. Saya tidak ikut,” pungkas Rudy.
Lebih lanjut, FX Rudy juga mengaku tak tahu pasti terkait sejumlah caleg terpilih dari PDIP yang harus mundur terimbas sistem komandante.
“Untuk pengunduran diri dan sebagainya di komandante saya tidak tahu persis. Kalau menurut aturan KPU suara terbanyak yang dilantik, karena proporsional terbuka. UU bicaranya aturan suara terbanyak, apakah UU ini bisa dikalahkan aturan partai,” ujar mantan Wali Kota Solo itu, dilansir dari detikcom.
Sebagai informasi, dalam Pemilu 2024, PDIP memakai sistem pemenangan komandante stelsel. Sistem ini digunakan untuk menentukan siapa saja yang nantinya terpilih menjadi anggota DPRD.
Sistem komandante tertuang dalam Peraturan Partai PDIP No 1/2023. Aturan itu sudah disosialisasikan kepada para caleg sejak 2022.
Dalam sistem ini, yang dihitung bukanlah suara by name caleg, melainkan akumulasi perolehan suara partai di wilayah binaan alias desa masing-masing. Adapun akumulasi ini di antaranya didapatkan berdasar by name caleg dan suara coblos partai.
PDIP memiliki kewenangan untuk menentukan siapa caleg yang akan dilantik. Hal ini tertera dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Sebelumnya, FX Rudi turut menanggapi putusan Mahkamah Agung (MA) yang mengabulkan gugatan Partai Garuda dan mengubah syarat usia calon kepala daerah menjadi terhitung saat pelantikan.
FX Hadi mengaku heran putusan itu dibuat jelang Pilkada. Mulanya, FX Rudy menyebut putusan MA itu adalah hal yang wajar.
“Kalau itu mau dibuat berapapun silahkan, bagi saya hal yang wajar,” kata FX Rudy dilansir dari detikcom, kemarin.
Namun, ia heran lantaran putusan itu diambil menjelang momen Pilkada. Itu lah yang menjadi pertanyaan masyarakat.
“Tapi kenapa dibuat pada saat Pilkada? Gitu aja pertanyaan masyarakat, kalau saya silahkan, monggo yang kuasa disana,” kata Rudy.
Seperti diketahui, Mahkamah Agung (MA) mengabulkan gugatan yang diajukan Ketum Partai Garuda Ahmad Ridha Sabana dan kawan-kawan terhadap Pasal 4 ayat 1 huruf d PKPU Nomor 9 Tahun 2020 tentang Pencalonan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati, dan Wakil Bupati, dan/atau Wali Kota dan Wakil Wali Kota.
Dalam gugatan itu, MA mengabulkan gugatan terhadap aturan bahwa usia paling rendah untuk jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur 30 tahun, dan batas usia 25 tahun untuk calon Bupati dan Wakil Bupati atau calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota terhitung sejak penetapan pasangan calon.
Aturan yang semula usia minimal ‘terhitung sejak penetapan pasangan calon’. (dtc/muz)